Chapter 26

6 5 0
                                    

Saat istirahat tiba, Adel langsung berjalan ke kantin tanpa repot-repot mengajak Rara untuk bersamanya. Gadis itu tersenyum lebar melihat Gera sedang menyantap mie ayam nya di kantin. Meja nya kosong, tak ada satu pun orang. Padahal, dibelakang Gera, semua teman-temannya sedang bersenda gurau seakan berusaha menarik perhatian nya. Namun Gera terlihat tidak peduli dengan pandangan beberapa orang yang menatapnya bingung. Laki-laki itu malah memakan mie ayam nya dengan lahap.

Adel berjalan menuju meja Gera dengan sepiring batagor ditangannya. Tanpa meminta izin, gadis itu duduk disebelah Gera. Senyuman lebarnya menghiasi bibirnya.

"Gera," sapanya.

Gera langsung menghentikan makannya. Laki-laki itu menghela nafasnya pelan. Tanpa mengucapkan apapun, Gera langsung berdiri dan mengambil mangkuk mie ayam nya. Adel yang melihatnya ikut berdiri. Tangannya menarik ujung seragam Gera yang tidak dimasukkan ke dalam celana. Matanya menatap Gera takut-takut.

"Gue minta maaf," cicitnya.

Gera menatap gadis dihadapannya datar. "Menjauh dari gue selama beberapa hari ini."

Mata Adel langsung berkaca-kaca mendengarnya. Hatinya remuk. Gadis itu menatap Gera sendu. "Bahkan untuk makan bareng?"

Gera langsung memalingkan wajahnya begitu melihat wajah Adel yang sendu. "Bahkan untuk ketemu di jalan."

Adel refleks melepaskan cengkraman nya pada seragam Gera begitu mendengar hal itu. Matanya kini menatap punggung Gera yang menjauh. Pandangan yang akhir-akhir ini sering dia lihat. Menyedihkan. Tiba-tiba saja, bahunya didorong kebawah sampai membuat gadis itu terduduk. Adel menatap Legan yang kini duduk disebelahnya aneh. Legan tersenyum kecil sambil mengelus pelan rambut Adel.

"Makan yang banyak, gue temenin," Legan melipat tangannya dan menopang kepalanya. Wajahnya menghadap kearah Adel.

Adel mendengus pelan. Gadis itu mengambil sendok dan garpunya.

"Lo gak usah pikirin Gera, dia emang gitu. Lo liat gak? Bukan ke lo doang, tapi, ke kita semua," lanjut Legan.

Adel menghentikan aktivitasnya. Kini, gadis itu menatap Legan. "Kenapa?"

Legan mengangkat bahunya acuh. "Kalau Gera lagi marah emang gitu. Gak kayak gue yang blak-blakkan, dia itu hati-hati banget orangnya. Dia gak mau, kalau dia deket-deket orang yang menurut dia berharga pas dia lagi marah, nanti malah ngebentak atau kasar ke orang itu. Jadi, ya gini, lah."

Adel membuang nafasnya berat. "Tapi, kalian gak ngebujuk Gera biar Gera gak marah?"

Legan mengangguk lalu menggeleng. "Pernah, yang ada malah Gera ngebentak-bentak, terus Gera jadi benci dirinya sendiri. Dan, Gera jadi makin marah."

"Gimana kalau Gera makin marah dan gak pernah maafin dia sendiri? Atau, gak pernah maafin kita?"

Legan menggeleng pelan. "Sebenarnya, Gera itu pemaaf. Tapi, waktu untuk bikin kepalanya dingin dan hatinya lebih tenang itu agak lama."

Adel menghela nafasnya. "Dan lo tau, gue gak suka nunggu terlalu lama. Apalagi yang gak pasti."

Legan menepuk bahu Adel. "Gera itu suka nya menghindar dari masalah. Bukan pergi."

Adel menggeleng pelan. "Tapi, Gera gak seharusnya menghindar. Dia seharusnya menghadapi masalah itu."

"Bukan gitu, Gera lagi nyiapin diri buat menghadapi masalah itu dengan hati yang tenang," Legan tersenyum lembut sambil mengambil alih sendok Adel. Laki-laki itu menyodorkan sendok yang berisi batagor itu kearah bibir Adel. "Gue bilang, jangan bikin gue merasa pantas untuk nampol Gera."

Nothing Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang