Part 13

485 30 0
                                    

Shaka Pov
Hari ini aku membatalkan jadwalku sesudah makan siang dan tidak lagi kembali ke kantor karena harus mengantarkan calon kakak ipar untuk fitting baju dan segala macam persiapan pernikahan.

Seharusnya ini tugas Bang Sagam sebgai calon suami namun karena dia harus bertugas ke Sulawesi sebelum pindah tugas ke Jakarta nantinya, jadi aku manggantikan tugasnya disini. Aku sedang di jalan menuju rumah Hanum. Ternyata dari kantor ku ke rumah Hanum tidak begitu jauh hampir sama dengan ke rumah mama ke kantor.

Akhirnya aku sampai setelah tiga puluh menit berkendara. Jujur aku tidak tahu harus bersikap bagaimana karena ini adalah pertama kalinya aku bertemu keluarga Hanum. Berbeda dengan Bang Sagam yang mudah berbaur aku termasuk orang yang sulit beradaptasi dengan orang baru.

“Assalamu’alaikum…” aku mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Tidak lama pintu terbuka dan keluarlah seorang wanita memakai hijab. Belum terlihat tua di usianya, mung Mamanya Hanum.

“Wa’alaikumsalam. Wah ini pasti Nak Shaka yah. Bunda sampai nggak bisa bedain lho, kirain tadi Nak Sagam.” Seru wanita tersebut yang memanggil dirinya Bunda.

“Oh ya, saya Bundanya Hanum. Kamu panggil Bunda juga yak kan kamu juga bakal menjadi anak Bunda. Ayo masuk dulu Nak, Hanum udah siap kok.”

“Nggak usah Bunda. Shaka tunggu disini saja.” Sahutku setelah mencium tangannya, merasa canggung memanggilnya Bunda. Beliau terlihat sangat lemah lembut dan penyayang beda dengan Mama yang heboh. Sebenarnya sungkan juga kalau harus masuk rumah, pasti jam segini laki-laki di rumah ini masih bekerja lagipula ini juga masih hari kerja.

“Udah ayo masuk. Tenang saja di dalam ada suami Bunda jadi nggak perlu sungkan untuk masuk.” Ujar Bunda seolah mengerti yang kupikirkan.

Lalu Bunda mengajakku masuk ke dalam rumah dengan menggandeng tanganku. Mau tidak mau aku ikut masuk juga, nggak enak juga mau ngelepas genggaman tangan Bunda. Kami sampai di ruang keluarga. Disana aku lihat ada seorang laki-laki paruh baya mungkin Ayahnya Hanum, seorang perempuan entah siapa dan Hanum duduk di sampingnya dengan menggendong anak kecil. Aku terpesona melihat interaksi Hanum dengan anak kecil dipangkuannya. Entah kenapa rasanya begitu tenang melihat mereka. Seolah-olah melihat keluargaku sendiri, istri dan anakku. Suara deheman menyadarkanku dari lamunan gila ini.

“Ekhmm.. Nggak usah di genggam terus juga kali Bun, tangannya. Nggak mau nyebrang juga ini.” Orang yang ku perkirakan Ayah Hanum menatapku tajam. Aku baru sadar jika tannganku masih di genggam Bunda.

“Si Ayah cemburu tuh, Bunda gandeng cowok lain. Masih muda pula.” Sahut perempuan di samping Hanum. Ku lihat Hanum hanya mengulum senyum mendengarnya.

“Dih si Ayah udah tua juga masih cemburuan. Malu sama Erlangga tuh.”

“Gimana nggak cemburu kalau sampai sekarang nggak dilepas juga genggamannya. Mau nikung Ayah ya kamu?” jawab Ayah menatapku sebal karena tidak juga melepaskan tangan Bunda. Aku melepaskan genggaman kami lalu mengulurkan tangan pada Ayah untuk mencium tangannya. Sepertinya Ayahnya Hanum sudah tahu siapa aku karena beliau langsung bertanya seperti itu.

“Kalian mau langsung berangkat? Nggak makan siang dulu?” tanya perempuan yang duduk di sebelah Hanum yang ternyata kakak ipar Hanum. Hanum memberikan Erlangga pada Ibunya lalu mengajakku untuk berangkat sekarang.

“Nggak usah Mbak, nanti aja kalau urusannya sama WO udah kelar. Kami berangkat dulu.”

“Hati-hati ya Nak Shaka nyetirnya. Nanti makan malam disini saja, Ayah nggak merenima penolakan.”

“Iya Om. Pasti saya akan hati-hati.”

“Kamu panggil istri saya Bunda dan panggil saya Om. Maksud kamu saya ini nggak pantes jadi suaminya Bunda gitu?” Ucapan Ayah mengundang tawa semua orang di ruangan tersebut.

Takdir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang