Gadis berambut sepinggang itu terus saja merutuki seseorang. Untuk ke berapa kalinya, dia berdecak jengkel. Dia melirik jam tangannya. Sudah hampir jam setengah enam dan dia masih disekolah dengan lampu-lampu yang mulai padam. Tubuhnya menggigil kedunginan begitu udara dingin menerpa wajahnya. Dia mengusapkan kedua tangannya. Hah, dia sungguh benar-benar benci bulan-bulan yang sudah mulai musim hujan ini.
"Wey! "
Gadis itu menoleh dengan jengkel disaat seseorang memanggilnya.
"Ini jam berapa?! Lo bilang jam setengah lima, tapi sekarang baru nongol!" jelasnya sembil melipat kedua tangannya didepan dadanya.
Laki-laki berambut hitam didepannya hanya nyengir tidak tau malu. "Ya sori, gue 'kan gak tau bakal ada jam tambahan. Sori, ya? Mampir dulu ke Marsherl deh."
Gadis itu langsung tersenyum lebar begitu mendengar kata 'Marsherl'. "Tapi lo yang traktir, gak mau tau!"
Laki-laki itu mengangguk. "Iya."
Gadis itu langsung memeluk lengan laki-laki itu dengan manja sambil berjalan riang. Laki-laki itu hanya tersenyum lalu mengacak pucuk kepalanya. Seakan gemas dengan langkahnya yang ringan.
"Nanti, gue disangka pacar lo," bisik laki-laki itu tepat didekat telinga gadis berambut hitam pekat itu.
Gadis itu mendongkak ke arahnya lalu tersenyum miring. "Kayak yang punya pacar aja."
Laki-laki itu tertawa renyah lalu mereka memasuki kafe yang dekat dari sekolah mereka. Gadis itu berjalan ke arah tempat duduk favoritnya dengan semangat. Sedangkan laki-laki yang bersamanya tadi terkekeh sebentar lalu duduk dihadapannya.
"Jadi ... tadi lo ngapain dulu, hm? "
Laki-laki itu hanya tersenyum lebar. Seperti biasa. "Gue tadi latihan basket dulu."
Gadis itu menaikan alisnya sebelah dan menatapnya tak percaya. "Bener itu doang? "
Laki-laki itu mengangkat kedua tangannya menyerah. "Iya deh gue nyerah, gue tadi nongkrong sebentar dulu sama temen gue. Sori buat lo nunggu lama, Ly."
Adel mendengus jengkel. "Nongkrong sebentar atau nongkrong sejam? Gan, asal lo tau gue capek tau nunggu melulu. Kayak gak ada kerjaan."
Legan, hanya menghela nafas pelan. "Gue minta maaf, Adeeel."
Adel hanya tersenyum. "Oke, sekarang gue maafin. Dan sayangnya gue lagi lapar banget, lo siap-siap aja dompetnya keropos."
Legan terkekeh lalu menyodorkan menu yang diberikan pelayan perempuan disebelahnya. "Pilih aja."
Adel menyeringai. "Saya yang kayak biasa aja, oh ditambah vanila latte," ujarnya tanpa melihat menu itu.
Legan mengangguk, seakan menyuruh pelayan itu untuk menulis semua yang diucapkan Adel. "Saya kayak biasa aja."
Pelayan itu mengangguk lalu menatap keduanya bergantian. "Ada lagi? "
Dengan kompak, mereka menggeleng. Pelayan itu tersenyum lalu meninggalkan mereka setelah dia meminta menunya. Adel menoleh ke arah Legan.
"Lo jangan tawuran lagi ya, Gan? " ujarnya.
Legan terkekeh sebentar. "Diusahakan. Eh, lo udah kenal sama temen-temen dikelas gak?"
Adel menatap Legan dingin. "Suruh siapa bolos di hari pertama lo kelas dua belas? Mana gue baru pindah, gak ada temen."
Legan hanya memperlihatkan giginya. "Ya ... sori."
"Sori sori ae lo! "
Legan hanya terkekeh kecil. Namun, seketika wajahnya berubah menjadi panik. "Gue lupa, kita udah kelas dua belas, ya? Wuh, udah mau kuliah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing Without You
Teen FictionKehidupan Adel, yang mulanya datar. Kini, berubah drastis ketika dia pindah sekolah ke sekolah yang sama dengan sepupunya. Satu persatu orang datang kedalam hidupnya. Dan lalu pergi dengan dan tanpa salam perpisahan. Hingga, ada satu orang yang memb...