Pagi yang dingin. Bau tanah yang kering setelah sekian lama ditinggal air terasa segar di teras rumah mereka. Namun bagi Fandi pagi ini terasa panas. Terlihat beberapa kali ia menyeka keringat di dahinya. Raina mengikuti Fandi hingga ke teras rumahnya. Kakaknya benar-benar sedang tergesa-gesa.
"Ada apa, Kak? Apa terjadi kasus lagi? Kenapa kau pergi pagi sekali?"
Fandi yang sedang memakai sepatu kemudian menghentikan sejenak aktivitasnya itu dan menoleh ke arah Raina. "Ini gila Rain. Semalam terjadi pembunuhan lagi. Kakak harus segera ke kantor. Kau hati-hati saat ke kampus."
Raina menaikkan alisnya seolah tak percaya perkataan kakaknya. "APA?! Lagi-lagi pembunuh itu..."
Fandi berdiri dari duduknya dan menyeka keringat di pelipisnya. "Hubungi kakak jika terjadi sesuatu." ucap Fandi seraya meninggalkan rumahnya dan bergegas menuju kantor.
.
.
.
."Rain? Kau kenapa?" tanya Reyhan saat melihat Raina melamun.
Raina memijat pelipisnya kasar, pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan tentang bagaimana bisa pembunuhan ini terus berlanjut? Dan apakah pembunuh itu memang sengaja mengulangi aksi membunuhnya?
"Rey...semalam terjadi kasus lagi. Benar-benar tak bisa kupercaya. Kasus ini malah menambah korban."
Raut terkejut terlihat dari wajah Reyhan dan Jovan.
"Terjadi kasus lagi?!" tanya Reyhan dengan suara meninggi. Raina hanya mengangguk sebagai jawaban. Seketika tatapan Reyhan berubah sendu. Ia juga tak menyangka jika kasus pembunuhan ini terus berlanjut dan memakan korban lagi.
"APA?! Aku belum mendengar apapun dari Ayahku. Bagaimana bisa pembunuhan ini terus berlanjut? Ini sudah kasus ketiga." sambung Jovan tak kalah terkejut. Ia sama sekali belum mendengar kabar tentang kasus ketiga dari Ayahnya.
"Apakah para detektif masih belum menemukan pelakunya? Bagaimana jika pembunuhan ini terjadi seperti sembilan tahun yang lalu? Dari berita yang kudengar, pembunuhan dulu sampai memakan sepuluh nyawa." ucap Ersya seraya mendudukan dirinya di bangku. Ia baru saja berangkat dan langsung paham dengan obrolan teman-temannya.
Mendengar ucapan Ersya membuat ketiga orang itu menoleh dan menatap Ersya serius. "Jangan bicara seperti itu Sya. Para detektif masih berusaha menyelidikinya." ucap Raina.
Keempat mahasiswa itu sedang membicarakan kasus pembunuhan yang sedang terjadi selagi menunggu dosen mereka datang.
.
.
.
.Garis polisi melintang di samping gedung yang terbengkalai, tepatnya sebuah lahan kosong yang dulunya adalah tempat parkir gedung tersebut. Tempat yang tak jauh dari halte itu menjadi tempat kejadian perkara pada kasus ketiga.
Para detektif menelusuri TKP untuk menemukan jejak pelaku. Korban masih memiliki luka tusukan di leher kanannya, bekas cekikan, dan tanda X pada telapak kakinya. Tim Pak Saga merasa geram karena masih belum menemukan X. Bagaimana tidak? Korban terus berjatuhan, pembunuhan terus berlanjut, namun hingga saat ini mereka tak memiliki seorang pun tersangka.
Reno yang baru datang ke TKP langsung berdiri di samping Fandi yang berada tak jauh dari mayat korban. Ia menyipitkan matanya, menatap mayat wanita yang menurutnya agak familiar baginya. Ya, Reno pernah melihatnya.
Sesaat setelah Reno sadar siapa wanita yang menjadi korban ketiga, ia menepuk pelan pundak Fandi. "Fan..dia adalah wanita yang kulihat sedang bersama Gavin di depan kafe semalam."
KAMU SEDANG MEMBACA
X dan Dia
Misterio / Suspenso'Mungkin tak semua orang dapat memahami apa yang kita rasakan. Tak sedikit pula orang hanya ingin tahu, bukannya benar-benar peduli.' Itulah yang dirasakan Raina. Seorang gadis yang memiliki trauma akibat pembunuhan kedua orang tuanya. Sembilan tahu...