Chapter 18 : Hati yang terisi

18.3K 308 0
                                    

Ku pejamkan mataku di pangkuannya. Sangat - sangat nyaman. Sama seperti aku tidur di pangkuan mendiang ibuku.

***

Dengan berat kubuka kedua bola mataku. Ugh ! Ya aku ingat kejadian tadi. Di depanku kulihat muridku tertidur dengan menyandar ke dinding.

Ku gendong dia menuruni tangga dan membawanya ke kamar tidur. Ku rebahkan pelan tubuh bak gitar spanyol itu secara perlahan. Dasar tukang tidur ! Bahkan dia tak sedikit pun terbangun saat ku pindahkan dari balkon ke kamar.

'sssssssrrrr'

Damn it ! Adikku mengeras melihat belahan payudara Sinta yang terlihat dari atas saat aku membenarkan posisi kepalanya karena kaos yang dipakainya begitu longgar. Payudara yang putih dan halus itu seperti mendesak satu sama lain seolah ingin memberontak keluar dari bra yang mengurung mereka.

"aagghhh" aku mati - matian menahan hasrat yang sedang bergejolak dalam diriku.

Segera kututupi tubuh yang indah itu dengan selimut sampai ke leher. Sebaiknya aku mandi air dingin untuk menetralisir keadaanku.

***

Aku sempat terpikir kejadian di balkon tadi. Bagaimana aku menghadapinya jika ia terbangun nanti ? Ah, itu urusan belakang.

Aku sudah selesai mandi dan melilitkan handuk di pinggangku. Saat aku masuk kamar kudapati Sinta sudah terbangun.

Aku kaget karena dia menjerit sambil menutup wajah dengan selimut karena melihatku hanya memakai handuk kecil. Aku tertawa menggodanya sembari memakai celana panjang hitam. Sudah menjadi kebiasaan kalau dirumah aku betah tidak memakai baju atau hanya memakai kaos dalam.

Saat Sinta membuka selimut yang menutupi wajahnya, mulutnya sedikit terbuka dan matanya tertuju pada dadaku yang bidang dan perutku yang six packs. Melihat ia ternganga seperti itu ingin sekali aku menyumpal bibir tipis itu dengan penisku. Tapi segera aku membuang jauh - jauh pikiran kotor itu.

"menikmati pemandanganmu, nona ?" ucapanku sepertinya mengalihkan fokusnya dan membuat Sinta kelagapan. Dan dia ingin pulang.

Aku duduk disampingnya dan bilang berterimakasih atas segala bantuannya.

Ku akui aku nyaman dengan hadirnya. Walau dia awalnya terpaksa mau jadi asistenku di lab, tapi aku tahu dia juga senang membantuku. Tak jarang kami mengobrol, bercerita, dan bercanda. Dia begitu natural. Senyumannya sangat manis dan menentramkan hati. Ya, Sinta telah mengisi hatiku yang sekian lama telah kosong.

Tapi aku takut lama - kelamaan aku bisa jatuh cinta kepada muridku sendiri. Ini tidaklah benar. Jadi aku bepikir untuk mengakhiri semua dengan melepaskannya jadi asistenku. Dan mengantarnya pulang.

***

Diperjalanan dia hanya diam dan murung. Aku ingin bertanya tapi aku yakin dia tidak akan jujur dengan apa yang dirasakannya. Sinta pasti lapar karena sejak pagi ia dirumahku dan ini sudah tengah hari. Jadi aku menepi dan mengajaknya makan di KCF.

Saat makan, aku terkekeh kecil karena melihat sekitar bibir Sinta ada bercak saos. Segera ku lap dengan tissue, dan dia hanya diam karena malu tapi aku langsung menyuruhnya melanjutkan makan.

***

Aku menyuruh Sinta untuk memakaikan sabuk pengaman. Namun ia kesulitan dan malah bilang kalau sabuk pengaman di mobilku ini benang kusut. Sial !

Aku membantunya membenarkan sabuk pengaman. Kurasakan deru nafasnya yang agak sesak di pipiku. Tapi aku masih fokus membenarkan 'benang kusut' ini.

Setelah selesai, tak sengaja pandangan kami bertemu. Kudapati Sinta memandangiku begitu dalam. Di bawah sadar aku membelai lembut rambut dan pipinya. Matanya perlahan terpejam lalu ku kecup lembut keningnya. Dan beralih ke bibirnya. Ini kedua kalinya aku menyentuh bibir tipisnya setelah di lab waktu hari pertama dia masuk sekolah. Tapi itu ciuman tanpa sengaja.

Namun kali ini aku melumat bibir seksi ini. Dari caranya, aku memastikan Sinta pasti tidak pernah berciuman. apakah mungkin aku yang pertama kali melumat bibirnya ? Lalu kulepaskan pangutanku.

Sinta mendesah. Matanya sayu dan memanggilku. Langsung ku dekap bibirnya dengan jari telunjukku dan aku memintanya diam. Tanpa sadar adikku mengeras sedari tadi dan kini aku dikendalikan oleh hasratku.

Kembali kulumat dengan rakus bibir Sinta yang ranum. Dia pun berusaha menolak namun aku terlanjur dikuasai oleh nafsu. Ku ambil kedua tangannya dan ku lingkarkan di leherku untuk 'menguncinya'. Ku tahan punggungnya dan aku menekan tuas kursi mobil yang membuat posisi duduk Sinta setengah berbaring agar aku bisa lebih leluasa.

Kugigit kecil bibirnya agar mulutnya terbuka. Aku menelusupkan lidahku didalamnya. Sinta masih berusaha menolak sambil mendesah dan itu membuat nafsuku semakin tinggi.

Lama kelamaan kurasakan dia tidak lagi menolak dan menikmati ciumanku sambil meremas remas punggungku.

Cumbuanku kini merambat ke lehernya. Dan ia mndesah. Aku semakin hilang akal dan semakin buas mengecup dan menjilati leher dan atas pundaknya. Saat tanganku menyelusup ke dalam bajunya, Sinta mengerang 'pak guru jangan' yang dalam seketika mengingatkan bahwa aku ini adalah guru wali kelasnya.

Segera aku kembali ke kursi kemudi. Mengatur nafas dan nafsuku. Dan bertanya dalam hati. 'apa yang telah kau lakukan Ferdy ?! Kau guru dan dia muridmu sadarlah brengsek !'

Memikirkan itu aku langsung minta maaf padanya tapi Sinta hanya diam dan menunduk saja.

***

Sinta memintaku berhenti di tengah jalan. Dia tidak ingin sampai depan rumah karena takut ada fitnah. Sinta pun berlalu...

"aaaarrrggghhhh !!!" aku memegang erat kemudiku dan membenturkan keras keningku diatasnya.

Begitu brengseknya aku !!!!

Aku mengutuk diriku sendiri.

Bersambung

Cinta Terlarang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang