"Apa?! Siapa kau bilang? Vera Rosie? Jangan bercanda kak!" ucapnya berteriak. Ia terkejut bukan main ketika mendengar perkataan kakaknya.
Sementara itu, Reno menatap adiknya sendu, meskipun sulit, ia tetap harus mengatakan hal yang sebenarnya pada Kevin. Ia tak ingin adiknya mendengar kabar duka ini dari orang lain dan akan membuatnya semakin frustasi.
"Aku tahu ini berat, tapi kau harus percaya padaku dan merelakan dia pergi Kev."
Kevin mengacak rambutnya kasar, "Kapan? Dimana? Bagaimana? Apa salah Vera? Kita baru saja bersama selama tiga bulan, dan kenapa bisa dia...pergi dengan cara begitu? Kenapa kak?!"
Reno menghela napas berat, ia berusaha tetap tenang saat memberitahukan hal ini. Tapi seperti yang di duganya, adiknya begitu terkejut bahkan histeris hingga tak mampu menahan air matanya. Reno juga kebingungan ketika Kevin mempertanyakan sebab Vera dibunuh, sedangkan dirinya juga belum mengetahui apa penyebab pastinya. Lagipula penyelidikan sedang berjalan, jadi Reno belum bisa memberi tahu semuanya dengan pasti. Ia takut salah berucap dan membuat Kevin semakin bersedih.
Reno berusaha mengatakan apa yang ia tahu dengan sangat hati-hati. "Vera ditemukan tewas pagi hari ini di lahan alang-alang, dan itu sama dengan..."
"Ke-kejadian sembilan tahun lalu? Si psikopat X itu? Wah benar-benar!! Ini gila kak!" sambung Kevin dengan terbata. Ia memijat pelipisnya kasar. Hal ini tidak pernah disangkanya.
Reno dan Kevin mendadak geram dan emosi saat kembali membahas mengenai psikopat X."Kak, ku percayakan padamu untuk menangkap pembunuh gila itu." lanjutnya.
Reno menganggukan kepalanya dan menepuk pundak adiknya pelan untuk menenangkannya. Kevin hanya bisa terdiam dan meneteskan air mata sembari memandangi foto dirinya bersama Vera. Ia begitu terpukul ketika mengetahui orang yang disayanginya telah direnggut nyawanya, terlebih oleh psikopat yang hingga kini tak diketahui keberadaannya.
*****
Pagi ini Fandi berpesan pada Raina untuk sebaiknya menginap di rumah Ersya karena dirinya akan pulang larut malam atau bahkan tidak pulang ke rumah. Menyelidiki kasus pembunuhan memang tak bisa hanya satu sampai dua hari saja, bahkan mereka merelakan waktu tidur dan waktu bersama keluarganya untuk menangkap pelaku. Raina bisa memahami pekerjaan kakaknya itu, bahkan ia mendukung karena memang motivasi Fandi menjadi seorang detektif adalah untuk menangkap psikopat X yang telah membunuh kedua orang tuanya.
Seperti biasa Raina selalu menunggu bus di halte dengan earphone di telinganya. Hari ini ia menerima pesan dari Jovan yang untuk menunggunya di halte karena dia ingin berangkat ke kampus bersama Raina, lagi. Raina justru senang karena berarti dia tidak akan kesepian di dalam bus.
Bus tujuan mereka telah datang. Raina dan Jovan masuk ke dalam bis bersama beberapa penumpang lainnya. Ketika hendak duduk, Raina mengernyitkan dahinya saat melihat seseorang yang tak asing baginya sedang duduk bersama gadis yang memakai baju dengan warna yang sama dengan orang itu. Seperti sepasang kekasih mungkin? Ya, mereka terlihat seperti itu di mata Raina saat ini. Si gadis tersebut terlihat bahagia dan mengajak bicara laki-laki di sampingnya itu. Sedangkan lawan bicaranya hanya diam sambil tersenyum, namun terlihat masih merespon ucapan gadis di sampingnya.
"Jov, kau lihat tidak? Arah jam empat. Kursi belakang bagian kanan, itu Reyhan, kan? Dengan siapa dia? Apa itu pacarnya?" tanya Raina dengan nada curiga namun pelan agar tidak ada yang mendengar ucapannya.
Jovan menengok sekilas ke arah seseorang yang Raina maksud. "Oh itu? Dia Dhita dari jurusan lain di fakultas kita. Aku juga tak tahu kalau Reyhan dengan wajah dingin seperti itu bisa mengenal Dhita." balas lelaki berkulit sawo matang yang duduk di samping Raina itu. Jovan menanggapinya dengan santai meskipun ia juga sedikit penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
X dan Dia
Mystery / Thriller'Mungkin tak semua orang dapat memahami apa yang kita rasakan. Tak sedikit pula orang hanya ingin tahu, bukannya benar-benar peduli.' Itulah yang dirasakan Raina. Seorang gadis yang memiliki trauma akibat pembunuhan kedua orang tuanya. Sembilan tahu...