Suara siulan. Itu yang didengar Raina dari sambungan telepon Jovan. Ia mulai melangkah mundur menjauhi Jovan. Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Raina teringat suara siulan yang sama dengan kejadian sembilan tahun yang lalu.
"Halo? Yah Jovan ingin bertanya, apakah terjadi kasus lagi?" tanya nya dengan menaikkan alisnya kemudian tampak mengangguk-anggukan kepalanya, tanda ia mengerti dengan apa yang dikatakan orang di telepon itu.
Tak lama Jovan menutup sambungan teleponnya. Ia menoleh ke arah Raina.
"Rain kata Ayahku, memang benar jika kasus keempat telah terjadi."
Raina melangkah maju kembali mendekati Jovan. "A-Ayahmu? Tapi kenapa aku mendengar suara siulan tadi?"
"Oh itu. Ayahku memang suka bersiul seperti itu jika mengangkat teleponku. Sungguh pembuka yang aneh bukan?" ucapnya sambil tersenyum.
.
.
.
.
Garis polisi terpasang di sekitar taman bermain yang sudah tak terpakai. Kini tempat itu menjadi TKP kasus keempat. Para detektif sedang menyelidiki apakah ada jejak atau DNA pelaku yang tertinggal. Hingga terdengar teriakan dari Fandi yang baru saja tiba dan melihat mayat korban."TIDAKK! Ke-kenapa kau terbaring disini..." ucapnya histeris dengan tatapan sendu. Ia sungguh tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Fandi berlutut disamping gadis tak bernyawa itu. Menatapnya lekat dengan raut kesedihan mendalam. Matanya berkaca-kaca dengan air mata siap mengalir di pipinya.
Reno dan yang lainnya menghampiri Fandi dan bertanya kenapa dia histeris melihat mayat korban. Bahkan hingga meneteskan air matanya.
"Kenapa Fan? Apa kau mengenalnya?" tanya pria berjaket coklat dengan raut kebingungan.
Fandi berdiri, mengusap air matanya kasar dan berganti menoleh ke pria di belakangnya.
"Dia...Dia Ersya. Teman dekat adikku Pak." kata Fandi pada Ketua nya dengan jari telunjuk menunjuk mayat disampingnya.
"Apa kau bilang?! Korban ini adalah teman Raina?" sambung Reno sembari mendekat ke arah mayat untuk melihatnya lebih jelas.
Reno mengedarkan pandangannya di sekeliling mayat gadis itu dan melihat sebuah angka disamping korban, "Tunggu...angka apa ini?"
Pak Saga dan Fandi menoleh kearahnya dan memperhatikan angka tersebut.
Fandi membaca angka disamping tubuh korban, "141594? Angka apa ini? Bukankah ini ditulis dengan darah?"
"Apakah ini semacam kode?" tanya Pak Saga dengan menyipitkan matanya melihat angka tersebut.
Tiba-tiba seorang pria datang dan mendekat ke arah mereka. "Maaf terlambat. Bagaimana dengan korban?"
"Kau seharusnya yang lebih tahu tentang korbannya, Detektif Dion." tegas Fandi dengan tatapan sinis, kemudian beranjak meninggalkannya dengan diikuti Reno dibelakangnya.
Fandi berada di dalam mobilnya dengan Reno berada disampingnya. Keheningan menyelimuti suasana dua detektif itu. Mereka terhanyut oleh pikiran masing-masing. Hingga ponsel Fandi bergetar, menandakan sebuah notifikasi masuk.
DRTDRTT..
10:05
Raina : Kak bagaimana kasusnya? Pagi ini Ersya tidak bisa dihubungi, aku khawatir dengannya.
Fandi memijat pelipisnya setelah membaca pesan dari adiknya. Ia sangat bingung, bahkan tidak tahu cara memberitahu keadaan Ersya padanya. Fandi takut jika Raina akan sangat histeris mengetahui berita ini.
10:08
Fandi : Selesai jam berapa kuliahmu? Kakak ingin bicara. Jika sudah pulang, kau langsung saja ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
X dan Dia
Mystery / Thriller'Mungkin tak semua orang dapat memahami apa yang kita rasakan. Tak sedikit pula orang hanya ingin tahu, bukannya benar-benar peduli.' Itulah yang dirasakan Raina. Seorang gadis yang memiliki trauma akibat pembunuhan kedua orang tuanya. Sembilan tahu...