Part 18

553 54 7
                                    

Hari ini adalah hari ketujuh meninggalnya Sagam, sekaligus hari terakhir diadakannya tahlilan. Sesuai permintaan Hanum, hari ini dia akan memberikan jawaban atas permintaan terkhir dari almarhum Sagam. Semenjak keluarga Sagam mengutarakan permintaan terakhir almarhum, entah kenapa Hanum selalu berpapasan dengan Shaka. Seolah-olah takdir mendukung mereka untuk bersama.

Seperti hari keempat tahlilan, Hanum yang kesusahan berdiri setelah mengikuti tahlilan, tiba-tiba Shaka datang membantunya untuk berdiri. Hari kelima, Hanum mencari Mbok Jum untuk membelikan kebutuhannya sebagai seorang perempuan namun Mbok Jum sedang ke pasar membeli bahan-bahan untuk sajian. Hanum terkejut sekaligus malu menerima pesan gambar dari Shaka. Dalam pesan tersebut Shaka menanyakan merk yang biasa dipakai Hanum. Dengan teramat malu Hanum menjawabnya dan meminta maaf pada Shaka. Hari keenam, mereka lebih sering bertemu daripada sebelumnya. Karena kejadian hari kemarin, Hanum berusaha sebisa mungkin menghindari Shaka karena malu. Semakin dia berusaha menghindar semakin sering mereka berpapasan. Tapi saat mereka berpapasan, Shaka menahan lengan Hanum dan mengatakan bahwa sudah menjadi tugasnya untuk membantu Hanum seperti kemarin.

Sekarang Hanum sedang menonton tv sendiri karena semua keluarga Mahendra sedang pergi untuk menyiapkan acara tahlilan nanti malam. Tidak ada siapapun di rumah termasuk Mbok Jum karena Bu Anisa juga mengajaknya. Tiba-tiba Shaka duduk di sebelahnya setelah meletakkan secangkir teh hangat dan sepiring kue.

Shaka Pov

Semua orang pergi untuk membeli perlengkapan tujuh harinya Bang Sagam. Entah apa yang mereka beli, Mama mengajak semuanya termasuk Mbok Jum. Namun melarangku untuk ikut agar Hanum tidak sendirian di rumah meski ada Pak Ujang, satpam rumah. Padahal tadi Mama ngotot aku harus ikut, setelah aku siap Mama melarangku ikut karena ingat Hanum di rumah sendiri karena kakinya masih sakit. Akhrinya aku tidak jadi ikut dan menunggu mereka berangkat lebih dulu lalu masuk ke dalam rumah.

Aku senang, sedikit demi sedikit Mama mulai menerima kepergian Bang Sagam dan berhenti menangis. Mama mulai kembali seperti sebelumnya, selalu heboh. Hanya sesekali saja Mama menagis dan itu wajar karena teringat Bang Sagam. Sepertinya kehadiran Hanum mengobati sedikit rasa kehilangan Mama.  Saat masuk ke rumah, aku mendapati Hanum sedang duduk menonton televisi.

“Bagaimana kondisi kakimu?” Tanyaku setelah duduk disebelahnya.

Tetap ada jarak karena kami bukan muhrim, belum lebih tepatnya. Aku akan membuat Hanum menyetujui permintaan terakhir Bang Sagam.
Hanum menoleh padaku terkejut melihatku ada di rumah padahal tadi dia melihat jika Mama memaksaku ikut.

“Mas Shaka kenapa bisa ada disini?” Tanyanya lirih seolah tidak percaya jika aku duduk di sebelahnya.

“Mama melarangku ikut karena kamu akan di rumah sendirian.”

“Aku tidak apa-apa di rumah sendiri. Lagipula kaki ku juga mulai membaik kata dokter, jadi tidak masalah jika aku berada di rumah sendiri.”

“Sudahlah. Lagipula mereka juga sudah berangkat.” Kami terdiam setelahnya, dia fokus dengan menontonnya dan aku fokus dengan camilanku.

“Apa kamu akan menolak permintaan Bang Sagam?” Aku lirik dari sudut mataku dia terlihat menghembuskan nafas panjang. “Aku tidak tahu.” Jawabnya lirih. Matanya sudah tidak fokus lagi pada televisi meski dia masih menontonya.

“Kenapa?”

“Ini terlalu mendadak untukku. Pernikahan kami, kepergiannya dan permintaan terkhirnya, semua begitu mendadak untukku. Aku tahu Mas Sagam begitu menyayangi Mas Shaka hingga apapun urusan pernikahan kami, nama Mas tidak pernah ketinggalan. Aku tahu dia menginginkan Mas mendapatkan pendamping hidup yang tepat tapi haruskah itu aku? Mas pasti memiliki kriteria pendamping sendiri. Jangan karena permintaan Mas Sagam, Mas jadi mengesampingkan kehidupan pribadi dan mengabulkannya. Mas punya kehidupan sendiri yang harus Mas jalani dengan pasangan Mas kelak.” Dia mengalihkan pandangannya keluar.

Takdir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang