Legan menghentikan mobilnya didepan rumah Adel. Dia menghela nafas panjang. Matanya melirik kearah Adel yang masih berdiam diri seperti beberapa menit yang lalu. Gadis itu menatap ke luar, mungkin memikirkan sesuatu sampai-sampai tidak menyadari bahwa dia sudah sampai didepan rumahnya. Bibirnya terkatup rapat.
"Adel," Legan menyentuh lembut bahu gadis itu.
Adel menoleh, menatap Legan bingung. "Ya?"
"Udah sampai," Legan tersenyum kecil.
Adel balas tersenyum kecut. Gadis itu melepas sabuk pengaman nya. Sebelum membuka pintu mobil Legan, gadis itu mendongkak, menatap Legan. "Lo juga masuk dulu, Gan. Biar gue obatin luka lo."
Legan mengangguk. "Iya."
Adel membuang nafasnya berat. Gadis itu membuka pintu mobil Legan, lalu menutupnya. Matanya menatap Legan yang juga keluar dari mobilnya. Legan masih menatapnya khawatir. Itulah yang membuat Adel tersenyum kecut, seakan memberitau bahwa dia tidak apa-apa.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam," seorang wanita dengan sapu ditangannya menghampiri mereka. Wajah terkejutnya sudah tidak bisa dibendung lagi. "Aduh, Nak Legan, teh, kenapa?"
Legan terkekeh kecil, meskipun hal itu membuat nya meringis karena luka disudut bibirnya kini berdenyut. "Biasa, anak laki-laki, Bi."
"Duduk dulu, atuh," Bibi yang panik langsung menarik lembut tangan Legan kearah sofa. Lalu, mendudukan Legan diatas sofa itu. Sorot keibuan dan kekhawatiran sangat kentara diwajahnya.
"Makasih, Bi," Legan tetap tersenyum kecil meski bibirnya perih.
"Bi, tolong ambilin es sama handuk, ya," Adel ikut duduk disebelah Legan. Gadis itu melepas tasnya begitu saja.
"Mau minum apa, Non?"
Adel tersenyum tipis. "Apa aja."
"Tunggu, atuh, Bibi ke dapur dulu," Bibi langsung berjalan cepat menuju dapur.
"Ah," Legan langsung menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa. Laki-laki itu menoleh, menatap Adel dengan senyuman getirnya.
Adel balas menatap Legan khawatir. "Kenapa berantem, sih?"
Legan terkekeh garing. "Olahraga."
"Legan," Adel menatap Legan malas. "Gue serius."
Legan mengangkat bahunya acuh. "Dia yang duluan."
"Masalahnya serius, ya? Sampai geng nya Wirdan ikutan."
"Gak serius amat, sih," Legan menepuk pelan kepala Adel. "Udah, gak usah lo pikirin."
"Ini, Non, es batunya," Bibi menghampiri mereka dengan handuk dan baskom yang berisi bongkagan es batu kecil. "Mau Bibi bantu?"
"Gak usah, Bi, sama aku aja," Adel tersenyum.
"Oh, yaudah, Bibi lanjut nyapu lagi, ya, Non."
Adel menghela nafasnya sambil mengambil es batu dan membalutnya dengan handuk. Gadis itu menekan pelan es batu yang dibalut handuk itu ke pipi Legan. Laki-laki itu meringis begitu merasakan dinginnya handuk menyentuh lukanya.
"Pelan-pelan, Ly," Legan menyentuh tangan Adel yang kini menekan kembali es batu ke kulitnya.
Adel mengangguk. "Iya, ini udah pelan."
Legan membiarkan Adel mengobati lukanya. Meskipun rasanya ingin berteriak, atau mungkin jika dia kalap, dia sudah meninju Adel. Dia membuang nafas berat. Entah keberapa kalinya dia melakukan hal itu. Namun, setiap kali mengingat Gera, hal itu dilakukannya. Hatinya masih bimbang untuk bercerita atau tidak tentang Gera ke Adel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing Without You
Teen FictionKehidupan Adel, yang mulanya datar. Kini, berubah drastis ketika dia pindah sekolah ke sekolah yang sama dengan sepupunya. Satu persatu orang datang kedalam hidupnya. Dan lalu pergi dengan dan tanpa salam perpisahan. Hingga, ada satu orang yang memb...