Chapter 21

9 5 0
                                    

Hari pun berlalu, Gera tetap sibuk dengan bola bundar berporos berwarna orange itu. Nyaris seharian penuh, laki-laki itu sama sekali tidak mengabari Adel. Tidak menghampiri Adel saat mereka berada di sekolah. Terakhir mereka bertemu adalah saat Gera mengantarnya ke sekolah. Itu pun Gera langsung ke kelasnya, tidak mengantarnya sampai kelas. Laki-laki itu seakan-akan menghilang sehari dari hidup Adel. Setiap kali Adel melirik kearah lapangan basket, melihat Gera mendrible bola basketnya, lalu tersenyum lebar saat bola itu masuk ke dalam ring dengan mulus, matanya perih. Nafasnya tercekat. Gera seakan sibuk dengan dunianya sendiri dan melupakan Adel.

Seperti saat ini, Adel mematung didepan rumahnya begitu melihat Gera yang turun dari mobil. Hendak mengantarnya ke sekolah. Laki-laki itu tersenyum lembut seakan tidak melakukan kesalahan apapun. Adel menghela nafasnya panjang.

"Pagi, Li!" sapa Gera riang.

Adel tersenyum terpaksa. "Pagi, lo udah sarapan?"

Gera mengangguk. "Udah. Yuk!"

Adel mengangguk. Dia mengikuti Gera yang berjalan kearah mobilnya. Tanpa membukakan pintu untuk Adel, Gera langsung memasuki mobilnya. Adel tersenyum kecut sambil membuka pintu mobil Gera.

"Lo kemana aja?" tanya Adel lirih begitu mereka sudah duduk di mobil Gera.

Gera mengerutkan dahinya bingung. "Kemana gimana?"

Adel langsung menatap Gera. Laki-laki itu masih fokus ke depan. Alisnya mengerut jelas tidak mengerti dengan apa yang Adel tanyakan. Padahal, seharusnya Gera paham. Adel terkekeh getir. Gadis itu menggeleng kepalanya sambil mengulum bibirnya.

"Enggak, gue nanya," Adel terdiam, memikirkan tentang kebohongan apa yang harus dia katakan. "Lo liat earphone gue gak? Hilang gak tau kemana."

Gera mengangguk samar lalu menggeleng cepat. "Enggak, gue gak tau dimana."

Adel tersenyum sambil mengangguk. Gadis itu menatap Gera. "Ger, lo tau 'kan pulang sekolah-"

Ucapan Adel terpotong oleh nada dering handphone Gera. Tulisan Alam terpampang jelas dilayarnya. Adel menghela nafasnya pelan begitu melihat nama itu.

"Tunggu," Gera mengangkat teleponnya dengan masih menatap ke depan. "Ya, halo, Lam?"

Adel melihat Gera yang berbicara dengan begitu serius dengan Alam. Bahkan, terlihat lebih penting dibandingkan dengan bicara dengan Adel.

"Oh, iya, nanti dua jam terakhir kita dispen. Ya, meskipun seminggu lagi, tetep aja harus prepare. Udah boleh, kok, sama Bu Gei, gue udah ngomong. Nanti lo ke kelas gue aja, gue bentar lagi sampe."

Gera mematikan sambungan teleponnya. Lalu menatap kearah Adel begitu menyadari Adel tidak jadi bertanya dengannya karena telepon dari Alam.

"Tadi lo mau nanya apa, Li?"

Adel mengerjapkan matanya kaget. Gadis itu langsung tersenyum tipis. "Enggak, nanti pulang sekolah gue bareng Ardi, 'kan?"

Gera mengangguk berkali-kali. Tanpa menyadari Adel yang menatapnya kecewa. Gera bahkan melupakan jadwal check up nya hanya karena bola bundar itu.

---

"Assalamualaikum."

Seorang wanita dengan pakaian seorang gurunya menghentikan penjelasannya dan menatap kearah pintu kelas dengan tajam. Wanita itu sangat tidak suka diganggu saat dia mengajar.

"Masuk," ujarnya dingin.

Melihat siapa yang masuk, dan menimbulkan kekacauan di kelas, membuat wanita itu memutar kedua bola matanya jengah. Sedangkan laki-laki yang memasuki kelas yang diajarnya itu malah nyengir. Ditangannya dia membawa beberapa lembar kertas putih.

Nothing Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang