"Kau mau kemana? Biar kita bertiga berangkat bersama.." Ucap Lala sudah siap menjinjing tas miliknya yang berwarna hitam.
Ketiganya saat ini masih dalam keadaan duduk nyaman di ruang makan dekat dapur rumah megah nan besar milik keluarga Briel.
Setelah sarapan selesai, yang ada hanya pandangan Lala menuju kearah kantung mata Briel. Dia merasa ada yang aneh dengan teman barunya itu.
"Ehmm... Aku ada kegiatan disekolah, tapi kurasa diriku kurang enak badan" Lalu dengan lemah Briel menekuk lehernya lalu melepaskan sandarannya dari kursi.
Zee masih meneguk segelas susu ditangannya, lalu mengelap sedikit sudut bibirnya mendengar kan keluhan sepupu tirinya. Yha sepupu tiri.. Bahkan dia sudah terbiasa dengan panggilan itu.
Pagi memang tampak cerah tanpa mendung seperti tiga hari yang lalu, namun itu sama sekali tidak berpengaruh pada kondisi kesehatan seseorang. Melainkan dengan perpindahan cuaca seperti inilah yang membuat banyak orang kondisi imunnya melemah hingga terjangkit lah beberapa penyakit untuk mereka.
Salah satunya adalah Briel... Mukanya mendadak pucat dan tampaknya dia menggigil kedinginan.
"Maaf yha kak 'La..?"
"It's oke. Sepertinya Zee perlu mengantarmu ke Klinik pagi ini? "
"Uhkk... Uhkk.. Kk"
Suara itu berasal dari zee yang tampak tersedak oleh beberapa nasi yang tadi dia telan. Matanya melotot kaget.
"Loh? Yakali gue yang harus nganter dia sih kak?" Zee bertanya dengan nada tinggi tampak tidak terima.
Lala lalu tersenyum sinis, sambil menoel paha mulus milik Zee.
"Ah.. Ya Ya Ya kak.. Zee mau kok kak!! "
Akhirnya Lala menepuk ujung kepala Zee pelan dan halus.
"Anak pintar... Kalau gitu kakak berangkat duluan ya? Ada Ujian soalnya. Bye Zee Briel.. Nanti sore aku menginap sini lagi oke? "
Zee hanya tersenyum seadanya, Briel hanya menatap Zee dengan wajah pasrah. Antara mau gak mau.
"Ganti baju gih, jam 8 kita berangkat..."
Briel yang lemas hanya bisa mengangguk pelan.
Zee melihat mata tulus dari seorang Briel saat itu juga. Dia yang sadar bola mata mereka tiba-tiba bertemu pun lekas membuang wajah dan merubah diri menjadi angkuh.
.
. .."Kamu yakin gak apa? " Zee terpaksa menggandeng bahu milik Briel. Karena Briel memang tampak begitu lemas saat ini.
"Aku gak apa, udah kamu tinggal aja aku.. Toh dokter nya bentar lagi dateng kan? "
Zee menolak sambil menggeleng kan kepala nya.
"Gue yang bawa lu kesini, artinya gue juga yang harus jagain ntar sampai kita pulang! "
Briel menyerah, dia tidak dapat melawan Zee si keras kepala.
"Boleh gue minta kontak Bibi dan Paman? Atau kalau enggak Cowok atau Gebetan lu daerah JakSel sini?"
Briel menghembuskan nafasnya kasar, lalu melihat tajam kearah Zee. Wajahnya mendekat... Semakin dekat melewati garis wajah Zee. Mengincar wajah samping Zee sambil berbisik.
"Ku hidup sebatang kara disini, pacar, cowok bahkan teman.. Ku ga punya. Mereka tidak terlalu penting untuk ku"
Briel semakin berbisik nafasnya hampir tersenggal.
Bughhtttt.....
Tubuh Briel melemah, menimpa Zee. Dengan reflek gadis tomboy tersebut langsung menangkap tubuh gembul milik sepupu tirinya itu.
"Briel... Briel... Are you oke? "
"Ya allah, Yatuhan.. Pingsan. Suster.. Sustt.. Suster.. Waduh "
Jeritnya bingung melihat kanan kiri.
Bersambung.....
KAMU SEDANG MEMBACA
The Roomatte [END]
أدب الهواةZeeBriel [Not Jibril] Gabriel Angelina biasa dipanggil Briel seorang penyendiri dan begitu membenci kerusuhan, keributan harus membuka takdir barunya. Yakni ketika Zee dengan nama lengkapnya Azizi Shafa Asadel datang sebagai teman satu Rumahnya. Ras...