Kebodohan

21.5K 372 2
                                    

Cairan sperma nya muncrat seperti menembak. Pak guru sudah selesai. Sebelah tangannya bersandar pada bak mandi dan ia kelihatan terengah - engah. Cepat - cepat aku kembali ke sofa dan berpura - pura mengoreksi. Bisa gawat kalau dia tahu kalau aku tadi mengintipnya sedang melakukan itu. Tak lama kemudian dia masuk dengan pakaian rapi.

***

Pak guru duduk dan kembali mengoreksi.

Jujur selama ini aku sering mendengar hal tentang seks dari teman - temanku di sekolah ini dengan pacar mereka. Jadi aku yang tadinya polos menjadi tahu segalanya. Mereka memang blak - blakan tapi mereka perhatian. Dan itu membuatku nyaman dan tertawa setiap hari karena ulah gokil mereka.

Aku menunduk diam menutupi rona wajahku yang memerah akibat melihat kejadian barusan dengan rambut panjang sepinggangku yang tergerai.

Saat mengoreksi ada jawaban yang tidak jelas. Dalam satu soal separuh benar dan separuhnya lagi salah. Mungkin ini hasil menyontek. Aku mau bertanya pada Pak guru.

"Eng... Pak, ini ada..." belum selesai aku bicara, Pak guru beranjak dari kursinya dan duduk disampingku. Tumben ? Biasanya aku yang menghampirinya. Tapi masa bodoh lah. Malah bagus. Jadi aku tak perlu repot.

"Yang mana, Sinta?" Wajah Pak guru mendekat ke hasil tes yang ku pegang.

Tangan kanannya di belakang punggungku seperti merangkul. Namun telapak tangannya diletakkan di sandaran sofa. Tubuh kami sangatlah dekat. Ia begitu manis mengenakan kaca mata itu.

"Hey rambutmu menutupi sebagian kertasnya." ucapnya sambil membelai rambut yang menutupi pipi kiriku dan meletakkannya ditelinga kiriku bersamaan dengan aku mengangkat bahu kiriku dengan sedikit nyengir.

"Kenapa ?" tanyanya. Aku menoleh ke arahnya.

"hihi... Geli Pak..." ucapku tertawa kecil.

Pak guru tersenyum kecil. Wajahnya perlahan mendekat. Apa dia mau menciumku? Cepat - cepat aku melengos dan mengalihkan perhatian.

"Jadi gimana pak? Ini salah atau betul ?"

"Terserah kamu." Lalu pak guru beranjak dan kembali duduk di meja kerjanya.

Suasana hening menyelimuti kami hingga selesai.

"Sudah selesai nih Pak. Pulang yuk ?"

"Duluan saja. Masih ada yang harus aku kerjakan." ucapnya tanpa menoleh ke arahku.

"Mau ku bantu ?"

"Tak apa. Aku bisa sendiri." dia masih fokus dengan semua kertas itu tanpa menoleh ku sama sekali.

"Baik aku pulang dulu Pak"

"Hmm"

Hanya itu? Biasanya ia selalu menawarkan untuk mengantarku pulang. Namun aku menolak karena biasa dijemput pak sopir. Biasanya dia memohon padaku untuk pulang bersamaan. Jikalaupun tidak pulang bersamanya, ia selalu menemaniku menunggu sampai sopirku datang baru setelah itu ia pulang. Tapi mengapa Pak guru mendadak jadi dingin? Apa karena aku menolak ciumannya tadi ?

Aku berjalan pelan dengan tatapan kosong. Entah mengapa aku sedih dengan perlakuan dinginnya itu.

***

Keesokan harinya, seperti biasa sepulang sekolah aku ke lab kimia. Terlihat pak guru merapikan buku dan berkas - berkas. Menyadari kedatanganku, ia pun menoleh.

"Kau boleh pulang, Sinta. Hari ini tidak ada yang perlu dibantu." lalu Pak guru kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Biasanya walau tak ada apapun yang dikerjakan Pak guru tak pernah menyuruhku pulang. Kami mengobrol, menggosip, atau bercanda dulu. Setelah itu baru pulang. Mengapa tiba - tiba ia berubah ? Aku langsung berbalik dan berlari meninggalkannya.

***

Setelah itu hari - hari berikutnya juga sama. Pak guru menyuruhku pulang tanpa membantunya. Bahkan saat berpapasan di jalan dia tidak menolehku sama sekali. Dan hari ini pun sama.

Mengapa aku sedih jauh dari dia? Sedalam itukah cintaku padanya? Dia hanya berhasrat padaku. Tidak lebih. Dia baik hanya karena aku anak didiknya. Aku sudah menyadari ini sejak lama tapi mengapa aku tidak bisa berhenti ??? Cinta begitu indah tapi juga begitu sakit...

Berdiri aku sendirian di depan pintu utama gedung sekolah. Sepi, dan senyap. Karena sebagian besar murid sudah pulang.

Langit gelap, padahal masih pukul 02.00 siang. Petir menyambar. Hujan begitu deras. Tak ku sangka dunia pun merasakan kesedihanku.

Aku tidak bisa lagi menahannya. Dadaku terasa penuh dan tangisku pun meledak. Aku menangis tersedu - sedu. Aku begitu terisak. Dan sesekali aku menangis menjerit seperti anak kecil yang minta jajan. Namun pasti tak ada yang mendengar karena disini begitu sepi serta suara hujan yang lebat dan petir yang menggelegar.

Aku ingin menumpahkan semuanya disini. Aku tidak ingin pulang dengan muka kecut yang membuat mamaku khawatir. Tidak lucu kalau sampai ada yang melihatku seperti ini. Jadi aku memutuskan menerobos hujan dan menunggu sopirku di tempat lain.

Dua langkah aku hendak berlari, tiba - tiba tangan kananku ada yang menarik hingga menghentikan langkahku. Pak Guru ?!

Oh tidak. Matanya terbelalak melihat pipiku yang basah dan mata yang bengkak dan merah. Dia pasti tahu aku sedang menangis. Aku terlihat begitu bodoh di hadapannya.

Segera ku tepis dengan kuat pegangannya hingga terlepas dan berlari meninggalkanya dengan menerobos hujan. Aku memutuskan berteduh di Alfamark yang tidak jauh dari sekolah, kulihat mobil yang ku kenal berhenti di depanku. Ternyata itu pak sopir. Syukurlah kalau pak sopir melihatku. Aku pun pulang.

***

Setelah hari itu pak guru sudah dua hari tidak masuk. Guru lain yang menggantikan dia Aku nenjadi khawatir. Ada apa dengannya ? Apakah terjadi sesuatu padanya ? Atau... Apakah dia akan keluar dari sekolah ini ???
Aku terpaku membayangkan semua hal itu.

Bersambung

Cinta Terlarang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang