34. Make It Right

434 51 13
                                    

SEKALI lagi, Hyora hari ini sukses besar membuat Taehyung gelisah tak karuan dan tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya sedikitpun. Rasanya ingin sekali dia memberi penghargaan pada gadisnya itu karena tidak pernah gagal mengirimkan rasa takut pada pikirannya.

Beberapa menit yang lalu, Seokjin menelepon Taehyung untuk menanyakan keberadaan adik perempuannya satu itu, karena sudah satu jam terlewati sejak jam kerjanya, Hyora belum datang ke café dan tidak menjawab ketika ditelepon.

Mendengar itu, Taehyung yang sedang mencari minuman untuk menyegarkan diri di pantry, berlari kembali keluar sambil mencoba menelepon Hyora dengan gerakan kalang kabut yang menjadikannya pusat perhatian di lobi. Namun sebelum ia bahkan sempat menekan tombol papan telepon, ponselnya terlanjur kehabisan daya.

Taehyung sampai mengeluarkan sumpah serapah karena timing yang sangat tidak pas itu. Isi otaknya tak ayal kacau balau memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Hyora belum pernah terlambat bekerja tanpa memberi kabar padanya atau Seokjin. Dan bagian yang lebih buruk lagi, Taehyung tidak bisa langsung pergi mencek keadaan gadis itu karena pekerjaannya.

Tentu saja, pikiran untuk kabur dari tanggung jawab terlintas dan hampir Taehyung lakukan. Tapi dia tidak ingin memasukkan Daewook ke dalam masalah lagi karena ulahnya. Pria itu sudah terlalu banyak menghadapi kesulitan belakangan ini, jadi Taehyung tidak ingin menambah beban.

Satu-satunya jalan yang tersisa adalah pergi ke ruangan Namjoon untuk meminta bantuan. Untungnya pria itu sudah kembali menjalankan tugas di kantor militer setelah hampir satu tahun berada di Rumania. Tidak tahu apa jadinya jika Namjoon juga tidak ada di saat seperti ini.

Ruangan pria itu terletak jauh di bagian gedung lain. Taehyung harus berlari untuk cepat-cepat sampai di sana. Pada akhirnya dia tampil dengan napas terengah-engah dan wajah bercucuran keringat di hadapan Namjoon.

"Ada apa denganmu?" Namjoon yang tadinya tengah mencek laporan pekerjaannya dikejutkan oleh pintu ruangannya yang dibuka dengan keras. Padahal tidak satu dua kali Taehyung melakukan hal itu. "Berhati-hatilah, dasar bocah ini! Pintu itu tidak terbuat dari besi. Kau bisa-"

"Pinjamkan aku ponselmu," potong Taehyung cepat, malas mendengarkan lebih panjang omelan pria di hadapannya.

"Ponselku?" tanya Namjoon, seketika sudah lupa tentang pintu ruangannya yang sebentar lagi akan lepas dari engsel. "Untuk apa?"

"Kujelaskan nanti. Kumohon, ini sangat penting." Taehyung menjawab sambil masih mencoba mengatur pernapasan dan menggosok-gosokkan tangannya memelas.

Meski bingung dengan apa yang terjadi pada temannya yang sering merepotkan itu, Namjoon menunduk membuka laci mejanya dan mengeluarkan ponsel berwarna hitam.

Tanpa basa-basi, Taehyung menyambar cepat ponsel tersebut dan langsung memasukkan nomor Hyora. Sedangkan Namjoon hanya bisa menggeleng-geleng heran.

Ketika nada sambungan mulai terdengar, Taehyung melangkah sedikit menjauh dari Namjoon yang kembali fokus dengan laporan di tangannya.

Satu, dua, tiga, empat, sampai lima bunyi nada sambungan, Hyora tak kunjung menjawab.

Tangan Taehyung mencengkram erat ponsel Namjoon sampai buku jarinya memutih. "Kumohon angkat teleponmu, Shin Hyora."

Pria itu nyaris kehilangan akal sehat saat sebuah suara akhirnya muncul.

"Yeoboseo?"

Namun suara yang Taehyung harapkan bisa didengarnya bukanlah suara gadisnya. Melainkan suara milik seorang pria tidak dikenal.

"Siapa kau? Di mana Hyora? Kenapa kau memegang ponselnya?" Jemari Taehyung membulat membentuk kepalan bersamaan dengan emosinya yang bergejolak. "Kuperingatkan kau, kalau berani menyentuhnya sedikit saja, aku tidak akan membiarkan tanganmu berfungsi lagi."

StigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang