23. Healing (2)

9.6K 1.3K 696
                                    

♪ Playlist today

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♪ Playlist today

Seventeen - Healing ♪

Lee Seokmin

Entah kenapa saya tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Benar kata Akasha, seharusnya saya tidak memilih untuk tidur bersama bapak-bapak seperti ini. Kamar penginapan ini sudah persis jalan raya Soekarno-Hatta yang tidak pernah sepi oleh suara kendaraan. Dengkuran tiga bapak-bapak yang usianya sudah diatas empat puluh itu mampu membuat kamar penginapan yang saya tempati bergetar seperti hendak rubuh.

Pukul setengah enam pagi, saya sudah terjaga dan berkeliaran diluar penginapan. Kamar-kamar disebelah saya masih gelap, belum ada tanda kalau penghuni didalamnya telah membuka mata. Kegiatan akan dimulai jam tujuh nanti dengan sarapan bersama di salah satu resto yang sudah ditentukan. Saya menjejalkan kedua tangan saya kedalam saku jaket yang saya pakai, udara yang masuk ke hidung saya terasa sedikit perih saking dinginnya Lembang pagi ini. Dengan pelan, saya melangkah keluar dari teras sehingga sekarang kaki saya menapaki jalanan bertanah yang sedikit lembab itu.

"Udah bangun, Bang?"

Saya menoleh, kemudian tersenyum refleks saat mendapati sesosok perempuan dengan hoodie yang menutupi kepalanya. Akasha ada disana, perempuan yang suaranya terus terbayang-bayang karena ucapan terimakasihnya untuk kehadiran saya disaat dia terluka itu berdiri tepat disebelah saya. "Iya nih Bang Dikey udah bangun, Aren juga, tumben bangun pagi."

Akasha tertawa, "Gue bangun pagi terus tau." Katanya, kami berdua berjalan beriringan menuju bangku yang terbuat dari kayu gelondongan, mencari sedikit cahaya terang dari lampu yang menggantung dibawah sebuah pohon pinus.

"Percaya deh." ucap saya, "Masih gelap loh, Sha. Kenapa udah keluyuran?"

Akasha menggosokkan kedua tangannya untuk menghangatkan tubuhnya sendiri, "Gak bisa tidur, dingin banget, banyak nyamuk lagi." eluhnya dengan bibir yang mengerucut kesal. "Lo juga, kenapa udah bangun?"

Saya mengucek hidung saya yang terasa beku, "Mau subuhan, tapi males kedepan."

"Di kamar kan bisa." ucapnya, "Ini sunrise jam berapa sih? Gelap mulu perasaan." Akasha melihat jam di pergelangan tangannya. Sesekali dia menempelkan jarinya diatas pipi, pasti perempuan itu merasa sangat kedinginan sekarang.

"Sunrise jam enam kurang lima, itu pun kalau kebetulan kabutnya gak turun semua." Jawab saya, Akasha menganggukkan kepalanya, dia menunduk untuk melihat kakinya yang bergesekan dengan tanah hingga sepatu yang dia kenakan kotor di bagian depan.

"Lo bangun cuma nungguin sunrise kan?" Tebak saya asal,

Seketika Akasha menoleh, dia tercengir hingga kedua matanya terpejam. "Iya sih, hehe. Pengen coba liat Sunrise di Lembang tuh kayak apa."

Saya berdiri, menepuk pantat saya pelan untuk menyingkirkan debu dan embun yang membuat celana saya terasa sedikit basah. "Ayo, gak disini tempatnya kalau emang mau liat. Keburu mataharinya naik nanti lo ketinggalan."

LAKSADEKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang