Hey!
Remember me?
Playlist today
Payung Teduh - Di Atas Meja
Mengapa takut pada lara sementara semua rasa bisa kita cipta?
Akan selalu ada tenang disela-sela gelisah yang menunggu reda.
Lee SeokminSaya benar-benar sudah gila karena telah seberani itu untuk mencium pipi seorang Akasha Renjana. Perempuan itu mengamuk, namun tidak berlangsung lama mengingat dia memiliki keinginan untuk membeli semangkuk penuh Baskin Robbins yang harganya lumayan menguras isi dompet saya yang selalu menjadi korban itu.
Saya pikir Akasha akan memperpanjangnya, namun ternyata saya salah. Perempuan itu bersikap seolah tidak ada apapun yang terjadi kepadanya. Entah lupa atau bagaimana, saya tidak mengerti. Tapi yang pasti saya bersyukur karena Akasha tidak marah ataupun mendiamkan saya seperti apa yang ada didalam bayangan saya.
Disaat perempuan lain tersipu ketika mendapat sebuah kecupan, lain hal dengan Akasha. Dia malah menghabisi saya dengan pukulan, teriakan, bahkan tamparan. Katanya semua yang ada pada dirinya masih perawan- terkecuali bibirnya yang sudah dinodai lebih dulu oleh Nichol Gata Birendra. Saya hanya bisa tertawa sambil terus mengucapkan maaf. Pada awalnya saya tidak memiliki niat seperti itu, tetapi entah kenapa dengan bodohnya saya malah mendekatkan wajah ke wajahnya sehingga bibir saya mengenai pipi kiri perempuan itu yang selalu bersemu merah.
"Lu sih."
Saya mengerutkan kening ketika Akasha berucap demikian, "Gue? Emang gue kenapa?" Tanya saya bingung.
Perempuan itu mendengus, hari mulai gelap dan kami berdua baru saja tiba didepan jalan menuju mess setelah sebelumnya turun dari sebuah transportasi online yang mengantar kami berdua ke tempat ini. "Fotonya." Dia mengetuk foto yang dilapisi plastik itu dengan telunjuk, "Jadinya gak bisa gue pamerin di WA, abis ada lo lagi cium gue."
"Sekontak sama Gata gak?"
"Gue blok WA-nya."
"Kalo gitu pamer aja, pake stiker pas grid paling akhir buat nutupin pipi lo yang gue cium."
Akasha tersenyum lebar, "Bego sih gue, ga mikir kesana."
"Dasar cewek." Ejek saya. "Mau gue anter sampe gerbang gak?"
"Gak usah deh, lo cepet ke RS sana, bawa mobil terus pulang."
"Cie, perhatian. Takut gue kemaleman terus sakit ya?"
Akasha memutar bola matanya, "Bukan, takut lo mati. Biaya pengurusan jenazah ke luar negeri mahal, sayang duitnya, mending buat jajan Baskin Robbins satu ember."
Sontak saya menoyor keningnya yang tidak memiliki poni itu, "Ngomong tuh suka seenaknya. Gak ditinggal mati aja sedih, apalagi kalo ditinggal mati coba? Udah sana, istirahat, makasih buat hari ini."
"Makasih juga." Mata Akasha ikut tersenyum, "Gue masih marah sih sama lo, tapi gue maafin karena udah beliin gue eskrim."
"Murah juga ya kalo mau cium lo." Seketika perempuan itu melotot, kemudian dia menginjak ujung sepatu kets yang saya pakai dengan pantofel ber-hak tiga senti yang dia gunakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAKSADEKA
Fanfiction[ T E L A H T E R B I T ] Jika bukan karena hubungan Diplomatik antara dua negara, Laksadeka tidak akan pernah mau menginjakkan kakinya di kota yang dulu pernah menjadi gudang luka dalam sejarah kehidupannya. Terlepas dari kenangan buruknya soal...