3. Ingatan Lama

19.5K 2.5K 708
                                    

Lee Seokmin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lee Seokmin

"Hasilnya baru keluar."

Mas Gata memberikan saya sebuah amplop cokelat yang sudah diberi cap laboratorium. Dalam hitungan detik, semua orang yang berada di ruang istirahat Klinik Forensik ini mengerubungi saya layaknya gula dan juga semut. Saya memeluk amplop cokelat itu, kemudian memandangi satu demi satu orang yang melingkari saya dengan sinis.

"Mundur gak?" Perintah saya, membuat beberapa diantaranya mencebik kesal. Baru setelah semuanya tertib di tempat duduknya masing-masing, saya mulai membuka perekat pada amplop supaya bisa mengetahui dengan cepat penyebab kematian dari korban yang saya autopsi tadi.

Saya membaca laporan hasil pemeriksaan itu dengan seksama, menyisakan rasa penasaran pada lima orang yang saat itu harap-harap cemas menunggu penjelasan dari saya. Laporan yang terdiri dari lima lembar penuh itu saya simpan keatas meja, selanjutnya saya mengusap wajah; entah kenapa rasanya tetap saja ganjil.

"Lama banget, mau ngasih tau kita gak sih?" Todong Gio.

Saya menghela napas, "Tidak ditemukan senyawa beracun apapun dalam tubuhnya. Tetapi, dalam darahnya ditemukan senyawa bernama Amatoksin."

"Amatoksin?" Semuanya serempak bertanya. Saya yakin, masing-masing dari mereka pasti sangat asing dengan racun mematikan ini.

"Amanita Phalloides, satu-satunya jamur penghasil senyawa Amatoksin dan Phalloidin yang mana bisa membunuh si pengonsumsi dalam hitungan hari, atau bahkan jam. Dilihat dari tidak adanya sisa-sisa pencernaan dalam lambung korban, saya yakin korban setidaknya sudah memakan racun ini tujuh sampai sepuluh hari yang lalu." Saya menyimpan hasil laporan keatas meja. Kali ini saya mengotak-atik laptop berlogo Kedokteran Kepolisian dan membuka folder berisi foto-foto yang diambil selama otopsi beberapa jam yang lalu.

Saya melingkari bagian pada usus besar dengan jari saya, "Ada sisa kotoran disini, bentuknya cair, jelas dia mengalami diare berkepanjangan." Selanjutnya saya melingkari foto hati korban sebelum diambil sampelnya, "Lihat warna kehitaman dan pembengkakan disini? Sel-selnya mati, jauh sebelum korban meninggal karena efek racun dalam tubuhnya."

"Ginjalnya juga aneh." Netta berbicara, padahal dia menyaksikan berlangsungnya autopsi dari ruang monitor karena mual muntahnya yang parah. "Kondisinya sama seperti hatinya, hitam nyaris membusuk."

Wira yang sedari tadi bungkam menjentikkan jarinya, "Semuanya udah terang. Kita bikin *Visum et Repertum-nya sekarang."

"Tadi di dinding mulut dan tenggorokannya ada luka." Saya suka dengan ketelitian Akasha, "Kalau korban mual muntah berkepanjangan, mungkin lukanya bukan karena kontak langsung dari racun, melainkan dari asam lambung yang bercampur dengan sisa-sisa makanan yang dia buang."

"Luka lebam di kepalanya berarti ... korban meninggal dalam keadaan berdiri atau duduk karena kejang. Yang mana artinya kepala korban mengenai benda tumpul seperti meja, tembok, lemari, atau justru lantai. Itu harus diselidiki oleh penyidik." Papar Gio, mungkin karena dia berasal dari Kepolisian sehingga pendapat yang dia berikan terkesan sangat kritis.

LAKSADEKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang