23. Room 487

644 72 3
                                    

Akhirnya Zee menemukan apa yang dia cari sejak tadi, passpor lengkap dan juga yang terpenting adalah dompet miliknya. Sejenak dia melihat isi dompetnya, ada seberkas foto yang selalu dia bawa kemana saja.

Wajah dirinya dan juga Brielle ada disana, dikertas namun selalu dia selipkan didalam dompetnya.

"Hah, gak bisa bayangin kalau yang ilang foto ini. Gak ada yang lebih berharga selain jimatku yang satu ini"

Nafas Zee tampak sedikit lega, saat bus sudah turun lagi didekat kampusnya. Lalu dia menempuh gerbang selama hampir lima belas menit.

Sesekali zee mengedipkan matanya mencari sesuatu untuk dia temui.

Dia meninggalkan upacara penerimaan mahasiswa baru, tapi hanya beberapa saat setelah itu dia lekas menyusul untuk memasuki ruang yang tampaknya memang begitu luas.

"Hey Dey, belum kelar ya? " Sapa Zee lalu kini dia duduk mengisi baris kosong yang ada disebalah Dey tepat.

"Belum, padahal gue juga udah bosen pengen cepet ke Kamar kita.. "

Zee tidak menghiraukan pernyataan tersebut, lekas dia sesekali melihat siapa yang sedang berpidato diatas stage yang diyakini belum ada seperempat ruangan disana.

"Dia lagi ngomong apasih? " Tanya zee masih belum terlalu paham dengan apa yang sedang dibahas pada saat itu.

"Ahh, Kepala Asrama bilang. Kalau dari kita masing-masing anak bakal dikasih kamar berdasarkan region sama something yang buat satu kamar"

Ucap Dey tanpa mengarahkan kepalanya kepada Zee.

"Kita bisa sekamar dong!?"

"Dih gamau gue.. Yang ada lo males-malesan" Keluh Dey.

"Yee enak aje, gue gini-gini rajin"

Dey menggidikan bahunya tanpa merasa jijik kepada sobatnya barusan.
"Artinya kamar cuma bisa dipake kita sama satu temen lagi yang sedaerah sama kita? "

"Kayaknya iya sih, biar ngobrol-ngobrol juga biar cepet nyambung"

Zee hanya menghabiskan waktu nya untuk memainkan game di phonselnya, dia sama sekali tidak mengikuti apa yang dikatakan oleh kepala asrama saat ini. Sesekali dia melihat pemandangan luar ruangan. Matanya terfokus dengan satu objek di luar ruangan tersebut.

Ada seorang yang menyolok untuk dia terus pandangi.

Zee lekas menyadarinya, dia langsung berdiri dari duduknya membuat Dey juga ikut terkejut. Zee tidak mengatakan apapun matanya masih fokus. Perlahan kakinya pergi kearah pepohonan belakang ruangan tersebut, beberapa kali kakinya tampak terbentur dengan bayangannya sendiri.

Matanya masih menoleh beberapa kali mencari seseorang yang dia yakini betul bahwa itu adalah seorang yang selalu dia cari beberapa tahun ini. Seorang perempuan yang selalu membuatnya tersiksa rindu.

Zee hampir frustrasi beberapa kali dia selalu gagal menemukan jejak Brielle. Hampir tiga tahun terakhir ini dia benar-benar fokus mencari jejak kemana Brielle pergi. Zee selalu khawatir keadaan gadis yang selalu ada didalam otak dan pikirannya.

Selama ini, dia lepas kontak dengan Brielle. Selama itu pula dia benar-benar membenci kehidupannya. Dia menyesal tidak mencegah Brielle pergi saat itu.

Tanpa adanya kata perpisahan Brielle benar-benar pindah tempat tinggal dan meninggalkan rumah peninggalan milik nenek mereka.

Setelah hampir duapuluh menit zee keliling taman belakang bangunan tinggi di kampusnya itu akhirnya, kaki Zee terdiam. Zee sejenak hanya bisa diam melihat apa yang dia pandang.

The Roomatte [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang