Haii readers!! Mulai sekarang aku mau coba buat rutin update tiap minggunya.. hehe doain ya!
Happy Reading :)
***
Motor Nathan melaju membelah jalanan kota Milan yang mulai sepi sebab kini sudah hampir tengah malam. Rebecca tanpa sadar memeluk pinggang Nathan dari bangku penumpang. Ia memejamkan matanya, hatinya cemas dengan keadaan Nielsen.
"Lo dimana Niel?" batin Rebecca
Setelah beberapa menit, mereka berdua akhirnya sampai di rumah sakit dan langsung menuju kamar inap Nielsen.
Kosong
Kamar itu kosong, mungkin kedua orang tuanya sudah mulai pergi mencari Nielsen. Kemudian Rebecca memutuskan menelfon mamanya Nielsen.
"Hallo Nak Rebecca?" sapa mamanya Nielsen di seberang sana
"Hallo tante, gimana tan? Nielsen udah ketemu? Ini Rebecca udah di rumah sakit" jawab Rebecca
"Belom Bec, ini tante lagi nyari sama om. Kamu ngapain ke rumah sakit inikan udah larut malam kamu juga besok sekolah kan? Kamu pulang aja ya, Nielsen pasti ketemu dan baik-baik aja kok Bec" ucap mamanya Nielsen meyakinkan padahal sebenarnya perempuan paruh baya itu juga tidak yakin dengan ucapannya
"Nggak tante, Rebecca mau bantu nyari Nielsen. Rebecca nggak akan tenang kalo Nielsen belum ketemu, lagian Rebecca nggak sendiri kok tan, sama temen. Ijinin Rebecca ikut nyari Nielsen ya tan" pinta Rebecca
"Ya sudah, tapi jaga diri kamu ya Bec. Tante nggak mau kamu malah ikut kenapa-napa" ujar mamanya Nielsen
"Siap tante" ucap Rebecca kemudian mematikan telfon nya
"Nath, bantuin gue nyari Nielsen ya.. Please!" rengek Rebecca
Melihat wajah khawatir itu, kenapa hati Nathan sedikit nyeri? Ada apa dengan hatinya?
"Iya, kemana?" ucap Nathan suaranya masih terdengar dingin tapi Rebecca tak peduli yang penting Nathan tidak menolak seperti biasanya jika ia meminta tolong
"Ke.. Aha! Kayaknya gue tahu, ayo nanti gue tunjukin jalannya" seru Rebecca
Nathan hanya mengangguk sekilas, kemudian berjalan meninggalkan kamar inap Nielsen dengan Rebecca yang mengekorinya.
***
Motor sport milik Nathan berhenti di depan danau tak jauh dari komplek perumahan Rebecca, disalah satu pohon besar di sana ada sebuah rumah pohon. Rebecca langsung menaikinya, Nathan pun menyusul.
"Niel.." lirih Rebecca ketika melihat sosok cowok sedang duduk sambil menelungkupkan kepalanya di kedua kakinya.
Nielsen mengangkat wajahnya yang penuh dengan air mata. Kemudian bangkit dan merengkuh tubuh mungil Rebecca.
"Bec, emang salah ya kalo cowok penyakitan kaya aku ini punya harapan buat dicintai?" racau Nielsen di sela-sela tangisnya
"Semua orang itu berhak dicintai Niel, Stella nolak kamu itu bukan karena kamu penyakitan. harusnya kamu tahu kalo Stella itu gadis yang tulus" jawab Rebecca, tanpa sadar air matanya ikut menetes, ia bisa merasakan bagaimana sakitnya Nielsen sekarang sebab ia juga merasakan sakit yang sama
"Aku tahu. Tapi emang salah ya kalo mencintai sahabat sendiri? Aku nggak pernah tahu Bec, ternyata patah hati sesakit ini ya? Aku mungkin serakah karena merasa harus selalu memiliki apa yang aku suka, termasuk Stella"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cold Boy Nathan [END]
Novela JuvenilKamu, sebuah awal yang begitu dingin dan beku Begitu tajam menusuk, penuh intimidasi Sosok yang tak sudi mendamba pada sang tuan bernama cinta Kamu, begitu pandai merajut kata menjadi balutan motivasi Meski wajahmu datar tanpa ekspresi Dan tuturmu...