Aku membuka mataku, ingatan tentang gadis berambut hitam itu memasuki kepalaku begitu saja. Aku terdiam, kemudian duduk. Aku melirik kekanan dan kiri, aku ada didalam tenda. Entah sejak kapan.
Aku keluar dari tenda dengan hati-hati, tak ingin membangunkan yang lainnya. Diluar tenda terdapat Aslan yang sedang berjaga. Aku menggigit bibir, Aslan menatapku datar.
"Hey..." Sapaku dengan sedikit ragu, aku gugup kalau harus berdua dengannya seperti ini. Rasanya agak sulit untuk bernafas, dan jantungku terus berdetak dengan ketukan yang tak kukenali.
"Putri kebo udah bangun?" Tanya Aslan datar, aku berkedip. Tunggu! Putri kebo katanya?!
"Enak saja! Aku tak sadar tau!" Seruku sambil duduk disebelahnya. Aslan hanya diam, ia menatapku dalam. Karena wajah datarnya, aku sedikit sulit untuk mengetahui pikirannya.
"Ada apa?" Tanyaku, Aslan menggeleng. Aku menatapnya dengan bingung, dasar cowok aneh. Aku terus menatapnya dengan kesal, Aslan mengabaikanku.
"Ceritakan masa lalumu" Kata Aslan dengan singkat.
"Ingin tau?" Tanyaku sambil tersenyum miring, aku menyibak rambut panjangku.
"Ya, karena itu aku menunggumu bangun" Kata Aslan dengan sedikit senyum, aku tertawa.
"Oke. Dulu, kata Mama aku punya teman khayalan" Kataku, menceritakan sejujurnya pada Aslan. "Cowok. Kita sering main waktu aku pergi ke rumah nenek dipegunungan sakral. Tapi, waktu aku 12 tahun, udah gak pernah ketemu lagi" Kataku sambil tersenyum.
"Kalo kamu?" Tanyaku balik, Aslan menatap langit malam bertaburan bintang diatas sana. Aku menatap bintang tersebut.
"Aku punya temen cewek, cantik. Rambutnya coklat, panjang. Pinter, supel, tapi mau temenan sama aku. Saat itu, aku pikir aku suka sama dia. Tapi, waktu aku mau nyatain perasaan, dia pergi" Kata Aslan panjang lebar. Aku menghitung setiap katanya, 31 kata, wow sekali untuk seorang Aslan.
"Rekor terpanjang. Well, kemana dia?" Tanyaku padanya, Aslan yang awalnya mengernyit kini terdiam. Ia menatap terus kearah api unggun yang terus memakan ranting yang ada didalam sana, aku ikut menatap api itu.
"Pergi. Jauh. Klan Matahari" Kata Aslan sambil tersenyum muram, aku menatapnya prihatin. Teman beda klan? Hebat sekali.
"Bagaimana bisa?" Tanyaku dengan hati-hati, takut ia tersinggung karena pertanyaan lancangku.
"Dia klan Matahari, aku bertemu dengannya di Klan Bulan. Aku tau tentang klan paralel, tapi belum pernah kesana. Dia kebetulan tersesat, aku membantunya dan dia pulang" Katanya lagi, pasti sakit rasanya saat orang yang kau cintai pergi meninggalkanmu.
Teman khayalanku, aku bertemu dengannya. Tapi, aku tak ingat namanya, didesa itu pun tak ada yang mirip dengan lelaki itu. Yang kuingat adalah wajah tampan, dan rambut hitam. Pakaiannya hitam-hitam, persis seperti yang tengah kupakai sekarang. Tapi, tak mungkin jika ia adalah Klan Bulan, aku bertemu dengannya di Klan Bumi. Aku hanya diam, terus menatap api yang menjadi sumber kehangatan.
Jujur, aku rindu anak itu. Dulu, ia bisa menguasai berbagai kemampuan keren. Seperti bermain tombak dan lainnya, kami selalu bermain sampai lupa waktu. Tapi, aku tak mengingat bagaimana kami pulang. Aku penasaran dengannya, apakah ia benar-benar hanya khayalan atau dia nyata? Aku tak tau.
"Moon. Kapan ulang tahunmu?" Tanya Aslan dengan nada datarnya seperti biasa, aku menoleh dan tersenyum kearahnya.
"Tidak akan lama, tapi kurasa aku takkan bisa menghabiskannya dengan keluargaku. Apalagi, aku tak tau sampai mana aku bisa bertahan begini..." Kataku dengan senyum sedih, ia menatapku semakin intens.
"Jangan sedih" Katanya, ia berdiri dan mendekati api unggun yang mengecil.
"Kita akan kembali, tak lama lagi. Takkan kubiarkan ada yang mati diantara kita. Aku akan mencari kayu dulu, api unggunnya bisa padam" Kata Aslan sambil berjalan, rambut pirangnya tampak gelap.
"Oh iya, matamu itu langka sekali" Katanya lagi, ia kemudian menghilang. Ia pasti berteleportasi.
Mataku memang jenis langka, Ri yang memberitahuku. Warna hitam pekat. Kalau kata Mama....
"Persis kayak langit malam"
Air mataku menetes begitu saja, rasanya sangat sakit. Aku bahkan masih tak percaya apa yang terjadi belakangan ini.
Aku tau Mama dan Papa bukan orangtua kandungku.
Aku tau kalau aku adalah Putri dari Klan Bulan.
Aku terjebak disalah satu Klan Paralel.
Aku tak bisa menjamin kalau aku akan pulang dengan selamat.
Luar biasa, Moon!
Aku menghela nafas, seketika kudengar suara sepatu dari belakangku. Aku menoleh, kulihat Lio keluar tenda sambil menguap. Aku sedikit tersenyum, ia menyapaku dengan cuek. Kemudian ia duduk disampingku, mengulurkan tangan kedekat perapian yang hampir padam.
"Kamu ngarasain apa?" Tanya Lio sambil menatapku, aku mengernyitkan dahi. Aku tak mengerti apa yang sedang ia bicarakan, aku hanya menggeleng.
"Sedih? Senang? Sakit?" Tanya Lio sambil menatapku dengan datar, tapi aku bisa melihat jelas kekhawatiran yang ada dimatanya. Mata itu tak bisa berbohong.
"Gak ngerasain apa-apa" Jawabku, aku mencabuti rumput ditanah.
"Biasanya, cewek kalau jawab begitu berarti ada sesuatu" Kata Lio. Aku mendengus dan melotot kearahnya.
"Emang bener 'kan?" Tanyanya sambil cengengesan. Aku membuang muka darinya. "Oh iya... Aku pengen tanya" Kata Lio dengan nada seriusnya, aku menatapnya. Lio sedang menatapku, kenapa situasinya sangat serius begini?!
"Gimana caranya bikin muka datar setiap saat?" Tanyanya dengan wajah antusias. Aku menatapnya dengan ekspresi kesal.
"Bodo amat" Jawabku, Lio mulai merengek seperti seorang anak kecil.
Lagipula, ekspresiku itu tidak sedatar itu! Aku bisa tersenyum, tertawa, dan hal manusiawi lainnya! Dasar Lio, pertanyaanmu sangat tak berguna. Aku menatap benda dilangit yang bernama sama denganku.
"Bulan itu cantik ya?" Tanya Lio, entah berbasa-basi atau ingin membicarakan sesuatu yang lain. Aku melihatnya, dia masih menatap Bulan disana.
"Moon... Bulan... Moon Sang Putri Bulan, Cocok!" Kata Lio sambil nyengir, kurasa wajahku mulai memanas. Aku memasang poker face seperti biasanya. Aku menatapnya, ia menatapku. Aku seperti hanyut dalam manik coklat gelapnya yang sngat meneduhkan, walau kadang berkilat.
"Aku tau aku tampan, tapi tak usah menatapku begitu" Kata Lio dengan cengiran khasnya, wajahku semakin panas. Aku memukul bahunya ringan.
"Huhh! Aku tidak menatapmu!" Aku mencoba untuk mengelak, tapi Lio hanya tertawa. Entah menertawaiku atau sedang menggodaku saja.
"Ada apa?" Tanya Aslan yang sudah muncul, aku memasang poker face milikku. Aku menggeleng, tapi Lio merangkul bahuku dengan cukup erat sambil menatap tajam Aslan.
"Kepo" Kata Lio dengan bahasa Klan Bulan, sepertinya ia sudah belajar dari Riang?
"Apa-apaan?!" Seruku kesal.
"Sepertinya pacarmu tak sependapat denganmu" Goda Aslan, merekapun berdebat panjang. Aku menonton sambil sesekali terkekeh karena pertengkaran lucu mereka.
Yeah, nikmati saja ini.
*****
Manis manis dulu sebelum konflik 'kan?
Kalian masih tetep di #AslanMoon team atau udah pindah haluan ke #LioMoon team?
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI
FanfictionNamaku Moon, usiaku 16 tahun. Sekilas, aku terlihat seperti anak remaja biasa. Aku agak berbeda dari remaja kebanyakan tapi, aku menyukai diriku. Aku memiliki satu adik perempuan, dia terpaut usia setahun denganku. Tapi, aku memiliki rahasia kecil...