Adel mengerjapkan matanya berkali-kali. Cahaya yang menerobos masuk ke matanya membuatnya menyipitkan matanya. Gadis itu menatap sekelilingnya bingung. Ini bukan kamar Legan. Gadis itu mengingat-ingat kembali apa yang sudah terjadi sebelumnya. Pening dikepalanya masih begitu menyiksanya. Adel mengerutkan dahinya bingung begitu didahinya ada handuk basah. Diletakannya handuk itu dimeja sebelahnya.
Gadis itu terduduk. Dengan susah payah, dia mengambil mangkuk yang berisi bubur ayam yang diinginkannya. Gadis itu tersenyum lebar begitu mengetahui bahwa bubur itu masih hangat. Adel menatap jam yang berada diatas pintu kamar yang tertutup. Ternyata, dia hanya tidur tiga puluh menit saja. Tapi, dia sudah seperti tidur tiga hari. Sampai-sampai badannya lemas dan kepalanya pening. Gadis itu langsung melahap bubur ayam tanpa kacang, dan daun seledri itu. Perutnya benar-benar sudah bunyi dari -mungkin- dua atau satu jam yang lalu.
Setelah menghabiskan bubur satu mangkuk penuh itu, Adel meletakan kembali mangkuknya ke meja disebelah tempat tidur. Gadis itu langsung mengambil gelas air putih dan piring kecil yang diatasnya ada dua pil berwarna putih dan peach. Tanpa berfikir lagi, Adel langsung memasukan pil itu kedalam mulutnya dan meminum air sebanyak-banyaknya. Adel langsung meletakan gelas dan piring itu ketempat semula. Gadis itu langsung terduduk dibibir tempat tidur. Dengan ragu, Adel menurunkan kakinya. Lantainya dingin. Adel langsung berdiri dari tempat tidur sambil mencengkeram erat meja disebelahnya.
Gadis itu tersenyum tipis begitu menyadari bahwa tubuhnya sudah lebih baik dari sebelumnya. Namun, peningnya masih terasa. Dengan hati-hati, Adel berjalan keluar dari kamar. Matanya menatap sekelilingnya bingung. Sepi.
"Haha! Kena lo!"
Ah, itu mereka. Adel berjalan pelan kearah sumber tawa Angki yang seperti biasa. Gadis itu menatap ketiga pemuda di karpet merah tebal didepan televisi yang sedang memagang beberapa kartu ditangan mereka masing-masing. Adel langsung terduduk disofa diatas mereka. Menyadari adanya orang, ketiga pemuda itu berhenti dan langsung menoleh kearahnya.
"Wah! Putri tidur sudah bangun!" celetuk Aldi.
Adel menatap laki-laki itu jengkel, "Apaan sih."
"Wah, padahal pangerannya masih disini. Hampir kalah main UNO," tambah Angki sambil tertawa.
Adel terdiam. Gadis itu baru saja bangun dan ini pertama kalinya dia mendengar dan melihat Angki tertawa terbahak-bahak seperti itu setelah berminggu-minggu menjadi orang asing. Tanpa dia sadari, dia tersenyum tipis.
Jadi, pertemanan mereka udah baik?, batinnya.
"Apaan sih lo! Gue gak kalah! Cuma lo nya aja yang curang," bantah Gera yang merasa dirinya yang disebut Angki.
"Legan sama yang lain mana?"
"Beli makanan. Dia 'kan tim Liverpool," sambil mengeluarkan kartunya, Aldi menjawab.
Adel mengangguk pelan. Gadis itu memperhatikan kartu yang dipegang oleh laki-laki yang membelakanginya. Dia tidak tau pasti, siapa itu. Tapi, sepertinya, dari rambutnya laki-laki itu adalah Gera. Tapi, gak tau juga, sih.
"Pake yang ini," Adel menunjuk kartu dengan tulisan +4 yang sedang dipegang laki-laki itu.
Seakan menurut, laki-laki itu benar-benar mengeluarkannya. Sebenarnya bukan karena menurut, tapi, karena dia tidak punya kartu seperti yang dikeluarkan Aldi. Melihat kartu yang dikeluarkan Gera, Angki tertawa kecil.
"Ah, untungnya punya," laki-laki itu mengeluarkan kartu yang sama dengan yang Gera tunjukan.
Dan itu malah membuat Aldi berteriak frustasi karena dia tidak mempunyai kartu serupa. Laki-laki itu terpaksa mengambil delapan kartu yang diletakan ditengah-tengah mereka. Dan sialnya, kartunya itu tidak terlalu bagus semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing Without You
Teen FictionKehidupan Adel, yang mulanya datar. Kini, berubah drastis ketika dia pindah sekolah ke sekolah yang sama dengan sepupunya. Satu persatu orang datang kedalam hidupnya. Dan lalu pergi dengan dan tanpa salam perpisahan. Hingga, ada satu orang yang memb...