"When the shadows unfold. When the sun hide his gold. When the wind, and the cold, come calling."
Seorang gadis cantik dengan rambut biru miliknya tengah duduk ditepi kolam, dia melihat bulan yang ada diatas balkon. Di wajahnya tampak rindu yang besar.
"When the path isn't clear, and the stars disappear. As the endless midnight is following." Gadis itu berdiri dari posisinya, berjalan menuju balkon kerajaan yang begitu luas.
Pemandangan tiba-tiba berganti, menunjukkan latar yang berbeda. Seorang pemuda telentang di rerumputan, menatap langit kelam dengan bulan disana.
"In the edge of the sky, There's a moon hanging high." Suaranya yang merdu benar-benar memanjakan telinga siapapun, dia bernyanyi seolah melanjutkan gadis tadi. Dibelakangnya, terdapat kastil yang megah dengan tanda Bulan disana.
"When you lost, it'll try to remind you." Manik birunya tampak terang ditengah gelaonya malam, dia mengubah posisi menjadi duduk.
"On the dark dessert night, you can look to the light... 'Cause it's shining there to remind you." Latar kembali menunjukkan gadis cantik yang tengah berjalan mendekati pilar besar ditengah ruangan.
"Dessert Moon, light the way, 'till the dark turns to day.
Like a lamp in the lonely night.
Bright and blue..."Mereka berdua bernyanyi secara bersamaan, lelaki itu juga berdiri dan mendekati salah satu pohon terdekat.
"Dessert Moon, wild and free.
Will it burn, just for me?"Sang gadis sudah bersandar disebelah kanan pilar, mengangkat tangan pada bulan yang ada jauh diatasnya.
"Shine down..."
Lalu, diikuti sang lelaki, yang juga bersandar disebelah kiri pohon, mencoba meraih bulan yang ada jauh diatasnya.
"Shine down..."
Mereka menatap bulan itu dan menurunkan tangannya, sang gadis menatap salah satu kalung dengan permata besar berwarna biru seperti manik sang lelaki yang ada jauh disana.
"'Till I find my way..."
Sang lelaki menatap tangannya. Sebuah permata berwarna hitam kelam, bagai langit malam dan mata gadisnya yang mungkin tengah merindukannya juga nun jauh disana.
"To... You..."
"Nir... Nir..." Gadis itu menangis, memeluk erat permata ditangannya seolah itu adalah kekasihnya.
* * * * *
Moon's PoV
"—On!" Aku membuka mataku, kemudian mengerjap ketika mendengar panggilan lemah seorang lelaki. Aku segera saja mengingat apa yang terjadi, aku bangkit dari tidurku dan melihat Aslan nyaris pingsan dengan luka parah. Kami ada disebuah batang kayu yang tersangkut di tengah sungai yang super besar ini, aku mendekati Aslan dengan susah payah."Aslan! Aslan!" Aku berteriak, mataku terasa berair.
Salahku, salahku!
Ini menyedihkan. Dengan tubuh yang terasa remuk begini aku takkan bisa melakukan apapun, aku bahkan tak tau berapa lama aku terbawa arus dan tak sadarkan diri.
Aku menatap pinggir sungai yang berjarak 200 meter dari tempatku. Ini adalah sungai terbesar yang pernah kulihat, maupun kutau. Namun, aku tak punya waktu untuk menganggumi semua keindahan alam Klan ini yang sangatlah terjaga. Aku mengeluh karena tak yakin jika aku bisa berenang kesana.
Tes... Tes...
Ditengah derasnya air, aku kembali menangis. Untuk sekian kalinya di perjalanan ini, dan di perjalanan ini aku menjadi sangat cengeng. Aku terisak pelan.
"Moon..." Lirih Aslan yang ada disampingku, aku menoleh menatap Aslan yang masih sedikit sadar. Tangan Aslan maju, meraih pipiku dan mengusap air dari wajahku. Air mataku justru turun semakin deras.
"Jangan menangis, kita bisa lewati semua ini. Bersama." Tangisku kembali pecah, aku menggenggam tangan Aslan dengan salah satu tanganku sembari menangis. Aslan melihatku dengan lemah, matanya hampir tertutup.
"Aslan... Terimakasih."
Setidaknya, aku sedikit lega karena ada yang masih bersamaku disaat begini.
Mataku membelalak ketika melihat Aslan pingsan, bibir lelaki itu membiru dengan wajah yang sangat pucat. Aku memanggil namanya ditengah bisingnya arus air.
"ASLAN!!! ASLAN!!!" Namun, itu tetap tak mengembalikan kesadarannya. Aku menatap salah satu pinggir sungai, kemudian aku melingkarkan tanganku di punggung Aslan. Bersiap berenang sembari membawanya, semoga saja aku berhasil dan tidak terlambat.
Entah kenapa, arus air seperti tak berefek padaku. Aku sampai dipinggir sungai, aku langsung mengecek keadaan Aslan. Aku mengecek denyut nadinya dan nafasnya, aku menghela nafas lega karena nafasnya lumayan teratur. Aku menggigit bibir bawahku, seandainya aku bisa menyembuhkan dan memulihkan orang seperti Av. Aku menaruh kepala Aslan diatas pahaku, aku mulai merasakan air mataku menetes.
"Aslan..." Isakku pelan, air mataku ada yang menetes keatas wajah Aslan. Dan, mungkin itu mengganggunya. Aku melihatnya membuka matanya sedikit.
"Moon..." Panggilnya, aku berseru kegirangan.
"Aslan! Aslan! Ini aku, Moon!" Seruku, Aslan menatapku dengan pandangan kosong. Tangannya bergetar dan bergerak menuju pipiku. Aslan mengusap pipiku, meninggalkan jejak darah dari ibu jarinya.
"Jangan menangis. Aku gak suka. Uhuk! Uhuk!" Aslan terbatuk, darah segar kembali mengalir keluar dari mulutnya.
"Aslan!!! Aslan!!! Bertahanlah!!! Kumohon!!! Jangan menyerah, kumohon!!!" Seruku, Aslan menatapku dengan pandangan tanpa harapan.
Dan, disaat harapan mulai menipis. Aku mendengar satu suara yang kubenci, yang terdengar bersalah.
"Moon... Biarkan aku membantu."
Namun, didetik terakhir, Saints adalah satu-satunya orang yang dapat membantuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMI
FanfictionNamaku Moon, usiaku 16 tahun. Sekilas, aku terlihat seperti anak remaja biasa. Aku agak berbeda dari remaja kebanyakan tapi, aku menyukai diriku. Aku memiliki satu adik perempuan, dia terpaut usia setahun denganku. Tapi, aku memiliki rahasia kecil...