PART 3

2.4K 224 0
                                    

Pandangan gadis itu masih setia ke arah jendela dan melamun dengan telinga yang ditutupi earphone. Pikirannya masih tentang kasus yang diberitakan tadi pagi. Selain itu, pikiran-pikiran negatif mulai menyerang kepalanya. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang diketahuinya pagi ini. Sebuah hal yang ia kira telah selesai, kini malah kembali lagi.

"Rain, kau melamun?" ucap seorang lelaki tampan yang duduk di samping Raina tetapi kehadirannya sama sekali belum disadari oleh gadis itu.

"Hei Rainaaa penakut gelap! Apa kau tak mendengarku? Bahkan tak melihatku? Apa aku ini hantu bagimu?" tanya lelaki itu dengan setengah berteriak dan melepaskan salah satu earphone di telinga Raina.

"Oh, hei Jov.. kenapa kau ada disini? Sejak kapan? Motormu masih dibengkel?" tanya Raina balik ketika menyadari bahwa Jovan kini menatapnya dengan wajah muram.

Jovan mendengus kesal, "Oh hei katamu? Wah jadi benar aku ini hantu. Aku duduk di sampingmu ini sejak kemarin, apa kau tak menyadarinya?"
"Hantu apa? Dan kemarin katamu? Bukankah kemarin kita di bis berdiri karena ramai penumpang?" responnya dengan polos dan masih terlihat bingung dengan perkataan temannya itu.

"Kau tak sakit, kan? Atau kau bermimpi buruk lagi? Atau kau....." ucapnya dengan menyipitkan matanya.

Raina mengernyitkan dahinya, "Atau aku kenapa?"

"Kau memang sudah gila hahaha!" sahut Jovan yang diiringi dengan suara tawa khas nya itu.

"Jovaaannn kau ini !!" balas Raina sambil mendaratkan jitakan pada jidat Jovan hingga Jovan menghentikan tawanya.

*****

Sesampainya di kampus, Raina dan Jovan memilih kursi di depan dan seperti biasa Ersya sahabat mereka menghampiri mereka berdua, dan langsung duduk di samping mereka.

"Hmm...aku jadi curiga kalian berangkat bersama dari kemarin. Ayolah, kalau kalian jadian setidaknya traktir aku." ujar Ersya dengan nada curiga.

"Jangan mengarang cerita Sya, kebetulan saja kita satu bus lagi." balas Raina santai seperti biasanya. Ia sangat tahu jika Ersya suka curiga dengan hal-hal sekecil apapun. Namun Raina tak mempermasalahkannya, karena kecurigaan Ersya masih dibatas yang wajar.

*****

Beberapa detektif datang ke TKP yang sudah di pasang garis polisi. Begitu mengenaskan pikir mereka. Dengan mulutnya tersumpal kaos kaki, dan ada bekas cekikan, juga luka tusukan di leher wanita tersebut. Terdapat tanda tak asing pada telapak kaki korban, yaitu tanda X. Para detektif berusaha menyelidiki lebih dalam mengenai kasus pembunuhan tersebut. Dengan berupaya mencari bukti dan jejak pelaku.

Meskipun ini korban pertama, namun mereka tetap tidak ingin ada korban berikutnya dan lebih banyak korban lagi, terlebih untuk para wanita. Apalagi jika sampai kejadian sembilan tahun yang lalu kembali terulang kembali, itu akan menjadi mimpi buruk bagi mereka juga para warga. Selain itu, pembunuhan yang terus berlanjut akan menjadi kasus pembunuhan berantai terpanjang dalam sejarah kota mereka.

"Bagaimana dengan barang bukti? Apakah dia meninggalkan jejak?" kata Fandi saat melihat TKP secara langsung.

"Hanya bekas cekikan pada leher dan tanda X pada telapak kaki korban. Tapi juga terdapat luka tusukan di leher kiri korban. Tidak ada jejak, seperti kasus dulu, dia bersih." jelas Reno selaku partner kerja dalam membantu Fandi.

Tiba-tiba seorang detektif lain yang terlihat lebih senior dengan membawa buku notes kecil di tangannya menghampiri Fandi dan Reno, "Perkiraan waktu kematiannya sekitar pukul sebelas malam."

Fandi dan menoleh Reno menoleh bersamaan ke arah Pak Dion yang baru bergabung dengan mereka.

"Wah...bagaimana kau tahu tentang waktu kematian korban Pak Dion?" tanya Reno dengan kagum.

Pak Dion membungkukan badannya ke arah mayat di depannya dan diikuti oleh Fandi juga Reno. Pak Dion menunjuk mayat korban.

"Kalian lihat? Ini adalah livor mortis. Salah satu tanda kematian, dan bisa digunakan untuk memperkirakan waktu kematian korban." jelas Pak Dion.

"Livor mortis? Sepertinya aku pernah mendengarnya. Mungkin di kasus lain." ucap Reno dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sering menangani kasus pembunuhan membuatnya mendapatkan beberapa istilah-istilah baru.

Fandi menyipitkan matanya dan mulai memperhatikan luka pada leher korban dengan seksama. Ia merasa ada yang aneh dengan lukanya.

"Ren, tidakkah kau merasa luka ini aneh?" tanya Fandi serius.

"Aneh bagaimana maksudmu?" balas Reno tak kalah penasaran.

Tak hanya mereka berdua, namun Pak Dion juga ikut memperhatikan luka korban.

"Kenapa pelaku mencekik leher korban? Sedangkan dengan tusukan pisaunya saja korban sudah tidak bernyawa." ucap Fandi dengan menunjuk leher pada mayat korban yang tak jauh darinya. Ia sungguh merasa ada yang aneh dari luka korban tersebut.

Mata Reno memperhatikan letak luka cekikan dan tusukan di tubuh korban, ia juga merasakan hal yang sama dengan Fandi. "Kau benar juga."
Tatapan Fandi masih tak beralih, ka menatap tajam mayat yang tergeletak itu. "Hmm..aku jadi penasaran dan curiga."

Reno berganti menoleh ke arah Fandi, "Tapi Fan..apakah Raina baik-baik saja?" tanya Reno khawatir pada kondisi adik Fandi.

Reno selain teman kerja Fandi, ia juga menjadi saksi hidup bagaimana menderitanya Fandi dan Raina saat kehilangan orang tua mereka.

Bagaimana Reno bisa tahu? Mereka adalah teman semasa kecil, jadi apapun yang Fandi alami pasti Reno akan mengetahuinya. Begitupun sebaliknya. Bahkan Reno yang saat ini adalah seorang detektif karena ia termotivasi oleh sahabatnya itu.

"Tentu saja tidak. Dia terlihat syok pagi tadi, aku khawatir jika trauma atau pun mimpi buruknya menghantuinya tiap malam." balas Fandi dengan memijat pelipisnya. Jika membahas Raina dan menyangkutkannya dengan kasus pembunuhan, hal yang pertama Fandi rasakan adalah khawatir.

Tak lama mereka berusaha mencari bukti, Reno mencoba berjalan menyusuri jalan dekat mayat korban. Ia mengedarkan pandangannya dengan seksama di sekeliling jalan, berusaha untuk menemukan petunjuk sekecil apapun untuk mengetahui jejak pelaku. Hingga ia menemukan sebuah foto yang tak jauh dari korban.

Alangkah terkejutnya dia ketika melihat foto tersebut. Reno membelalakan matanya, seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia memandangi foto itu dengan tatapan tajam, namun juga bingung. "A-apa ini? Mengapa bisa? Mengapa ada foto ini disini? Mungkinkah dia...?"

To be continued...

Jangan lupa vote comment nya makasih💙

X dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang