Dilema

25.2K 416 3
                                    


Sepanjang perjalanan aku hanya diam. Pikiranku berlayar entah kemana. Tiba - tiba pak guru berhenti. Aku bingung dan menoleh ke arahnya.

"Ayo kita makan. Ini sudah tengah hari." ucapnya sambil memarkirkan dan mematikan mesin mobil.

Aku hanya mengangguk dan mengikutinya turun dari mobil. Sebenarnya aku juga sangat lapar. Pak guru begitu pengertian. Tapi apa yang aku pikirkan? Aku hanya muridnya. Jika bersama murid yang lain pasti dia akan melakukan hal yang sama.

Kami makan di KCF. Aku hanya memesan porsi biasa. Tapi kulihat pak guru memesan porsi double. Makan banyak tapi gak gendut ? Enak banget.

"Sinta? Kamu kok makan celemotan?" Pak guru terkekeh.

Mukaku memerah. Aku jadi malu. Kulihat Pak guru mengambil selembar tissue dan membersihkan saos yang menempel di sekitar bibirku. Ia hanya tersenyum. Sementara hatiku sedang berderu kencang akan perasaanku padanya.

"Ayo lanjut makan." ucapnya.

Kami pun makan hingga selesai. Setelah itu lanjut mengantarku pulang. Parkirannya begitu ramai. Karena ini jam makan siang. Sehingga kami menunggu satu persatu mobil yang ingin keluar juga. Dihidupkannya mesin mobilnya.

"Hei, pakai sabuk pengamannmu. Dari apartemen tadi saja kamu enggan memakainya. Nanti kita bisa ditilang polisi."

"Iya iya. Aku lupa Pak..." aku berusaha memakai sabuknya. Namun kusut sekali. Sehingga aku kesusahan memakainya.

"Aduh ini sabuk pengaman apa benang kusut?" ucapku kesal.

"Dasar ceroboh." Pak guru mendekat. Ia berusaha membenarkan sabuk pengaman yang kusut itu.

Muka kami berdekatan. Jarak antara tubuhku dan tubuhnya hanya 2 cm. Ku tatap wajahnya, sangat dekat sehingga bisa memandangi wajahnya yang amat tampan itu. Jantungku berdebar kencang. Nafasku menderu namun sedikit sesak. Mungkin juga ia mendengar deru nafasku itu karena mulutku tepat disamping pipinya yang ditumbuhi brewok halus yang di cukur rapi.

Karena terpaku memandang wajahnya aku tidak sadar bahwa Pak guru sudah selesai membetulkan sabuk pengaman yang kusut tadi dan memakaikannya untukku. Tanpa sengaja pandangan kami bertemu. Kulihat tatapanya sayu memandangku. Tangan kirinya membelai rambutku dengan lembut. Tapi aku hanya diam namun masih menatapnya. Lalu tangan kananya mengelus pipi kiri ku. Entah terbawa suasana atau apa secara otomatis aku perlahan terpejam karena diperlakukan demikian.

Pak guru mengecup lembut keningku. Mataku terbuka. Aku berkedip pelan dan kembali menatapnya. Ia lelaki kedua yang mengecup keningku setelah ayahku. Saat berpacaran dengan Max dulu pun aku hanya berpegangan tangan dan tidak lebih dari itu. Bisa dibilang Max firstlove ku atau cinta monyetku.

Perlahan Pak guru mendekatkan wajahnya dan... Bibir kami pun bersentuhan. Pak Guru melumat bibirku dengan lembut.

"mmmmpphh....mmmpphh..." aku tidak pernah berciuman sebelumnya, jadi aku merasa sangat aneh. Terasa kenyal dan hangat serta sulit bernafas... Sedangkan Pak guru masih terus melumat bibirku. Kemudian dilepasnya.

"ngghh Pak gu..." belum selesai aku bicara pak guru meletakkan jari telunjuknya di bibirku.

"sssssttt...." bisiknya.

Dielusnya pelan bibir bawahku sambil memandanginya, lalu diraihnya kedua tanganku, dan dirangkulkan di lehernya. Bermaksud memintaku tuk memeluk dirinya. Dan dia kembali memangut bibirku. Tangan kanannya menahan pundakku dan tangan kiri Pak guru menekan tuas kursi sehingga posisi dudukku kini setengah berbaring.

"Paakkhh nggghhh"

Dia menggiggit kecil bibirku sehingga secara otomatis bibirku terbuka. Spontan, ia memasukan lidahnya dalam mulutku.

Aku berusaha menolak tapi aku tidak bisa berbuat apapun karena tubuh Pak guru menekan tubuhku dan kedua tanganku 'terkunci' di lehernya.

Tapi lama kelamaan aku kehabisan tenaga, berhenti menolak dan aku menikmati ciumannya. Ku pejamkan mataku. Dan tangan ku meremas erat punggungnya...

Ciumannya kini berangsur turun ke leher. Dijamahinya seluruh leherku yang putih halus dan jenjang.

"Uhhhh Paakkh ghuu ruuhhh eeemmmhhh"

Desahanku memanggil namanya keluar dengan sendirinya dan sepertinya malah jadi 'penyemangat' Pak guru. Ia makin menggila mengecup dan menjilat leherku.

Tapi sontak aku terkejut saat ciumannya merambat ke dada sembari tangannya menyelusup dalam kaosku.

"Nngghhh...pak guru... Ja...jangaaann..." ucapku sedikit berteriak.

Pak guru dengan cepat langsung menarik tubuhnya kembali ke kursi kemudinya. Pandangannya kosong kedepan, dan menunduk.

Ku dengar dengan jelas nafasnya masih berderu di iringi sedikit gemetar. Ia berpeluh keringat, padahal mobil ini ber AC. Seperti sedang menetralisir sesuatu yang ada dalam dirinya.

Aku hanya diam dan menunduk tidak enak.

"Maaf...." hanya itu yang terlontar dari mulutnya.

Sepanjang perjalanan aku dan Pak guru hanya diam. Tak terasa kami sudah sampai dekat rumahku. Aku tidak mau di antar sampai kerumah takut ada bisik bisik tetangga.

"Pak guru aku pulang dulu. Makasih udah dianteri pulang".

"sama - sama. Hati - hati."

Suasana diantara kami jadi canggung karena kejadian tadi. Aku berjalan perlahan menuju rumahku. Tatapanku kosong mengingat kejadian tadi. Ciuman pertamaku ? Dirampas olehnya...wali kelasku. Pria yang kusukai. Tapi apa maksudnya ciuman tadi ??? Aku jadi tidak konsentrasi melakukan apapun. Pikiranku selalu membayangkan dan memikirkan kejadian itu.

***

Ku rebahkan tubuhku di atas kasur. Sudah larut malam tapi aku tak bisa tidur. Aku terus mengingat kejadian tadi. Mengapa ia lakukan itu? Apa ia juga menyukaiku? Apa dia hanya melampiaskan hasratnya? Aku membencinya. Tapi kenapa saat jauh aku merindukanya? Aku bukan siapa siapa, tapi aku tak bisa membiarkannya sendirian. Kami guru dan murid. Namun di sisi lain ia menciumku. Tetapi aku sekarang bukan lagi petugas lab kimia. Apa yang harus aku perbuat ? Banyak sekali pertanyaan yang menyerang otakku.

Inikah cinta ? Begitu indah tapi begitu sakit. Tapi apakah cinta harus di hapus ? Atau diteruskan? Besok adalah keputusanku...

Cinta Terlarang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang