21. Perjalanan Menghapus Luka

10.8K 1.4K 915
                                    

Lee Seokmin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lee Seokmin

Setelah membawa Akasha sebentar ke rumah saya, saya langsung mengantarkannya pulang ke Mess karena Akasha juga perlu untuk mengganti pakaiannya. Dia tidak sebasah saya, hanya dengan sebuah sweater kering milik saya saja, Akasha tidak lagi merasakan dingin berlebih di badannya. Saya menawarkannya untuk meminjam pakaian saya lagi, tapi dia bilang, sudah terlalu banyak baju-baju saya yang dia bawa pulang ke Mess Rumah Sakit.

Beruntung jalanan tidak semacet tadi, hujan yang tidak kunjung reda itu membuat orang-orang enggan untuk keluar dari dalam rumah. Sebelum benar-benar pergi, saya memaksa Akasha untuk meminum obatnya terlebih dahulu didepan saya. Masalahnya saya ragu, saya takut kalau Akasha berakhir membuang pil-pil sedang itu sedangkan sekarang kondisi tubuhnya benar-benar ada dalam kondisi yang tidak baik.

"Masih panas." Ucap saya ketika kami berdua tengah berada di perjalanan. Tangan kiri saya menyentuh keningnya yang hangat, perempuan itu hanya bersandar di jok sambil memejamkan matanya rapat-rapat.

"Pusing gue." Eluhnya, saya memijatnya pelan meskipun saat itu saya harus membagi konsentrasi saya dengan setir dan jalanan didepan sana. "Nah, kencengan dikit dong, wuenaaaa ... " katanya, seolah menikmati pijatan pelan itu.

Saya terkekeh, kelakuannya tidak lebih dari seorang bocah kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Baru setelah tangan saya terasa pegal, saya melepaskannya hingga secara spontan Akasha membuka mata.

"Pegel." Ucap saya.

Akasha merengut, "Padahal enak tau, Dek."

"Nanti di Mess minta pijitin siapa kek, gue yang bayar."

"Sama Gio enak, tenaganya gede."

"HEH!" saya menyentak, "Jangan sama cowok, apalagi yang modelan Gio."

"Kenapa?"

"Nanti yang dipijet bagian lain."

Seketika Akasha tersenyum miring, matanya memicing kearah saya. "Bagian mana ayo? Mau dong dipijet, biar ga mini kayak gini hehe."

"Otak lo astaga!" Saya menyentil keningnya, membuat perempuan itu meneriaki nama saya dengan keras.

"Intinya jangan sama cowok, Netta kek, atau siapa tuh yang kasurnya sebelahan?" Ucap saya. Masalahnya saya tahu bagaimana sifat Gio. Dekat sedikit dengan perempuan saja bawaannya ingin pegang-pegang. Contohnya saat bersama Akasha, dia selalu saja memainkan jemari perempuan itu yang pendek dan bulat seperti ceker ayam negeri dengan nakal 

"Oh, iya deh, gocap tarifnya. Gue mau martabak buat ngemil pas dipijit, jadi—"

Saya menyentuh keningnya lagi, bersiap untuk memijit pelipisnya. "Sini, gue aja yang pijit. Rugi gue kalo gitu caranya."

Akasha tertawa, "Galak amat, pak. Becanda doang juga." Dia menjauhkan tangan saya dari keningnya dengan kasar, "Abis ini lo pulang ya, istirahat biar gak sakit."

LAKSADEKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang