PART 9

1.7K 175 1
                                    

Part ini spesial Reyhan-Raina-Jovan. Happy reading!


'Jangan salahkan hatimu karena tak bisa memilih seseorang. Hanya saja gunakan logikamu saat kau mulai menjatuhkan hati. Karena hati tak sepandai logika.'

*****

Pagi ini mata kuliah Pak Wisnu kosong dan pemberitahuan mendadak dari dosennya membuat Raina lebih memilih untuk ke atap gedung fakultasnya, karena Ersya tidak masuk dengan alasan sakit, sedangkan Jovan memilih membaca buku di kelas untuk menunggu mata kuliah selanjutnya.

Ketika Raina sampai diatap, ia mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya hingga menemukan sosok Reyhan yang berada di sudut tempat sedang duduk di kursi sambil memejamkan matanya, lagi.

'Tidur lagi?' batinnya. Raina mulai melangkah mendekat dengan hati-hati, kemudian langkahnya terhenti ketika Reyhan membuka matanya secara tiba-tiba dan alhasil mata mereka saling bertemu. Sontak Raina langsung membalikkan badannya dan mempercepat langkahnya.

"Rain?" ucap Reyhan memecah keheningan diantara mereka.

Deg.

Baru tiga langkah ia berjalan dan kini terhenti. Untuk pertama kalinya Reyhan memanggil namanya dengan kata Rain. Hanya Ersya, Jovan, dan Fandi yang sering memanggilnya begitu.

Raina yang seolah salah tingkah tak langsung membalas ucapan Reyhan, melainkan diam mematung dengan posisi ia membelakangi Reyhan. Ia menggigiti bibir bawahnya, takut jika Reyhan bicara yang aneh-aneh.

Reyhan beranjak dari kursinya,
"Rain, apa kau tak mendengarku? Mengapa kau diam saja?"

Raina yang merasa terpanggil untuk kedua kalinya langsung membalikkan badannya, "Kau..." ucapnya dengan jari telunjuk mengarah ke laki-laki di hadapannya namun cukup berjarak.

"Apa kau tahu namaku?" lanjutnya dengan jari yang berganti menunjuk dirinya sendiri. 'Haish! Kenapa harus pertanyaan retoris yang kuucapkan.' batinnya.

Reyhan menaikkan satu alisnya, ia bingung harus bereaksi seperti apa dengan pertanyaan Raina.

"Bodoh." ucapnya dengan raut datar.
Raina agak tersentak dengan ucapan laki-laki itu, ia merasa tak terima dengan sebutan bodoh.

"Hei siapa yang kau sebut bodoh itu?!"

Reyhan menyenderkan dirinya di dinding dan memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

"Kau lah. Bagaimana bisa aku tak tahu namamu ketika kita satu kelas dalam dua semester. "

'Kita? Sejak kapan sebutan aku-kau menjadi kita?' batin Raina.

Raina berdeham pelan, "Biar saja aku bodoh, asal tak membodohi perempuan lain agar menyukai dirinya dan seenaknya berganti pasangan."

Reyhan menatap Raina dengan heran. Ia merasa tertuduh karena tak melakukan apa yang barusan disebut perempuan di hadapannya itu.

Reyhan mulai tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya pelan karena mengerti apa yang dimaksudkan Raina. Dan hal itu membuat gadis itu semakin bingung.

Reyhan membenarkan posisi berdirinya, "Aku tau kau berkata seperti ini setelah melihatku di kafe kemarin, kan? Hei Rain biar aku bertanya padamu, apa kau tak punya seorang kakak lelaki?"

X dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang