21. For You

526 68 1
                                    

SENYAP. Sunyi. Ruang tamu yang tidak terlalu luas itu terasa mati karena kediam-diaman. Di antara dua pria yang duduk di sofa dan kursi tunggal tersebut tidak ada yang berinisiatif membuka percakapan. Padahal Hyora sudah menyuruh dua pria bemarga Kim tersebut untuk mengobrolkan apa saja agar mereka bisa lebih dekat. Namun mereka sibuk dengan dunianya masing-masing.

Seokjin yang sok berurusan dengan apapun yang ia lihat di ponselnya, dan Taehyung yang tenggelam dalam pikiran bagaimana ia harus memulai pembicaraan.

Ini benar-benar membuatnya risih. Duduk di ruang tamu hanya berdua bersama Seokjin, tanpa tahu apa yang mesti ia lakukan. Sedangkan satu-satunya orang yang betul-betul bisa diajak mengobrol tengah membantu memasak di dapur.

Mungkin sudah sekitar tiga belas menit Taehyung hanya menatap kosong ke lantai kayu. Sesekali melirik Seokjin yang merebahkan diri di sofa panjang sambil memainkan ponselnya. Bisa jadi di pandangan mata Seokjin, bayangan Taehyung tidak tertangkap pada retinanya.

Taehyung bisa mengerti jika pria itu belum mau menerima dirinya sepenuhnya. Mencoba yakin pada pemikiran bahwa dia hanya harus bersabar. Pelan-pelan nantinya dia dan Seokjin akan dapat mengobrol layaknya teman yang sudah lama mengenal.

Dengan firasat baik yang Taehyung tanamkan dalam-dalam itu, dia mulai merangkai kata-kata untuk dilontarkan.

"Uhm... Seokjinie hyung," buka Taehyung hati-hati. Dia mendapat sedikit reaksi dari lawan bicaranya berupa kerlingan tajam. Entah itu disengaja atau tidak.

"Kau bicara padaku?" Satu alis Seokjin terangkat naik.

Pertanyaan itu membuat kalimat demi kalimat yang sudah dirangkai Taehyung hilang seketika. Pikirannya mendadak kosong.

Dia menghirup napas panjang untuk merilekskan diri. Sedikit menyesal membuka pembicaraan terlebih dulu. "Aku sedang mencobanya."

"Usaha yang bagus. Tapi kita tidak sedekat itu untuk kau bisa memanggilku 'Seokjinie'." Mata Seokjin masih melekat pada ponselnya, seakan malas menatap Taehyung.

"Jadi bagaimana aku harus memanggilmu?"

Seokjin melirik. Kemudian bangun dari posisi rebahannya. "Karena kau menanyakannya, aku tidak punya pilihan. Kau bisa memanggilku 'Hyung Terlalu Tampan'."

Kedua alis Taehyung tertarik ke atas. Dia mengendalikan dirinya sendiri untuk tidak tertawa karena itu. "Algaesumnida, Hyung Terlalu Tampan."

Alih-alih, detik berikutnya malah Seokjin yang tergelak. "Kau benar-benar mengatakannya."

Karena ucapan itu, Taehyung merasa dirinya adalah orang terbodoh yang pernah ada di muka bumi. Dia memaksa untuk ikut tertawa, meski suaranya yang keluar terdengar hambar.

"Aku hanya bercanda." Tawa Seokjin berangsur-angsur mereda. "Kau bisa memanggilku apa saja sebenarnya. Aku tidak terlalu mempermasalahkannya."

Sebentar-sebentar. Apa ini? Taehyung butuh berpikir. 

Untuk beberapa saat yang lalu, dia melihat Seokjin sebagai pria tersinis sepanjang masa yang akan pernah dia temui dalam hidupnya. Lalu di satu detik selanjutnya, Taehyung berjumpa di sisi lain dari pria tersinis itu.

"Ah, geuraeyo?" Taehyung masih belum percaya pada fakta bahwa sebenarnya Seokjin bisa seramah ini. "Kalau begitu bisakah aku memanggilmu 'Jin hyung'?"

Seokjin menaruh ponselnya di atas meja dan mengangguk. "Mungkin lebih baik dengan tambahan tampan di belakangnya."

Taehyung tertawa kecil.

Ini luar biasa. Saat dia baru membayangkan suatu saat nanti Seokjin akan bersikap baik padanya, dia tidak mengira bahwa itu akan secepat ini.

"Kau tahu, aku hanya diam sejak tadi karena ingin melihat bagaimana usahamu membangun percakapan denganku," ungkap Seokjin. Dia kemudian meletakkan sikunya di kedua lutut dengan tatapan yang mengarah lurus ke arah Taehyung. "Jadi, kau melakukan tugasmu dengan baik? Aku akan mengambil kembali adikku jika kau tidak bisa menjaga dan membuatnya bahagia."

StigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang