Prolog

52 25 0
                                    

Seorang gadis dengan seragam sekolah yang acak-acakan dan sedikit kusut menggandong tasnya dibahu kanannya dan menenteng sepatu putihnya di tangan kirinya. Kakinya yang hanya dibalut kaus kaki hitam dibawah mata kaki itu menginjak lantai marmer. Rambutnya yang biasanya digerai, kini, dicepol asal-asalan. Gadis itu duduk ditempat favoritnya dan menaruh barang-barangnya diatas meja.

"Shill," sapanya ke seorang gadis berpakaian layaknya seorang pelayan yang melintasinya. "Renna mana?"

Gadis bermata besar itu menunjuk seorang wanita yang sedang menurunkan minuman pesanan pelanggan dengan senyuman lebarnya. "Itu, Kak. Lagi sibuk kayaknya."

Gadis yang dipanggil 'Kakak' itu mengangguk mengerti. "Panggilin coba, kalau udah selesai sama kerjaannya."

Shilla, gadis pelayan itu mengangguk dan berjalan-melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan gadis satunya lagi yang acak-acakan itu menghela nafasnya pelan sambil menyenderkan punggung nya ke sandaran kursi. Tangannya merogoh saku jaket tipisnya, lalu mengeluarkan sebuah benda pipih berwarna putih. Gadis itu mencolokkan kabel headphone dikepalanya dengan handphone nya itu. Dengan bosan, gadis itu membuka handphone nya dan melihat apakah ada notifikasi ke handphone nya.

Leganteng :
Ly, lo dimana, lah? Di rumah gak ada. Enak, ya, lo ninggalin gue sendiri_-

Adel, Sang gadis itu terkekeh kecil melihat satu notifikasi yang menyangkut di handphone nya. Gadis itu mengetikan beberapa kata untuk membalas chat kepada orang disebrang sana yang dia yakini sedang memakan semua snack simpanan dirumah nya dan duduk didepan televisi. Dan mungkin sebentar lagi akan pergi dari rumahnya karena bosan hanya ada satpam dan pembantu rumah tangga. Senyuman kecil menghiasi bibirnya. Padahal, hanya pesan singkat dari seorang laki-laki urakan, namun membayangkan wajah menyebalkannya membuat dia tersenyum geli.

Adelia A. :
Emang enak, wkwk. Btw, abis latihan langsung jemput di Mars, ye.

Setelah mengetikkan beberapa kata, Adel menaruh handphone nya di saku jaket tipis nya dan menikmati lantunan musik dari headphone nya. Gadis itu menutup matanya. Melupakan sejenak semua masalah yang ada didunia. Sekolah, keluarga, teman. Namun, pekikan seseorang mengganggunya dan membuatnya membuka mata lebar-lebar karena terkejut.

"APAAN INI?!"

Adel melebarkan matanya. Dahinya mengerut mendapatkan seorang wanita dengan wajah penuh polesan make up membentak salah satu pelayan di kafe. Matanya jatuh ke seragam pelayan itu yang terdapat noda kecoklatan disana. Adel langsung berdiri dan menghampiri dua orang yang menjadi perhatian pelanggan dengan kaki yang hanya menggunakan kaus kaki saja. Langkahnya sedikit terburu-buru dan mantap.

"Kamu itu bisa kerja gak sih?! Saya pesan milkshake coklat sama greentea aja gak becus! Apalagi yang lain! Mau saya tuntut kamu?!"

Wanita yang badannya agak berisi itu mengangkat tangannya. Hendak menampar seorang wanita muda yang berdiri dihadapannya. Adel melebarkan matanya kaget melihat gerakan wanita itu sambil menahan tangannya agar tidak mengenai pipi Renna.

"Ada apa ini?"

Wanita yang tangannya ditahan Adel langsung menghempaskan tangannya. Seolah tangan Adel adalah kuman baginya. Matanya melirik Adel sinis. Bibirnya tertawa sinis begitu melihat penampilan acak-acakan Adel lengkap dengan seragam SMA nya. Bahkan, wanita itu melihat kaki Adel lebih lama. Mungkin didalam hatinya dia mengira Adel ini orang gila atau anak yang terlantar.

