Salah paham

14.5K 315 1
                                    

"mengapa kau menatapku seperti itu ?" Sir Adrian menyunggingkan bibirnya.

"harusnya aku yang bertanya. Mengapa Sir menatapku begitu." sekarang aku yang malah jadi heran.

"Hahaha. Ekspresiku memang seperti ini. Aku mengunci pintu agar kau bisa dengan tenang memijat kepalaku." Sir Adrian  menggeleng.

"begitukah ? Ahaha" Aku jadi ikut tertawa geli.

"Boleh aku tidur di pangkuanmu ?" tanya Sir Adrian dan aku menatapnya.

"Tentu !" aku meluruskan kakiku dan menepuk - nepuk pahaku mengisyaratkan agar kepala Sir Adrian berbaring  disana.

Aku tidak merasa canggung karena aku sudah biasa memijit kepala ayahku dengan posisi seperti ini. Aku pun mulai memijat kepalanya.

"Mengapa ekspresimu seperti mau menelan orang hidup - hidup Sir ?". Ucapku sambil mengurut keningnya. Sir Adrian terpejam.

"Baiklah kalau begitu aku akan menelanmu hidup - hidup sekarang."

"ahahaha" lagi - lagi aku terkekeh.

"Wajar kalau kau tak tahu. Kau baru beberapa bulan di sekolah ini. Dan lagi aku tidak pernah mengajar dikelasmu."

"kalau begitu ajari aku." aku kini memijat pelan kepalanya. Tapi mata Sir Adrian masih terpejam. Sepertinya ia sangat menikmati pijatanku.

"baiklah. Kau bisa turun ke kelas dua...Aaaawww" Sir Adrian menjerit karena aku menarik rambutnya. Hingga ia membuka matanya.

"Aku serius. Nilaiku jatuh hanya dalam pelajaran bahasa inggris." ucapku sambil menunduk menatapnya.

Sir Adrian tersenyum, lalu ia menekan kepalaku dengan tangannya dan mendekatkan wajahnya. Tiba - tiba aku terbayang wajah Ferdy serta teringat akan perkataannya agar menjauhi Sir Adrian.

Seketika aku langsung terkejut dan menjauhkan wajahku. Sir Adrian pun beranjak dari pangkuanku. Apa Sir Adrian... Ingin menciumku ? Ah tidak mungkin itu hanya halusinasiku saja.

Tiba - tiba terbayang kembali wajah Kirana yang tersenyum padaku saat ia memeluk Ferdy beberapa menit yang lalu. Persetan lah. Yang penting memang tidak ada apa - apa antara aku dan Sir Adrian.

"Sinta ? You okay ?" Sir Adrian mengejutkanku. Aku hanya tersenyum padanya.

"Kalau kau butuh bantuanku kau bisa datang padaku kapan saja."

"benarkah ? Apa Sir selalu begitu pada murid yang lain?"

"bukankah semua guru harus begitu pada muridnya ?"

Aku menepok jidatku sendiri. Pertanyaan macam apa itu ? Aku memang bodoh.

Setelah itu, sampai bel istirahat berbunyi aku hanya tertawa sampai perutku sakit karena lelucon Sir Adrian. Dan akhirnya kami ingin ke kantin bersama.

Dari kejauhan aku mengepal tangan melihat Ferdy dan Kirana sedang bergandengan. Ntah sampai kapan kesabaranku ini.

"Sinta ? Awas nanti bola matamu jatuh." Sir Adrian tertawa. Aku pun ikut tertawa. Aku sadar kalau mataku melotot tadi.

***

Ferdy pov

"Tidak bisa Kirana. Bel sudah berbunyi dan tolong pergi dari sini." ku lihat mata Kirana berbinar dan perlahan berjalan keluar.

Aku bernafas lega. Tapi aku terkejut mengapa tiba - tiba Kirana kembali masuk lagi.

"Ferdy... Aku mohon pertimbangkanlah... Aku mencitaimu Ferdy..." lalu Kirana memelukku.

Aku menarik nafas dan melepas pelukannya dengan paksa.

"Aku tidak bisa berbohong dengan perasaanku Kirana."

"Tapi apakah kita masih bisa berteman ?"

"Tentu."

"Terimakasih Ferdy." Kirana tersenyum lalu meninggalkan ruanganku.

Aku menunggu Sinta sudah 10 menit. Mungkin ia tidak kesini. Lebih baik aku ke kelasnya sekarang.

***

Aku terkejut saat bangku Sinta kosong padahal tas dan bukunya ada di meja. Segera aku mengabsen.

"Sinta ?"

"tadi saat bel, Sinta bilang ingin ke toilet Pak. Tapi sampai sekarang belum kembali." ujar Caressa, teman sebangku Sinta.

Pergi kemana dia ? Aku mencoba menelponnya tapi tidak aktif.

***

Ini sudah jam istirahat. Sinta membolos di kelasku. Tapi apa penyebabnya ?

Saat aku berjalan di koridor menuju ruang guru aku kembali bertemu Kirana. Seperti biasa ia bergelayut di tanganku. Entah bagamana lagi aku harus bilang kepadanya untuk tidak melakukan hal itu.

Mataku terbelalak melihat Sinta berjalan bersama Adrian sambil tertawa bersama menuju kantin. Tanganku mengepal kuat. Buku tanganku memutih. Apakah Sinta membolos di kelasku untuk  bertemu dengan Adrian ?

***

Sinta pov

Aku sudah selesai makan. Lelucon dari Sir Adrian sedikit menyejukkan hatiku. Aku tersentak tiba - tiba ada yang menarikku ke gudang olahraga yang gelap. Aku ketakutan. Dan aku bernafas lega karena yang menarikku tadi adalah Ferdy. Tapi kelegaanku berkurang saat melihat tatapan tajamnya.

"Bukankah sudah kubilang kau jangan dekati Adrian ?! Ferdy membentak.

"Aku..."

"Apa ?! Kau membolos di pelajaranku untuk pergi menemuinya ?! Lihat betapa jalangnya kau ?! Apa kau taruhan untuk mendapatkan dua guru populer di sekolah ini ?! Berapa hargamu ?! Sebutlah maka aku akan membelimu wanita bodoh ?!"

'Plaakkkk'

Tanganku secara spontan menampar Ferdy. Air mataku berlinang mendengar perkataannya.

"Sebegitu hina nya aku dimatamu...?" nadaku lirih.

"hanya dua kali kau melihatku berjalan beriringan dengan lelaki lain reaksimu sudah seperti ini...? Apakah kau pernah berpikir bagaimana perasaanku melihatmu setiap saat berhimpitan dengan wanita lain ? Dasar egois ?!" Ferdy tertunduk dan terdiam.

"Hingga saatnya aku tadi melihat kalian berpelukan dengan mesra... Ya Ferdy. Kau benar. Aku memang wanita bodoh. Karena terlalu percaya pada perkataanmu." Mata Ferdy terbelalak mendengar perkataanku.

***

Ferdy pov

Ya Tuhan... Jadi karena itu ia tadi membolos ?Aku menyesal telah mengatakan itu. Aku telah menyakitinya. Aku telah membuatnya menangis. Harusnya aku mendengarkannya tadi.

"Sinta... Dengarkan dulu penjelasanku..." aku memegang kedua lengannya namun di tepisnya kuat. Ia masih menangis.

"Tak perlu ada yang dijelaskan." Ia hendak meninggalkanku namun segera ku peluk dirinya dari belakang dengan erat.

"Sinta, aku tidak memeluknya. Tapi dia yang memelukku. Dia ingin balikan padaku tapi aku langsung menolaknya... Hanya kau bidadariku Sinta... Hanya kau... Maafkanlah aku... Maki aku sesukamu... Pukulah aku... Aku bersumpah hanya kau yang aku cintai Sinta..." sedangkan Sinta berbalik badan dan memelukku.

"Aku percaya sepenuhnya padamu... Tapi tolong kau juga percaya padaku..."

Aku memegang kedua pipinya dan menghapus air matanya.

"Maafkan aku yang sudah egois. Ku mohon bersabarlah. Hingga saatnya tiba, aku hanya akan melihatmu saja."

Aku memeluknya dengan penuh kasih sayang. Hanya dia yang ku inginkan. Hanya dia...

Bersambung



Cinta Terlarang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang