PUNGGUNG Taehyung refleks menyatu dengan tembok bata di jalanan sempit selagi matanya mengawasi bangunan tua yang berjarak 12 meter di sebelah timur. Rekan-rekannya yang lain juga melakukan hal yang sama. Gang kecil tempat mereka berhenti cukup melindungi posisi mereka karena keadaan yang gelap.
"Jae In, ada berapa orang yang berjaga di luar?" Daewook bertanya melalui alat komunikasi yang terhubung pada semua anggota dalam operasi.
"Ada 13 orang menyebar di sekeliling bangunan. Mereka semua bersenjata," jawab Jae In cepat tanggap. "Taehyungie hyung benar, tempat ini memiliki pengaman yang canggih di setiap pintu. Tidak seperti tempat mereka yang sebelumnya. Kurasa itu akan lumayan memakan waktu kita."
"Aku bisa mengurus itu." Taehyung menyahut sambil memandang Daewook yang bersender di tembok seberang.
"Bagus. Kuserahkan itu padamu." Daewook mengangguk puas. "Ayo maju!"
Sesaat setelah Daewook memberi perintah, derap langkah kaki yang saling beradu menggema di keheningan malam. Suara ombak yang menghantam dinding dermaga pun ikut mengiringi ketegangan.
Taehyung berlari di samping Namjoon sambil terus waspada dengan keadaan sekitar. Bangunan markas Jaehyun tidak terlalu besar seperti dugaan ekspektasinya. Namun, berdasarkan informasi yang telah dia retas beberapa jam lalu, ada lebih dari seratus orang anak buah Jaehyun yang menempati tempat itu.
Hal tersebut menjadi satu di antara banyak masalah yang dikhawatirkan Taehyung, karena tim mereka hanya berangkat dengan total jumlah enam belas orang.
Walau begitu, Daewook mengatakan kalau rekan-rekan yang dia ajak adalah orang-orang terbaik di timnya. Jadi seharusnya mereka tidak perlu takut kalah jumlah. Toh, kualitas lebih menentukan dibanding kuantitas.
Lima meter menuju markas Jaehyun, salah seorang yang menjaga di luar bangunan melihat keberadaan mereka dan lekas berseru memperingati yang lain dengan bahasa Mandarin.
Secara otomatis tangan Taehyung terangkat membidik pria itu. Tembakannya meluncur bersamaan dengan empat pria lain berdatangan dengan senjata di tangan mereka.
"Taehyung, pergilah dan buka semua pintu di tempat ini. Namjoon, ikutlah dengan Taehyung. Kau juga, Jungwon. Biar aku dan yang lain mengurus di sini."
Tanpa bicara lagi, pria yang disebutkan namanya oleh Daewook bergegas menuju ruang panel listrik yang ada di belakang gedung selagi sisanya tinggal dan melumpuhkan semua anak buah Jaehyun yang terus memunculkan diri satu per satu.
<STIGMA>
Ibu jari Hyora menyentuh pelan luka di sudut bibirnya. Darahnya sudah mengering, namun masih terasa sakit sekali. "Ah, wajahku pasti membiru setelah ini."
Sudah lebih dari dua belas jam Hyora menunggu pahlawan yang akan membebaskannya dari penculikan ini datang menjemput, tetapi dia masih belum mendapat kabar apa-apa dari luar ruangan tempatnya dikurung. Hyora hanya bisa duduk termenung, sesekali berjalan ke sekeliling ruangan untuk meregangkan tubuhnya, dan mengintip keadaan di luar lewat celah kecil di bawah pintu selama dua belas jam itu.
Jaehyun menepati perkataannya. Pria itu tidak mengusik Hyora sama sekali. Bahkan tidak repot-repot menyuruh anak buahnya untuk mengantarkan Hyora makanan, atau paling tidak air untuknya minum. Tidak akan munafik, dia juga manusia yang bisa kelaparan. Apalagi saat malam dirinya diculik, Hyora belum sempat memakan sesuatu yang berat untuk mengisi perutnya. Dia sampai mengutuk karena itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stigma
FanfictionKim Taehyung, seorang hacker handal di usianya yang seharusnya masih duduk di bangku sekolah menengah atas, tidak sengaja menjerumuskan gadis yang menolongnya saat mabuk ke dalam bahaya besar yang mengancam nyawa. Untuk menebus kesalahannya tersebut...