"Kamu anak yang punya kafe?" Wanita itu melipat kedua tangannya didepan dada. "Bilangin ke Mama, pecat aja dia! Kalau bisa bakar kafe nya!"

Adel mendengus jengkel. Gadis itu menatap wanita dihadapannya tajam. "Saya nanya ada apa? Bukan perintah Tante buat kayak gini kayak gitu."

Wanita itu langsung melotot. "Oke! Saya pesen milkshake coklat sama greentea. Tapi, apa? Di greentea nya ada campuran kopi! Atau, jangan-jangan itu sianida? Mau saya tuntut kafe nya?!"

Adel meniup poninya yang lepek. "Balikin uang nya, Ren. Sekalian, dua kali lipat!"

"Gak. Gak usah," wanita itu menatap Adel dari atas sampai bawah. Baru menyadari seragam khas gadis itu. Salah satu SMA negeri yang cukup elit disekitar kota. Dan juga sekolah yang sebentar lagi akan ditinggalkannya. "Kamu anak SMAN 3?"

Lagi-lagi, Adel mendengus. "Bukannya itu gak penting?"

Wanita itu terlihat marah. Lebih marah daripada sebelumnya. "Anak sekolah elit, kok, sikapnya kayak anak desa yang bikin ilfeel?"

Adel melebarkan matanya. "Apa? Anak desa? Tante bisa apa sampai-sampai bilang anak desa bikin Tante ilfeel? Yang ada, tuh, Tante yang bikin saya alergi."

Wanita itu berdecak jengkel. Tangannya mengambil gelas kaca berisi greentea pesanannya. Dengan penuh rasa benci, wanita itu menumpahkan greentea itu ke wajah Adel. Sampai-sampai Adel menutup matanya sebentar karena kaget. Gadis itu membuka matanya kembali saat cairan panas itu sukses membuat wajah nya penuh noda. Cukup! Dadanya langsung bergemuruh seketika begitu melihat wanita dihadapannya tersenyum lebar puas dengan apa yang dia lakukan.

"Ma!"

Seorang laki-laki berbaju hitam polos memasuki kafe dan berlari menghampiri Mama nya. Dia lupa, Mama nya tidak bisa ditinggalkan sendiri. Laki-laki itu langsung menyuruh Mama nya duduk kembali. Dengan mata yang berbinar-tidak seperti tadi-wanita itu langsung terduduk menuruti perkataan anaknya. Dengan tenang, wanita itu menyobek sedikit wafle oreo dan memakannya. Seolah dia tidak pernah melakukan apa-apa. Seolah dia tidak pernah membentak siapapun.

"Maafin Mama saya. Sebenarnya, dessert sama minumannya enak. Cuma, Mama memang kayak gitu. Saya bakal ganti rugi. Maaf."

Adel terdiam. Hatinya yang bete karena wajah dan seragamnya menjadi kotor, langsung cerah kembali. Matanya menatap mata penuh bersalah itu. Mata itu jernih dan menenangkan. Membuat siapa saja yang suasana hatinya tidak baik langsung dapat tersenyum lebar. Laki-laki itu menyatukan kedua tangannya dan meletakkannya didepan dada. Meminta maaf.

Tanpa disadarinya, Adel membenarkan letak poni nya dan tersenyum kecil. Laki-laki itu membela yang dianggap nya benar. Tidak berdasarkan kasih sayang. Laki-laki itu menunjukan raut wajahnya yang menyesal. Seakan-akan kesalahan sekecil apapun, dia pasti akan memasang wajah itu. Laki-laki itu juga tidak memarahi Mama nya saat permintaan maaf nya sudah diterima Adel dan Rena. Laki-laki itu terlihat seperti menyayangi Mama nya meskipun Mama nya membuat kesalahan. Namun, laki-laki itu tidak membela Mama nya yang salah hanya karena kasih sayang. Dia, laki-laki itu, adalah tipe cowok Adel. Seperti, definisi dari cowok, itu dia.

Dan tanpa Adel sadari, itu adalah salah satu hari paling berharga bagi dirinya. Padahal, wajahnya yang-menututnya-cantik sudah berubah seperti orang gila. Dan hari itu juga, semuanya berubah. Dari yang dia anggap sepele, semuanya berubah. Secepat membalikan tangan. Dan secepat berkedip. Iya, secepat itu.

Nothing Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang