09:15
Pak Saga : "Kupikir ada yang janggal dari kasus ini Fan. Kau dimana? Cepat datang ke kantor. Kurasa Efan bukanlah X yang kita cari selama ini."Fandi mengernyitkan dahi ketika membaca pesan dari ketua tim nya itu. Ia merasa pemikirannya tentang Efan bukanlah X benar adanya. Dan saat ini mungkin Pak Saga juga berpikiran sama dengannya.
Setelah membalas pesan Pak Saga, Fandi berpamitan pada Raina dan berpesan untuk berhati-hati saat akan pergi keluar. Ia segera bergegas menuju kantor untuk bertemu Pak Saga. Raina mengiyakan perkataan kakaknya dan akan berhati-hati. Karena hari ini tak ada jadwal kuliah, jadi Raina punya banyak waktu untuk di rumah.
Gadis itu menyalakan televisi dan berkali-kali menekan tombol pada remote nya, mencari tontonan yang menurutnya bagus. Sudah lebih dari tiga puluh menit lamanya ia di depan televisi, suara notifikasi dari ponselnya membuatnya menekan tombol off pada remote nya dan mengakhiri aktivitas menontonnya itu.
10:00
Jovan : "Rain, kau dimana? Bisa ke kafe tempat biasa kita kunjungi? Aku ingin bicara. 20 menit lagi aku sampai."Raina menaikkan satu alisnya dan berpikir sejenak. Tidak biasa sekali Jovan meminta bertemu untuk bicara secara mendadak, biasanya ia akan langsung menelepon atau mampir ke rumahnya.
Setelah cukup berpikir, Raina langsung membalas pesan Jovan yang berisi mengiyakan permintaan temannya itu dan segera menuju ke kafe yang dimaksud.
Setibanya Raina di kafe, ia celingukan untuk mencari sosok Jovan, gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan kafe yang terbilang masih sepi.
Sembari menunggunya, Raina memilih duduk di tempat yang dekat dengan jendela dan memesan minuman.
Beberapa kali Raina tampak mengecek ponselnya untuk melihat apakah ada pesan baru dari Jovan. Sesaat kemudian, alih-alih Jovan yang dilihatnya tapi malah orang lain yang tak asing baginya. Seorang laki-laki yang ia kenal. Laki-laki itu tampak duduk di meja agak jauh dari Raina tapi masih bisa dilihatnya.
'Reyhan? Apa yang dilakukannya disini?' batin Raina. Tak lama kemudian muncul seorang perempuan yang kelihatannya lebih muda dari Raina. Tampaknya ia masih SMA, dan kelihatannya perempuan itu juga lebih pendek darinya. Perempuan itu memakai kaus hitam dan celana jeans dengan rambut panjang yang diikat satu.
Perempuan berkulit putih itu tampak berjalan mendekati meja Reyhan. Raina masih melihatnya untuk memastikan apa yang ia pikirkan. Dan benar saja, perempuan itu duduk di tempat Reyhan dan mereka mengobrol bersama. Reyhan tampak tersenyum bahkan tertawa kecil pada perempuan muda itu. Laki-laki itu terlihat begitu nyaman dengan seseorang di depannya.
Raina yang melihat itu membelalakan matanya secara spontan. Ia berpikir, bagaimana bisa seorang laki-laki dingin yang tak pernah bicara banyak di kampus tiba-tiba bisa berubah secara drastis. Menjadi lelaki yang seolah-olah begitu ramah. Raina sempat tak mempercayai apa yang dilihatnya. Mereka tampak asik mengobrol dan beberapa kali Reyhan sempat mengacak rambut perempuan itu.
"Pacar barunya? Wah tak bisa ku percaya. Belum pasti hubungannya dengan Dhita dan sekarang dengan perempuan itu? Eh tunggu...apa aku cemburu? Rain sadarkan dirimu!" gumam Raina seraya memukul pelan kepalanya dan menyesap minuman dinginnya. Entah mengapa ia bisa berbicara hal spontan seperti tadi.
Sesekali Raina mencuri pandang untuk mengamati dua orang itu dengan buku menu yang berada di depan wajahnya seperti seseorang yang sedang bersembunyi agar tak ketahuan.
Tak lama kemudian muncul seseorang yang menepuk pundaknya hingga membuatnya terkejut.
"AAAAA !!!" teriak Raina dan membuat buku menu yang dipegangnya jatuh ke meja.
"Hahh?! Rain, kau ini malah mengagetkanku balik!" teriaknya tak kalah kaget dengan Raina.
Raina mendengus kesal dan berkata, "Jadi ini dua puluh menit yang dibilang seorang Jovan Nandana? Wah terasa seperti satu jam."
Jovan yang merasa bersalah hanya bisa meminta maaf dengan cengengesan. Kemudian ia mendudukan dirinya di kursi depan Raina.
Tanpa basa-basi, Jovan langsung ingin mengutarakan maksud dari ia mengajak Raina untuk bertemu. "Jadi Rain aku ingin bicara soal..." belum sempat melanjutkan kalimatnya, Raina memotong ucapannya.
"Jov kau tahu? Tadi aku melihat Reyhan bersama perempuan lain, dan sekarang sepertinya dia berjalan mendekat...ke arah sini dan..."
Raina mendadak menutup mulutnya karena Reyhan berjalan ke arahnya dan Jovan dengan diikuti perempuan yang tadi bersamanya.
Raina makin tak percaya karena sekarang ini Reyhan menggandeng tangan perempuan itu. Mata Raina dan Reyhan sempat bertemu. Ternyata mereka hanya berjalan melewati Raina dan Jovan layaknya orang asing dan tatapan seolah mereka tak saling kenal lalu menuju pintu keluar kafe.
Raina masih memperhatikan dua orang itu hingga berlalu. Dan lagi, Jovan membuatnya sadar dari pandangannya yang sedari tadi melihat ke arah pintu kafe.
"Sudah jangan kau lihat seperti itu. Kau kan tahu sendiri kalau dia laki-laki dingin yang jarang bicara."
Raina hanya terdiam, pandangannya belum terlepas dari sosok Reyhan dan perempuan yang digandengnya itu pergi menjauh.
Tok..tok..
Jovan mengetuk meja agar Raina menoleh ke arahnya. "Rain, aku mau bicara serius."Raina mengalihkan pandangannya dan balik menatap Jovan, "Hmm ya lanjutkan Jov."
Jovan melanjutkan pembicaraannya dengan serius, karena saat ini yang di bicarakan adalah tentang pembunuhan mahasiswi yang terjadi beberapa waktu lalu. Raina tampak serius mencerna tiap kata yang di ucapkan Jovan. Tiap kalimat yang di ucapkan temannya itu membuatnya tak henti-hentinya menaikkan alisnya dengan wajah terkejut, tak menyangka bahkan marah. Ekspresi Raina yang semula penasaran karena Reyhan, kini mendadak berubah menjadi sendu dan agak emosi.
Hal yang membuat Raina lebih terkejut adalah tersangka dari kasus ini yaitu karyawan di kafe tempat mereka bicara sekarang. Raina juga bertanya bagaimana Jovan bisa tahu hingga detail tentang kasus ini dan ternyata Jovan sempat bertanya pada Ayahnya. Sedangkan alasan Fandi tak memberitahunya mungkin agar Raina tidak terlalu khawatir memikirkan hal ini hingga trauma nya bisa saja kembali.
"Sejauh ini hanya itu yang kutahu Rain." ucap Jovan dengan menyesap minumannya yang baru saja datang.
"Hanya? Jov bahkan ini lebih dari sekedar kata hanya." kata Raina sambil memijit pelipisnya dan tak menyadari air matanya telah menetes.
Perasaannya begitu sensitif ketika membahas mengenai kasus pembunuhan itu. Jadi tak salah jika Raina meneteskan air mata hanya karena mendegar cerita Jovan.
Raina mengusap air matanya kasar, "Jov aku ingin menceritakan hal ini padamu. Siapa tahu kau bisa membantuku dengan mencari tahu soal X lewat Ayahmu." lanjutnya.
"Sebisaku Rain, aku akan membantumu. Ceritakan padaku semuanya dan jangan kau pendam sendiri. Jangan menangis karena kau terlihat jelek sekarang." ucap Jovan sedikit menghibur.
Raina tersenyum tipis mendengar Jovan yang mengatakan jika dirinya jelek saat menangis. Ia tahu jika Jovan berusaha menghiburnya sedikit.
Setelah itu raut Raina kembali berubah menjadi serius. "Ini akan menjadi cerita yang panjang Jov, kau siap mendengarnya?"Jovan hanya menganggukan kepalanya, pertanda ia siap mendengar kisah hidup Raina sembilan yang tahun lalu. Kisah yang bahkan belum pernah ia ceritakan pada siapapun termasuk Ersya dan Jovan sekalipun. Dan sekarang ia akan menceritakannya untuk pertama kalinya.
To be continued...
Jangan lupa vote comment nya makasih💙
KAMU SEDANG MEMBACA
X dan Dia
Mystery / Thriller'Mungkin tak semua orang dapat memahami apa yang kita rasakan. Tak sedikit pula orang hanya ingin tahu, bukannya benar-benar peduli.' Itulah yang dirasakan Raina. Seorang gadis yang memiliki trauma akibat pembunuhan kedua orang tuanya. Sembilan tahu...