Falling; 18

2.7K 261 3
                                    

Author POV

Sudah dua minggu Jihyun menetap di China. Memang beberapa hari ia sudah di sibuk kan dengan jadwal Lay yang padat, tapi ternyata makin ke sini jadwal Lay makin padat. Bahkan ia merasa tulang nya bakal segera putus karena kebanyakan kerja.

Hmm, di omong banyak kerja juga ga banget, yang ngeselin tuh Lay nya. Dikit-dikit suruh Jihyun. Ambilin air minta Jihyun, ambilin kaos ganti minta Jihyun, bahkan ambilin ponsel yang di sebelah nya aja minta Jihyun!

Bener-bener nyusahin. Jihyun bahkan ga bisa mikir gimana nanti dia bisa bertahan dua bulan dengan manusia seperti ini.

"Jihyun!"

Dengan langkah gontai dan kantong mata yang menghitam akibat jarang tidur akhir-akhir ini, Jihyun menghampiri Lay yang sedang duduk di kursi nya. Hari ini Lay bakal syuting acara Idol Producer, acara pencarian bakat untuk di debutkan jadi sebuah group idol dengan batas kontrak satu tahun.

Lay memegang kunci penting di sini, yaitu sebagai nation producer. Dan hari ini adalah hari pertama ia syuting.

"Apaan?"

"Judes amat." ucap Lay sambil menaikan satu alis nya. Jihyun menghela nafas lalu berdiri tegap.

"Iya, ada apa tuan?" ucap Jihyun mengulang perkataan nya tadi dengan lembut. Lay tersenyum lalu memerintah nya untuk lebih mendekat.

"Ambilin mantel gue dong."

Jihyun menegakan badan nya, ia menoleh ke belakang sekilas lalu kembali menghadap ke Lay.

"Please, apa guna nya lo punya kaki? Mantel nya cuma berjarak sekitar lima langkah dari lo! Kenapa ga lo ambil sendiri dan ga merintah gue sih?"

"Kan lo manager gue, apa guna nya punya manager kalau di biarin nganggur?" jawab Lay santai. Jihyun mulai geram.

Dengan kesal, Jihyun ngambil mantel yang di maksud Lay, lalu di lempar ke arah nya.

"Gue lebih ke babu daripada manager lo, tau!" bentak Jihyun lalu meninggalkan ruangan tersebut. Membuat beberapa orang di dalam sana menatap Lay dan Jihyun aneh.

Dan Lay? Dia cuma menatap punggung Jihyun sambil cengo.

-

Jihyun POV

Gue naik ke lantai paling atas di gedung ini atau lebih tepat nya puncak gedung.

Di sini, angin terasa kencang menerpa kulit tubuh gue. Dengan langit yang mendung, gue rasa ini tempat yang cocok buat menyendiri sambil menghirup udara segar.

Gue mengambil ponsel, lalu menelepon kak Chanyeol. Bodo amat di angkat atau enggak nya, coba dulu apa salah nya.

"Hall-"

"Oppaaa!!"

"Heh, oppa? Tumben manja banget. Kenapa?"

"Gue mau balik ke Korea aja, ga enak di China!" rengek gue.

"Loh, enak di sana dong. Daripada lo nganggur selama nunggu wisuda, mending juga bantuin Lay hyung."

"Ogah, dia memperlakukan gue kaya babu tau! Suruh ini, suruh itu, padahal bisa sendiri!"

"Hehehe, mungkin dia ngerjain lo kali!"

"Ya kali ngerjain tiap hari. Bukan tiap hari aja kak, tiap waktu tau! Masa dia pernah malem-malem suruh gue ke kamar nya buat-"

"Apa? Malem-malem lo ke kamar nya Lay hyung?!"

Mampus, keceplosan!

Gue tergugup, "Jangan salah paham dulu, kak! Gue ke kamar nya soal nya dia nyuruh gue beli makan malem-malem."

"Heh? Serius? Perasaan Lay hyung jarang banget makan malem-malem."

"Serius kali kak!"

"Oke deh, percaya. Awas kalau ketahuan bohong, gue sentil otak lo!"

"Haiz, apaan sih kak!"

Lalu gue bisa mendengar tawa khas Chanyeol di sana. Dan tawa nya selalu berhasil membuat gue tersenyum.

"Chanyeol-ah!"

Senyum gue seketika menghilang saat mendengar suara seseorang yang bener-bener ga asing di telinga gue.

"Nenek lampir?" tanya gue dengan nada suara datar.

"Ushh, bukan nenek lampir, tapi eomma!"

"Bodo amat. Lo di rumah dia, kak?"

"Iya, jenguk sebentar. Mau nitip salam ga lo?"

"Ga, makasih. Bye!"

Tanpa menunggu jawaban Kak Chanyeol, gue langsung mematikan panggilan telepon tersebut.

"Kurang ajar amat, orang belum selesai ngomong udah di matiin dulu."

Gue menoleh ke sumber suara. Ada Lay yang ga jauh dari gue sedang bersender di pintu sambil melipat tangan di depan dada.

Cih!

"Tau darimana lo kalau gue di sini?"

"Tau aja. Biasa nya cewek kalau ngambek pasti cari tempat sepi yang bisa buat 'me time' mereka sendiri." ucap Lay lalu mulai berjalan mendekat ke arah gue.

"Ngapain deket-deket. Sana, jangan deket-deket sama babu!" gue menjauh dari nya. Lay akhirnya berhenti melangkah.

"Astaga, sejak kapan gue bilang lo babu? Yang anggap lo babu kan diri lo sendiri, kalau gue mah tetap anggap lo manager." Lay berusaha menjelaskan.

Cih, ngomong doang manager, tapi dia nyuruh gue udah kek babu!

"Ga butuh omongan lo, sana pergi!"

Setelah itu, gue merasakan tangan gue basah karena rintik air hujan yang tiba-tiba turun.

"Eh hujan, ayo masuk!" ajak Lay lalu melangkah mendekati gue lagi, tetapi gue mundur untuk menolak.

Jangan pikir dengan adanya hujan terus gue mau deket-deket dia. Lagi ga mood!

"Enggak mau, sana!"

"Jihyun!" suara Lay memberat, bersamaan dengan itu rintik hujan makin banyak berjatuhan.

Hujan mulai deras, sementara gue dan Lay masih berdiri di sini.

"Ayo masuk, ntar sakit!" teriak Lay untuk mengalahkan suara hujan yang makin deras.

"Lo aja, gue masih mau di sini!" kekeh gue dan tetep ogah buat liat dia hari ini.

Lay berdecak.

Detik berikut nya gue di buat terkejut dengan Lay yang sudah berada tepat di depan gue sambil memegang tangan kanan gue.

"Apa susah nya sih cuma masuk doang. Ok ga apa kalau lo ga mau lihat gue lagi selama beberapa hari ini, tapi please sekarang lo masuk ke dalam. Lo ga boleh sakit!"

"Mending gue sakit daripada jadi babu lo. Gue cape! Gue cape lo manfaatin se-enak nya dan se-mau nya gara-gara gue punya utang ke lo." ucap gue dan berusaha melepaskan genggaman tangan nya, tetapi dia malah berhasil menggengam tangan kiri gue.

"Ok, maaf. Sekarang ayo kita masuk ke dalam, gue harus syuting!"

"Yaudah sana syuting, tinggalin gue di sini!"

Lay menatap gue dalam lalu menggengam kedua tangan gue erat.

"Nurut atau gue cium di sini?!"

DEG!

Falling; Lay Zhang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang