20. Boyz With Fun

637 66 3
                                    

Hyora's POV

BUKU-BUKUKU yang berserakan di atas meja mulai kumasukkan ke dalam tas bersama dengan peralatan tulis lainnya. Di sebelahku Hyegi memperhatikan sambil menggeleng-gelengkan kepala karena melihatku yang sedang kerepotan membereskan barang-barang selagi berbicara dengan Taehyung di telepon.

"Kau tahu aku bisa menjemputmu, Shin Hyora." Suara Taehyung di seberang sana tidak terlepas dari perasaan gelisahnya.

"Seokjin oppa bilang dia akan menjemputku, jadi jangan terlalu khawatir." Setelah semuanya sudah masuk, aku menutup tasku dan menyampirkannya di bahu.

"Kau yakin?"

Aku terkekeh kecil menyadari betapa bisa keras kepalanya pria itu. "Kau tidak percaya pada kakakku? Wah, dia pasti akan kecewa mendengarnya."

"Aniya, bukan seperti itu. Hanya sajaakh! Pokoknya jaga dirimu, kau dengar aku?"

Tawaku hampir meledak jika tidak mengingat bahwa Hyegi sedang memandangiku. "Kau bisa percaya padaku. Akan kujaga diriku ini baik-baik."

Terdengar hembusan napas panjang di sana. Aku yakin sekarang Taehyung tengah menyisir rambutnya ke belakang dengan wajah mengerut. "Baiklah. Pastikan untuk meneleponku jika kau sudah ada di rumah, kau mengerti?"

"Tidak akan lupa." Aku tersenyum sembari melihat ke arah Hyegi yang mulai bosan menungguku. "Aku harus pergi. Kau harus memakan makan siangmu, Kim Taehyung. Harus! Sampai jumpa nanti."

Tut tut tut

"Manis sekali." Hyegi mencebik. Aku hanya membalasnya dengan cengiran lebar. Padahal saat jam istirahat tadi dia dan Yoongi juga menganggapku seakan tidak ada di sekitar mereka.

"Ayo kita berangkat." Aku bangkit dari dudukku dan menarik tangan Hyegi untuk ikut berdiri.

"Kenapa sekarang rasanya sulit sekali jika ingin membawamu ke mana-mana. Aku harus mendapatkan dua izin dari pria yang sangat over protective padamu."

Aku tersenyum karena perkataan itu dan mengait lengan Hyegi selagi kami berjalan menuju halte. "Mereka dua Kim yang sangat berharga untukku. Kau juga, Kim Hyegi."

"Ya, seperti kedengarannya. Tapi mereka tidak harus cemas. Maksudku, ini hanya aku yang akan membawamu ke perpustakaan kota untuk belajar persiapan ujian nanti. Bisakah salah satu di antara mereka percaya padaku?"

"Tentu saja mereka percaya padamu. Hanya saja, mereka harus memastikan lebih jelas lagi."

"Itu sama dengan tidak percaya," ujarnya sinis. Matanya berputar kesal. "Dia tidak akan menjemputmu?"

Aku mengangguk mengiyakan. "Dia ingin sekali, tapi Seokjin oppa sudah lebih dulu bilang akan menjemputku."

"Karena kau memberitahunya lebih dulu."

"Karena dia kakakku."

Hyegi menepuk-nepuk tanganku yang terkait di lengannya. Air wajahnya mendadak berubah. "Kau masih menyukainya?"

Napasku mendadak tertahan di tenggorokan.

Terkadang aku masih mengingat perasaanku pada Seokjin tentang aku yang menginginkan hubungan kami lebih dari sekedar saudara angkat. Kehangatan yang pria itu berikan membuatku jatuh melebihi batas yang seharusnya. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri bahwa perasaan ini salah. Aku tahu itu. Namun hatiku tidak bisa menahannya.

Seokjin tidak pernah tahu. Tentu saja. Aku tidak akan pernah memberitahunya. Aku menyimpan semuanya sendirian sampai akhirnya Hyegi menyadarinya. Aku membenci fakta bahwa gadis itu sangat teliti pada perubahan kecil yang terjadi padaku. Dia juga sudah acap kali berkata kalau aku harus memusnahkan perasaan ini. Tapi itu tidak semudah bayangan percobaannya.

StigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang