PART 8

1.7K 174 1
                                    

Flashback on

Sembilan tahun yang lalu.
Pukul 23:15 di rumah Raina.
18 Desember 2010

Hujan membasahi bumi malam itu, disertai kilatan cahaya yang menembus jendela yang sedikit terbuka pada ruangan yang minim pencahayaan. Tirai-tirai bergerak melawan angin yang mendesak kuat. Raina yang sedang tidur di kamarnya sama sekali tak menyadari kehadiran orang asing di rumahnya. Seorang pembunuh dengan sebilah pisaunya menyelinap ke rumah mereka, membunuh kedua orang tua Raina dengan brutal. Pun dengan Fandi yang tidur di kamarnya yang berada di lantai dua juga tidak mendengar suara apapun dari bawah.

Suara siulan yang di iringi dengan seseorang yang memainkan pisaunya, memukul-mukulkannya ke meja yang ada di ruangan itu membuat suasana malam terasa menakutkan.

PYARRR!!!

Dua lelaki terlibat baku hantam hingga kaca pada jendela ruangan itu bergejolak dan terbelah menjadi beberapa bagian. Pecahan kaca yang berserakan di lantai semakin memperkuat kesan berantakannya keadaan rumah itu. Salah satu pria berpakaian hitam melayangkan pisaunya dan menancapkannya ke leher lawannya berkali-kali hingga terjatuh diikuti dengan darah yang mengalir bebas dari tubuhnya. Seorang wanita menyaksikan adegan kekerasan yang dilakukan pada suaminya dengan tangisan tersedu-sedu. Ia tak kuasa melihat suaminya terkapar lemas di lantai dengan luka tusukan yang terbilang banyak itu.

Tak lama pria setelah nya, pria pembunuh itu melakukan hal yang sama pada wanita tadi. Pria tersebut menyeringai ketika pisaunya mengukir indah tanda X di kedua kaki mereka. Rautnya yang malah tersenyum miring membuatnya seakan menikmati aktivitasnya malam ini.

Suara gaduh pada ruangan yang tak jauh dari tempatnya terlelap membuat Raina terbangun dan segera menuju ke sumber suara. Gadis itu menjerit ngeri melihat darah yang menggenangi ruang tamu rumahnya. Karpet yang ia pijak kini tak lagi terasa nyaman di jemari kecilnya. Rasanya hangat dan lembab karena cairan merah yang keluar dari tubuh kedua orang tuanya.

"AAAAA....Ayah...Ibu...tidaakkk!" suara teriakan Raina sontak membuat pembunuh keji itu menoleh ke arahnya.
Tatkala itu dunia yang ia huni seakan runtuh, matanya membulat sempurna dengan alis terangkat. Air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Amarahnya meluap, namun ia tak bisa berbuat apapun. Dengan tubuh gemetar ia mencoba melangkah lebih dekat ke mayat orang tuanya. Hati gadis kecil itu terasa tersayat, tak menyangka melihat orang tuanya tewas mengenaskan.

Tak hanya sampai disitu, pelaku tersebut juga mencekik leher Ibu Raina yang sudah tak bernyawa untuk memastikan bahwa sang Ibu telah tewas. Dan pembunuh itu tak segan-segan mempertontonkan aksinya di depan gadis kecil itu. Raina yang saat itu masih berusia sebelas tahun hanya bisa berteriak dan menangis sambil menyebut Ayah dan Ibunya.

"Berani sekali kau gadis kecil! Apa kau tak takut padaku? Aku bisa saja membunuhmu sekarang." ucap pria yang berpakaian serba hitam dengan senyum miringnya. Setelah di rasa cukup untuk mencekik leher Ibu Raina, pembunuh itu pun berdiri.

"Apa salah orang tuaku?! Mengapa kau membunuhnya?" ucapnya dengan memberanikan diri meskipun sebenarnya ia sangat takut. Raina mulai melangkah mundur pelan.

"DIAM! Setelah ini kau yang selanjutnya!" berkata dengan memainkan sebilah pisau yang penuh akan darah. Pembunuh itu mulai berjalan perlahan mendekati Raina.

"Ku-kumohon jangan bunuh aku, pergilah. A-aku tak akan melaporkanmu pada polisi atau siapapun." ujar Raina merengek dengan menyatukan kedua telapak tangan di depan dadanya.

"TIDAK! Aku harus menyelesaikan pekerjaanku, aku tak ingin menyisakannya." berjalan dengan mendekat dengan menodongkan pisaunya.

"JANGAAAN !!!" teriaknya dengan memejamkan mata dan kepala tertunduk.

X dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang