Part 16

506 42 2
                                    

Hanum duduk di pinggir jendela kamarnya. Memperhatikan rintik hujan yang turun sejak menjelang subuh pagi tadi. Sekarang jam menunjukkan pukul delapan pagi. Seluruh keluarganya pergi melayat ke rumah Sagam. Mengantar kepergian Sagam yang begitu cepat. Memberikan penghormatan terakhir kepada Sagam sebelum di makamkan hari ini juga.

Tanpa sadar air matanya luruh. Menyaingi rintik hujan yang membasahi bumi. Kedua sahabatnya hanya bisa duduk diam di sofa kamar memperhatikan Hanum. Tidak ada kata terbaik yang mampu menghibur Hanum saat ini. Dengan kehadiran mereka sekarang menemani Hanum sudah lebih dari cukup bagi Hanum daripada kata-kata penghibur.

Sejak ia duduk dipinggir jendela, kotak pemberian Sagam tidak pernah ia lepas dari pelukannya. Itu adalah pemberian pertama dan terakhir yang diberikan oleh Sagam. Ia ingin memeluknya selama mungkin untuk mengingat Sagam. Meskipun perasaan cinta itu belum tumbuh sepenuhnya di hatinya, namun Sagam mampu membuat tempat tersendiri di hatinya. Tempat sebagai seorang lelaki yang selalu mengingatkannya dengan kewajiban sebagai seorang muslimah. Menjalankan perintah Allah sebagai umat-Nya.

Hanum menggapai ponselnya yang berada di atas meja dekat jendela. Memutar kembali rekaman video call mereka kemarin pagi. Sebelum kejadian naas tersebut menimpa Sagam. Mendengarkan lagi dan lagi saat Sagam mengaji, membuat air matanya jatuh semakin deras.

Maya dan Fillea yang ikut mendengarkan bergerak memeluk Hanum, menumpahkan kesedihan mereka beresama. Setelah cukup lama mereka menangis bersama, setelah mereka mampu mengatur nafas, Hanum mulai membuka suara.

“Aku tidak menyangka ini akan menjadi video call terakhir kami. Aku tidak merasa bahwa dia akan pergi untuk selama-selamanya. Aku pikir dia menghubungi lebih awal karena ini hari-hari terakhirnya tugas disana sehingga dia akan lebih sibuk dan tidak sempat untuk menghubungiku. Ternyata ini menjadi video call terakhir kami.” Hanum membuka pembicaraan dengan menahan tangis.

“Dia laki-laki yang baik. Begitu sopan dan sangat menghargai perempuan. Dia seperti Kakak bagiku, selalu mengingatkan sholat, mengingatkan untuk makan, untuk istirahat bahkan baru aku ketahui ternyata dia orang yang jahil. Sangat menyayangi keluarganya terutama adik kembarnya.” Lanjut Hanum menerawang kembali kebersamaan mereka.

“Allah lebih menyayanginya daripada kita, Num. Kita hanya bisa mengikhlaskan dan mendoakannya agar dia ditempatkan di tempat terbaik.” Ujar Maya memeluk Hanum dari samping sedangkan Lea ikut duduk di pinggir jendela dan memeluk Hanum dari belakang.

“Ya… Allah pasti akan memberikan tempat terbaiknya untuk Mas Sagam. Dia sudah tenang disana jadi kita harus mengikhlaskan dia agar jalannya lebih lapang.” Sahut Hanum dengan menghembusakan nafas mencoba menahan air matanya.

“Itu pasti Num. Mas Sagam pasti akan mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.”

“Jadi bisakah kita mulai dengan berhenti menangis agar jalannya Mas Sagam lebih lapang?” Sahut Lea yang akhirnya berbicara setelah tangisnya reda.

“Tentu. Aku sudah berjanji kepada Kak Hangga kemarin malam. Aku akan menangis sepuasnya sekarang untuk merelakannya pergi dan aku akan tersenyum untuk mengantarkannya pergi.”

“Baiklah. Sekarang cuci mukamu lalu kita pergi untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Mas Sagam.” Ujar Lea lalu bangkit ke kamar mandi membasuh muka. Saat Lea kembali Hanum masih duduk di tempatnya, tidak ada niat sedikitpun untuk beranjak.

“Ayo, kenapa masih duduk disini. Itu Maya udah selesai cuci mukanya. Kakimu masih sakit ya? Mau aku tuntun ke kamar mandi?” Lea mendekati Hanum dan mengelus lengannya memberikan kekuatan. Hanum menggeleng lalu menoleh kepada kedua sahabatnya.

“Mas Sagam… Memintaku datang ke rumahnya besok, sesuai jadwal kepulangannya bertugas. Mas Sagam memberiku baju ini untuk dipakai saat dia pulang nanti. Dari dua baju yang diberikan, Mas Sagam memintaku mengenakan yang warna hitam. Katanya dia sangat menyukai desainnya, entah benar-benar suka atau memang ini cara dia berpamitan padaku” Jelas Hanum pada keduanya dengan senyum dipaksakan.

Takdir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang