Chapter 17 : Kesedihan yang dipendam

20.3K 355 0
                                    

Aku melenguh nafas panjang dan di bawah sadar ku peluk pinggang rampingnya dan membenamkan wajahku di perutnya. Saat aku tersadar. Aku langsung mengelus kepalanya dan memintanya kembali ke kelas.

***

Minggu pagi yang segar. Aku memutuskan untuk belorahraga di taman tengah kota dekat apartemenku. Dari kejauhan kulihat seorang wanita duduk di tengah jalan sambil melihati luka di lututnya. Sepertinya aku mengenalinya ? Ya, itu Sinta. Sepertinya anak ini memang sering terjatuh ? Aku sedikit terkekeh dalam hati.

Kujulurkan tanganku. Kubantu ia berdiri. Tapi dia malah merajuk setelah aku menyebutnya ceroboh. Sungguh ia benar - benar chilidish.

Dia memakai kaos yang longgar tapi payudara tetap membusung. Keringatnya yang bercucuran justru membuatnya terlihat menggoda. Paha putihnya membuatku gugup. Ya, lagi - lagi anak ini kembali membuatku berdesir. Jagoanku kini membesar di dalam celana dalam.

Sepertinya ia keseleo. Aku jadi tidak tega melihatnya. Jadi aku menawarkan untuk mengobati lukanya di apartemenku. Awalnya kulihat dia bingung namun akhirnya menerima tawaranku.

Ku bantu dia berjalan sambil tertatih - tatih. Tangannya yang merangkulku membuat aku bisa merasakan  payudaranya yang begitu kenyal, pasti belum pernah dijamah siapapun. Tanganku yang memeluk pinggangnya merasakan bahwa perutnya datar. Sungguh tubuh yang indah. Owh shit ! Aku sedang mengagumi tubuh muridku ! Tapi aku juga menyadari bahwa ia memandangiku tapi aku pura - pura tidak tahu.

***

Kini aku sedang mengobati luka Sinta dan memperban kakinya yang keseleo. Tetapi tiba - tiba Sinta menanyakan perihal tentang pacarku.

Dulu aku pernah memiliki perempuan yang amat kucintai. Kirana, dia cinta pertamaku. Aku bersamanya sejak umurku 10 tahun dimana aku mulai tinggal di rumah nenekku, walau dia 2 tahun lebih tua dariku, dia selalu ada untukku dalam segi apapun, hingga saat menjelang kelulusan di umurku yang ke 17 tahun dengan mudah dia meninggalkan aku demi pria satu kampusnya.

Sejak saat itu aku tidak pernah percaya pada ketulusan. Semua wanita yang aku temui mengaku mencintaiku namun cinta itu hanya terletak pada uangku.
Awalnya aku sengaja royal pada mereka dan akhirnya aku pura - pura tidak punya uang, dan dalam hitungan jam aku langsung ditinggalkan dengan berbagai alasan. Hal itu embuatku tersenyum menyeringai. Bila tujuan mendekati laki - laki  hanya semata menginginkan uangnya saja, Mengapa tidak sekalian jadi  pelacur ? Uang bukan masalah bagiku saat itu. Biarpun aku tinggal bersama nenek tapi kakakku rutin mentransfer uang yang lumayan  setiap bulan.

Setelah lulus sekolah aku memutuskan untuk pindah kota dengan alasan kuliah dan menetap di kota itu hingga sekarang.

Sebenarnya aku diminta nenek mengurus perusahaannya yang cukup besar. Tapi aku menolak dan ingin tetap menjadi guru. Mungkin dengan profesi yang  sederhana ini aku akan mendapatkan wanita yang tulus bersamaku hingga hari tua.

Namun suatu hari aku berjanji pada nenek akan meneruskan mengelola perusahaan tersebut, karena itu adalah peninggalan dari mendiang kakekku.

***

Saat aku baru mau bicara, bel rumahku berbunyi. Apa ?! Nenekku datang tanpa memberitahu dan mencubit kedua pipiku di depan muridku. Aku sedikit malu karena aku sudah tua tapi diperlakukan demikian.

Aku terkejut ketika nenek menyebut Sinta sebagai calonku. Karena seumur hidup hanya satu perempuan yang ku ajak main kerumahku, hanya Kirana. Baik teman ataupun muridku tidak kuperbolehkan masuk karena aku tidak ingin dikecewakan lagi. Tetapi entah mengapa perasaanku berbeda dengan Sinta.

Aku ingin memberitahu yang sebenarnya tapi kulihat nenek begitu menyukai Sinta. Aku tidak tega mengecewakannya saat ini. Terlebih lagi dia mempunyai penyakit jantung akut. Lalu aku memberi kode pada Sinta untuk mengiyakan apa yang dikatakan nenek.

Akhirnya Sinta pulang bersama nenek. Karena mengingat masa lalu hatiku teriris. Aku langsung naik ke atas balkon dan duduk merangkul di lantai sudut dinding karena itu kebiasaanku sejak kecil apabila sedang sedih.

Apa salahku?
Mengapa ayah tidak menganggapku hingga sekarang?
Mengapa yang menyayagiku pergi begitu saja?
Apa aku terlalu buruk ???

Aku menangis terisak. Dalam hati aku berdo'a...

Tuhan...
Mengapa semua pergi meninggalkan aku?
Kirimkanlah bidadari surga untukku. Aku berjanji akan menjaganya bahkan dengan nyawaku...

Tiba - tiba aku merasa ada yang menepuk pundaku pelan dan memanggilku Pak guru. Aku mengenal suara itu. Sinta ??? Dia melihatku sedang seperti ini ?!

Namun kulihat Sinta menjulurkan kedua tangannya dan mengangguk pelan. Seperti perlakuan mendiang ibu kepadaku dulu disaat aku sedang menangis.

Aku memeluknya erat, membenamkan wajahku di pundaknya. Dan kembali menangis. Aku seperti mendengar isakan Sinta. Mengapa ia ikut menangis ? Lagi - lagi aku teringat kembali kepada mendiang ibuku. Beliau pun ikut menangis apabila aku menangis.

Ku pejamkan mataku di pangkuannya. Sangat - sangat nyaman. Sama seperti aku tidur di pangkuan mendiang ibuku.

Bersambung

Cinta Terlarang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang