Chapter 16 : Perasaan Pak guru

25.3K 349 0
                                    

Namaku Ferdinan Santoso. Umurku 25 tahun. Sudah 3 tahun aku mengajar di sekolah yang elite ini. Tidak terlalu lelah namun gajinya lumayan.

Entah sudah berapa banyak siswi yang mengutarakan cintanya padaku. Tapi selalu kutolak karena aku paham bahwa seusia  mereka masih labil dalam cinta serta aku nyaman dengan pekerjaanku. Aku bersikap baik pun itu hanya karena pekerjaanku.

Namun itu berubah saat kehadiran siswi baru dikelasku. Dia berambut panjang dan dan senyumnya amat menyejukkan hati. Ditambah lagi dengan bentuk tubuhnya yang seperti gitar spanyol. Sepertinya ia rajin merawat dirinya. Bila disolek dan memakai  high heels, dia pasti menjadi wanita yang dewasa dan mempesona.

Itu berawal dari aku mendapatinya bermain handphone di hari pertama apalagi jam pelajaran pertama yang di ajar oleh wali kelasnya. Siswi ini perlu dibuat kapok,  Pikirku.

***

Ku rapikan buku - buku yang berselerak ke rak yang tersedia. Kudengar suara ketukan pintu. Ternyata saat kulihat ternyata itu Sinta. Tetapi dia jalan menyelonong tanpa melihat ada ember dan kain pel di depannya. Aku ingin menangkapnya tapi sial, aku juga ikut terjatuh. Tanpa sengaja kami berciuman. Tapi ah, ini juga bukan disengaja kan ?

Kelihatannya anak ini sangat manja. Akan kubuat dia kerepotan agar kapok dengan menjadi asistenku. Kebetulan akhir - akhir ini banyak praktek dan aku kesulitan membereskan segalanya sendirian. Dan dengan terpaksa dia menyanggupinya. Sudah kuduga.

***

Aku turun dari mobilku dan berjalan menuju gedung utama. Tetapi para siswi mencegatku dan mengajakku mengobrol. Sebenarnya aku malas. Tapi ya ? Aku tidak bisa menolak karena obrolan pembukanya soal pelajaran walaupun di ujungi dengan ajakan karaoke, nonton film, dan lain sebagainya tapi aku selalu menolak.

Dari kejauhan ku lihat gadis berponi dengan pita kecil di atas kepalanya yang membuatnya terlihat manis ditambah rambutnya yang sepinggang melayang - layang di terpa angin. Tapi kulihat wajahnya cemberut melihatku. Haha, mungkin karena akhir - akhir ini aku membuatnya pulang terlambat.

Dia membuang muka dan berpura - pura tidak melihatku.

'Brukkk'

Kulihat dia terjatuh dengan luka cukup besar di lututnya. Raut wajahnya meringis seperti menahan tangis. Huhh... Anak ini ceroboh namum sangat cengeng. Tapi mengapa dia selalu jatuh di dekatku. Ah, mungkin cuma kebetulan. Namun kuakui dia terlihat begitu manis dengan sifat manjanya itu.

Segera kuhampiri dan kugendong menuju UKS untuk mengobati lukanya dengan hati - hati. Kaki yang sangat putih nan licin ini pasti sangat terawat dan membuat hasratku timbul. Tapi aku berusaha menahannya karena ini normal bagi pria manapun. Aku sadar bahwa ia sedang menatapku dengan dalam. Tidak heran karena ini sudah sering dilakukan oleh siswi manapun. Dan aku iseng menggodanya dengan menanyakan apakah dia menyukaiku. Dia terlihat gelagapan dan salah tingkah tapi itu sangat manis. Semua terhenti saat teman Sinta masuk ke UKS. Aku pun pergi meninggalkan mereka.

***

Aku memergoki sinta melihat Album kenagan pahitku. Sejak kecil ayahku tidak pernah mengakuiku sebagai anaknya. Dia selalu berkata bahwa aku bukanlah anaknya. Aku sendiri bingung dengan hal itu. Dan aku iri saat ayahku menyayangi kakak laki - laki dan adik laki - lakiku. Ibuku meninggal dunia saat aku berumur 5 tahun karena sakit kanker ganas.

Saking aku ingin mendapat perhatian ayah, aku sampai nekat berdandan seperti perempuan karena Ayah sangat menginginkan anak perempuan. Tetapi Ayah masih saja mengacuhkan aku. Malah bilang kalau aku sudah gila.

Namun semua itu berhenti saat aku sudah mengerti semuanya saat berumur 10 tahun dimana aku mengetahui bahwa Ayah menuduh ibuku berselingkuh saat mengandungku. Biarpun aku darah dagingnya, Ayah merasa jijik karena dia bilang dalam diriku mengalir darah pria lain.

Sejak saat itu aku memutuskan untuk tinggal bersama nenek. Neneklah yang merawatku sampai dewasa.  Biarpun sudah tua tapi nenekku sangat gaul. Dialah yang paling berharga bagiku. Aku berusaha fitnes agar menjadi lelaki tulen. Aku tidak lagi menggubris hal itu dan fokus membahagiakan nenekku yang merawatku.

Segera ku rampas album itu dan meletakkannya di atas lemari. Tapi anak ini sungguh bandel. Dia malah menyusun buku tebal dan saat menaikinya, kulihat buku itu bergeser dan dia akan jatuh. Langsung saja aku berlari dan menangkapnya. Aku meraba kepalaku yang sakit karena terbentur keningnya. Tapi kulihat raut mukanya seperti kesakitan dan air matanya belinang. Aku langsung panik dan menanyainya dengan mengguncang tubuhnya. Tapi dia yang tadinya duduk dilantai menghadapku spontan setengah berdiri dan berkata kalau dia tidak apa - apa.

Aku melenguh nafas panjang dan di bawah sadar ku peluk pinggang rampingnya dan membenamkan wajahku di perutnya. Saat aku tersadar. Aku langsung mengelus kepalanya dan memintanya kembali ke kelas.

***

Cinta Terlarang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang