PART 2

2.8K 226 2
                                    

Pukul 23:00
Hari kasus pertama terjadi.

Seorang wanita keluar dari supermarket, berjalan melewati halte bus yang sudah sepi. Rambutnya yang pendek sebahu bergerak seirama dengan langkah kakinya. Malam terasa menyeramkan baginya karena beberapa lampu jalan yang mati, ditambah rintik hujan dengan hembusan angin malam yang menusuk tulang. Beberapa kali menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan jika ia benar-benar sendiri. Hingga sampailah wanita itu pada suatu jalan yang benar-benar sepi, disamping jalan itu terdapat lahan alang-alang.

TAP..TAP..TAP..

Suara langkah kaki seseorang. Merasa ada yang mengikutinya, sang wanita mulai berjalan dengan tergesa-gesa. Pikirannya mulai terpenuhi akan hal-hal negatif yang bisa saja terjadi padanya. Deru napasnya beradu seiring dengan dentuman langkah cepat kakinya. Ketakutan terlihat dari raut wajahnya.

Seorang lelaki dengan pakaian serba hitam sedang berjalan tepat di belakangnya. Di tangan kanannya terdapat sebilah pisau.
Wanita tersebut berusaha menelepon seseorang, sebelum sempat menekan tombol telepon..

JLEBB!

Pria di belakangnya telah menancapkan pisau ke lehernya, berkali-kali. Jeritan histeris dari wanita itu tertahan karena mulutnya di bungkam pria di belakangnya. Darah segar mengalir deras dari lehernya, membuat kemeja putihnya tak lagi putih melainkan berganti dengan cairan berwarna merah.

Tak sampai disitu, pria berpakaian hitam itu juga menyeretnya menuju lahan alang-alang disamping jalan, hingga tubuhnya meninggalkan bekas saat diseret akibat darah yang mengalir. Sang pria meninggalkan wanita tersebut di tengah lahan kosong dengan mulut yang disumpal oleh kaos kaki wanita itu sendiri. 

*****

Di sisi lain--di waktu yang sama...
Hujan turun seperti biasanya. Tak ada yang istimewa dari hujan, pikir gadis yang sedari tadi diam memandangi jendela sambil memainkan senter yang di genggamnya.

"Hujan berhenti. Hujan tidak berhenti. Hujan berhenti. Hujan tidak berhenti." gumam Raina dengan pandangan kosong.

Kebiasaan yang selalu ia lakukan tiap hujan turun, meramal katanya. Meskipun ia tahu bahwa 'ramalan' yang ia katakan entah berhasil atau tidak, yang ia tahu hanya untuk sekedar menghibur diri.

"Hei Rain, aku tahu namamu Rain, tapi tak usah kau pandangi hujan seperti itu juga." tegur seorang pria yang sedari tadi memperhatikan adiknya itu.

Sontak hal itu membuat lamunan Raina buyar hingga menghentikan kegiatan 'meramal' nya itu.

"Ah kak Fandi, ada apa? Kakak kan tahu kebiasaanku saat hujan. Lagian ini menyenangkan, melamun sambil meramal apakah hujan akan berhenti atau tidak." balas Raina dengan wajah datar.

"Menyenangkan kau pikir? Lihatlah wajahmu di kaca saat memandangi hujan seperti itu, kau sudah seperti psikopat dengan wajah tanpa ekpresi yang siap mencari mangsa." balas Fandi sembari berlalu meninggalkan kamar adiknya itu.

"Yaaa!! Dan kau adalah mangsa pertamaku!" teriak Raina karena sang kakak langsung meninggalkannya begitu saja.

Jam sudah menunjukan pukul sebelas malam lebih, yang artinya Raina harus segera tidur karena besok ada kuliah pagi.

*****

Keesokan paginya Raina terbangun oleh alarm yang ia pasang pada ponselnya. Dengan malasnya ia bangun dengan mata setengah tertutup. Setelah mandi, Raina turun ke bawah untuk sarapan bersama kakaknya.

"Apa kau mimpi buruk lagi? Kau terlihat masih mengantuk." tanya Fandi khawatir sembari menyiapkan roti untuk Raina.

"Tidak kak, mungkin aku kurang tidur saja." balasnya dengan mendudukan diri di kursi.

"Oh begitu, ya sudah cepat habiskan sarapanmu atau kau akan terlambat ke kampus."

Raina menganggukan kepalanya dan mulai memakan roti yang telah disiapkan Fandi.

"Diduga pembunuh berantai dengan julukan psikopat X yang telah membunuh sepuluh nyawa pada tahun 2010 sekarang telah kembali. Hal ini dibuktikan dengan tewasnya seorang mahasisiwi berinisial VR yang ditemukan oleh petugas polisi pagi ini di lahan alang-alang. Dengan meninggalkan ciri khas tanda X pada telapak kaki korban menunjukkan bahwa psikopat X telah kembali. Warga dihimbau untuk berhati-hati saat malam hari khususnya bagi para wanita saat..."

PYARRR!!

Piring Raina terjatuh ke lantai tepat setelah melihat berita tentang kembalinya pembunuh gila yang telah merenggut nyawa orang tuanya itu.
Kepala Raina mendadak pusing seketika, disusul rasa sesak di dadanya yang seolah menyempit. Tangannya mengepal dan mulai memukul-mukulkannya di dadanya sendiri. Ia seperti merasa butuh oksigen saat ini.

Seketika Fandi berdiri dan menghampiri Raina. "Rain, kau tak apa? Awas pecahan piring nanti mengenai kakimu." ucap Fandi setelah mematikan televisi yang menampilkan berita mengenai pembunuhan.

"A-aku..itu..ya tak apa. Hanya syok saja. Kalau begitu aku berangkat ke kampus dulu kak." jawab Raina dengan wajah pucat akibat syok tadi.

Raina berjalan menuju halte dengan pandangan kosong. Langkahnya terasa berat. Ia sama sekali tidak fokus semenjak melihat berita pagi ini. Takut, marah, sedih, semua terasa campur aduk bagi Raina. Yang ia pikirkan hanya bagaimana pembunuh gila itu bisa kembali setelah sembilan tahun menghilang. Baru saja Raina dan Fandi menjalani kehidupan tenang layaknya orang lain, tapi sekarang pembunuh itu hadir kembali.

Saat bus dengan arah tujuan ke kampusnya datang, Raina memasuki bus itu. Tapi saat akan duduk karena berdesakan dengan penumpang lain, Raina menjatuhkan gantungan kunci pada tas nya dan ia tak menyadarinya. Pandangannya ke arah jendela dan melamun dengan telinga yang ditutupi earphone. Hingga seorang laki-laki duduk disampingnya, ia masih belum menyadarinya.

To be continued...

Jangan lupa vote comment nya makasih❤

X dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang