"Bagaimana Fan? Apa Raina mengangkat teleponnya?" tanya Reno dengan raut muka gelisah seraya berpegangan pada sabuk pengamannya karena saat ini Fandi sedang melaju bak seorang pembalap.
"Belum Ren. Tolong kau pegang ponselku, dan cobalah terus menelepon Raina." ucapnya dengan menyerahkan ponselnya pada Reno tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.
*****
Raina dan Reyhan kini benar-benar bingung dengan Ayah dan anak itu. Bahkan mereka tidak mengerti dengan perubahan raut muka Jovan yang seolah tersenyum senang melihat Raina yang kini hampir meneteskan air matanya karena takut. Tanpa sepengetahuan Jovan dan Ayahnya, Raina diam-diam mengangkat telepon dari Fandi agar kakaknya dapat mendengar apa yang sedang terjadi.
"Rain, kau di mana? Apa yang sedang terjadi di sana? Tunggu, kakak akan segera tiba!" ujar Fandi dari telepon dengan volume kecil dan hanya Raina yang bisa mendengarnya karena ponselnya berada di saku bajunya.
"Jov apa yang kita lakukan di atap? Dan ke-kenapa Paman berpakaian seperti itu?" tanyanya ketakutan dan memegang baju belakang Reyhan."Berani sekali kau gadis kecil!" ucap pria berjaket hitam mulai bicara dan menatap Raina dengan senyum miringnya.
DEG!
Kalimat itu. Raina membelalakan matanya, kemudian menatap Ayah Jovan dengan sinis. Memori masa lalu Raina tentang pembunuh orang tuanya telah kembali. Raut muka , nada bicara, tatapan tajam, dan warna pakaiannya mengingatkannya pada seorang psikopat gila yang menghabisi nyawa orang tuanya, dan menjadikannya seorang yang memiliki trauma.
"Tetap di belakangku Rain!" perintah Reyhan dengan menggenggam tangan Raina yang ada dibalik punggungnya.
"Aku takut Rey." bisik Raina.
Ayah Jovan mulai melangkah maju ke arah mereka. "Apa kau terkejut? Gadis bodoh yang tak mengenali pembunuh orang tuanya sendiri. HAHAHA!!!" ujarnya dengan diiringi suara tawa yang menurut Raina sangat menakutkan. "Dan kau pasti sangat terkejut bukan karena tahu siapa diriku?!" lanjutnya dengan menatap Reyhan.
Meskipun sebenarnya takut, tapi Raina mencoba memberanikan diri untuk merespon. Nyalinya muncul untuk mengatakan beberapa kata.
"Kau psikopat gila itu! Kenapa kau kembali?! Apa penyakitmu untuk membunuh orang kambuh?"
"DIAM RAIN!" teriak Jovan hingga membuat Raina dan Reyhan terkejut mendengarnya.
"Jov, apa kau gila?! Kenapa membentak Raina? Apa kau ada di pihaknya?" tanya Reyhan dengan mengacungkan jarinya ke arah pria itu.
"Kau yang gila Rey! Untuk apa aku harus berada di pihak gadis bodoh itu?! Tentu saja aku mendukung Ayahku sepenuhnya." ucapnya menyeringai dengan melirik Ayahnya di sampingnya.
"Tunggu Jov...Kenapa kau seperti ini? Ini sungguh bukan dirimu, kumohon.." ucap Raina dengan air mata yang kini telah menetes dan membasahi pipinya.
Jovan menatapnya datar kemudian ia mengangkat sudut bibirnya. Benar-benar sosok Jovan yang sangat berbeda dari biasanya. Ia mulai menggaruk hidungnya yang tak gatal, menatap Raina dan Reyhan secara bergantian.
"Yah...inilah diriku yang sebenarnya Rain. Berpura-pura menjadi teman baikmu agar bisa menjebakmu. Kau ingat malam di mana aku mengajakmu ke rumahku untuk makan malam? Itu adalah malam aku seharusnya membunuhmu. Tapi sial! Ersya bodoh itu malah terus menempel padamu. Kini aku senang bahwa si bodoh itu telah lenyap."
KAMU SEDANG MEMBACA
X dan Dia
Mystery / Thriller'Mungkin tak semua orang dapat memahami apa yang kita rasakan. Tak sedikit pula orang hanya ingin tahu, bukannya benar-benar peduli.' Itulah yang dirasakan Raina. Seorang gadis yang memiliki trauma akibat pembunuhan kedua orang tuanya. Sembilan tahu...