Part 2

975 52 0
                                    

Sagam Alfi Mahendra dan Sakha Alwi Mahendra, saudara kembar yang tidak berbeda jauh secara fisik hanya warna kulit dan tatanan rambut yang membedakan mereka. Karena profesi yang mereka tekuni berbeda bidang sehingga membuat perbedaan mereka cukup jelas.

Sagam sejak lulus SMA mendaftar sebagai taruna di kepolisian. Latihan fisik yang dia lakukan selama pendidikan membuat tubuhnya yang sebelumnya sudah terbentuk menjadi lebih tegap berwiba ditambah dengan tatanan rambut khas seorang polisi dan kulit eksotisnya.

Sakha sejak lulus SMA memilih meneruskan kuliah di luar negeri hingga menjadi pengusaha muda yang sukses di negeri orang lebih tepatnya di New Zeland. Fisik serupa dengan sang kakak, tubuh tegap dan kekar hasil dari olahraga dan ngegym yang rutin dia lakukan serta tatanan rambut khas seorang CEO muda dan kulit putih cenderung pucat.

"Dek, kapan pulang? Seminggu lagi aku bisa ambil cuti cukup lama mungkin. Pulang yuk kasih kejutan ke Mama." Ujar Sagam saat mereka sedang video call.

Meskipun jauh keduanya tidak pernah putus komunikasi sekalipun hanya bertukar pesan untuk menanyakan keadaan masing-masing. Sejak kecil mereka diajarkan untuk selalu menyayangi dan saling membantu satu sama lain.

"Boleh. Kapan?"

"Seminggu lagi. Bisa?"

"Bisa." Shaka menjawab sesingkat mungkin.

Bukan karena dia sedang kesal atau marah tapi memang begitulah Shaka. Baru setelah Sagam atau keluarganya yan lain marah dengan cara Shaka menjawab, dia akan mulai agak memberi jawaban yang cukup panjang.

"Ck! Lagi mau ngajakin ribut, Dek?"

"Nggak ada yang salah dengan jawabanku." Jawab Shaka menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Ya, emang. Tapi kan bisa kali kalau jawabnya agak panjangan. Kesannya kayak aku lagi maksa kamu untuk pulang ini."

"Ya udah, kita pulang seminggu lagi. Mau berapa lama di rumah?"

"Semingguan mungkin atau bisa lebih cepat kalau aku tiba-tiba ada panggilan tugas."

"Oke. Aku bakalan atur jawadlku nanti."

"Haah... Kalau kamu begitu terus perempuan mana yang mau deket-deket kamu, Dek." Sagam menghela nafas prihatin melihat adiknya yang menurutnya cuek. Bahkan kepada keluarganya sendiri.

"Kayak sendirinya udah punya aja." Gumam Shaka pelan namun masih bisa di dengar Sagam.

"Kita emang sama-sama belum punya pacar, tapi kalau sikapmu gitu terus mana mau ada yang dekat."

"Nanti kalau udah waktunya pasti juga ada. Kalau bisa jangan lama-lama di rumah. Sekalipun lama itupun karena liburan. Bisa?"

Sagam mengulum senyum mengerti dengan maksud ucapan adiknya. Dia pun merasa kurang nyaman berada di rumah. Itulah kenapa dia jarang pulang meski Bandung-Jakarta dekat. Shaka lebih parah lagi, jika bukan karena Mama mereka yang menyeret pulang, Shaka tidak akan pulang. Sekalipun dia ada perjalanan bisnis di Indonesia.

Mood Sakha seketika hancur mengingat alasan yang membuatnya jarang pulang. Ia jadi berfikir untuk membatalkan niatnya bersama Abangnya untuk pulang. Meskipun ia sangat merindukan kedua orangtunya tapi ada hal lain yang membuatnya merasa berat untuk pulang. Begitupula dengan Sagam, meskipun ia enggan pulang dengan alasan yang sama, dia mencoba untuk mengesampingkan itu semua demi bertemu orangtanya. Bagaimanapun juga orangtua mereka lebih utama tapi tetap saja membuat mereka kesal dan pada akhirnya membuat mereka jarang pulang ke rumah.

"Iya Abang paham, Abang juga malas sebenarnya tapi Mama sama Papa jauh lebih penting. Masalah itu bisa kita urus nanti yang penting kita bisa ketemu dan kumpul lagi sebelum mereka tahu kita pulang. Pokoknya rencana kita harus jadi, segera selesaikan pekerjaanmu selama satu minggu ini dan kosongkan jadwalmu setelahnya. Abang tahu kamu pasti ingin membatalkan rencana ini. Bagaimana?" Tanya Sagam menuntut jawaban kepada adiknya.

Takdir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang