Chapter 10

21 19 0
                                    

Kedua kakak beradik itu memasuki salah satu restoran yang jaraknya tidak terlalu jauh dari apartemen Talia. Adel memeluk lengan kakaknya dengan erat. Bibirnya membentuk senyuman yang mengucapkan berbagai menu yang hendak ia pesan jika sudah duduk nanti. Sedangkan Rian hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum. Sudah lama dia tidak keluar berdua dengan adiknya. Bahkan, untuk makan malam bersama dirumah pun rasanya sulit. Rian yang selalu pulang disaat adiknya sudah tidur. Dan terkadang jika hari libur, adiknya yang berganti main dengan Legan atau menginap dirumahnya. Atau, bisa jadi dia banyak kerjaan dan membuatnya terpaksa membawanya ke rumah.

"Boleh makan es, ya, Bang? "

Rian hanya mengangguk, "Jangan banyak-banyak. Nanti flu, gue yang repot."

Adel hanya nyengir, "Hehe."

Mereka berjalan kearah meja yang sudah diduduki oleh seorang wanita yang seumuran dengan Rian. Wanita itu memakai dress formal dengan warna merah. Tangannya melambai kearah Rian begitu mereka mendekatinya. Senyumannya menghiasi wajahnya yang putih. Cantik khas orang jawa itu memang seperti melekat dalam dirinya. Begitu Adel dan Rian berada tepat dihadapannya, wanita itu berdiri.

"Ly, sebenernya gue ajak lo kesini itu mau ngenalin seseorang ke lo."

Adel mengerutkan dahinya bingung sambil menatap wanita dihadapannya, "Siapa? "

Wanita itu menjulurkan tangannya, "Sella."

Adel menerima uluran tangan itu dengan senyuman ramahnya, "Adel."

Begitu mereka melepaskan jabatan tangan mereka, Rian merangkul Sella dengan senyuman lebarnya.

"Pacar gue. Hm, gue udah bilang 'marry me' ke dia, sih. Tapi, belum ada yang tau."

Adel membeku. Senyuman lebarnya langsung memudar. Matanya menatap Rian dingin. Gadis itu langsung mengambil tasnya yang sudah dia letakkan di bangku meja itu.

"Dari kapan?" tanyanya dingin.

"Sebulan yang lalu gue udah kasih dia cincin. Dan kita udah pacaran delapan bulan."

Adel langsung tersenyum sinis, "Apa sesibuk ini, sampai lo baru kasih tau gue sekarang?"

Rian terdiam. Laki-laki itu mengerutkan dahinya bingung, "Maksud-"

"Maksud Adel itu, sampai-sampai lo ngenalin cewek lo setelah lebih setengah tahun kalian bareng-bareng. Sebenarnya, gue itu siapa lo, sih? "

Rian menatap Adel. Laki-laki itu hendak membuka mulutnya saat gadis itu menggendong tasnya di bahu kanannya. Mata gadis itu menatapnya tajam.

"Gue gak benci Kak Sella. Gue cuma gak suka kesibukkan lo yang kadang gak jelas."

Setelah mengatakan itu, gadis itu langsung membalikkan badannya dan berjalan keluar dari restoran itu sebelum dia semakin menjadi-jadi dan menimbulkan kekacauan di sini. Sebelumnya, gadis itu berkata bahwa tidak perlu mengkhawatirkannya. Dapat didengarnya bahwa Rian meneriakkan namanya berkali-kali. Namun, laki-laki itu tidak mengejarnya. Miris.

Dengan wajahnya yang sama sekali tidak ramah itu, Adel keluar dari restoran itu. Padahal, gadis itu belum duduk dan merasakan sensasi makan malam berdua dengan Rian. Gadis itu menghela nafasnya. Matanya memanas. Dengan kasar, gadis itu mengusap wajahnya frustasi. Dia kecewa dengan Rian. Dia kira, dia akan dipamerkan ke pacar Rian begitu mereka berpacaran. Atau bahkan, dia kira, dia akan dipamerkan ke gebetan Rian bahkan ketika mereka belum berpacaran. Namun, dia salah. Ini sudah hampir satu tahun. Mungkin, jika dia tidak jadi ke apartemen nya Talia, dia tidak akan pernah tau bahwa Rian mempunyai pacar.

Baru saja gadis itu hendak membuka handphonenya, seseorang meneriaki namanya dengan suara yang berbeda dengan Rian. Gadis itu menoleh. Keningnya mengerut begitu matanya mendapatkan laki-laki yang ditemuinya tadi di lift.

Nothing Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang