Zee memaksakan motornya untuk melewati batuan terjal ditengah hutan hingga hujan benar-benar turun cukup deras saat ini. Zee berhasil mendengar semua ucapan penyidik sehingga dia dapat mengetahui bagaimana dan dimana brielle saat ini. Dia dengan sengaja mengendap-endap mengikuti mobil kepolisian yang ikut ditumpangi oleh kedua temannya yakni Christy dan juga Muthe. Air matanya sedikit menetes ketika harus membayangkan keadaan brielle ada ditengah rimbunnya hutan dan juga lebatnya hujan.
Hingga ada suara yang membuatnya harus berhenti, ada suara seseorang yang berteriak disana. Tidak salah lagi itu adalah suara brielle. Tubuh Zee sudah basah dengan hujan, sedikit dingin menusuk tajam hingga ketulang. Dia lekas turun dari motor karena medannya tidak lagi bisa dia lalui menggunakan motor. Matanya membulat ketika melihat tubuh yang dia yakini itu adalah brielle sedang ada diatas pohon. Dia tidak ingin berkata apapun karena memang sejak kecil brielle lah yang paling payah untuk memanjat pohon.
"Zee...."
"Bagaimana bisa..." Brielle kaget begitu heran melihat sosok gadis yang ada dihadapannya itu kini datang menjemputnya.
Zee begitu menajamkan instingnya untuk mencarai keberadaan brielle. Matanya berkaca-kaca setelah melihat keadaan brielle sudah begitu lebam dengan banyak luka robek di sela bibirnya. Darah yang mengering kinipun sudah hilang akibat hujan yang mengguyur begitu deras. Pelan tapi pasti brielle kini berhasil turun dan memeluk tubub zee kuat. Begitupun sebaliknya zee menangis sedikit menghirup aroma tubuh dari kekasihnya itu.
"Kau kenapa berteriak sih gadis bodoh? Ini dihutan bagaiman kalau kau bisa dimakan ular ataupun hewan buas"
Brielle tersenyum mendengar ucapan zee yang memang menyebalkan itu.
"Aku tadi melihat cacing bodoh, jadi aku geli terus menjerit"
"Lagi pula yang pasti bisa memakanku hanya kamu 'kan?"
Zee sedikit tertawa bagaimana gadis yang sudah tampak kacau ini bisa mengelantur. Lalu akhirnya zee bisa membawa brielle pergi meninggalkan hutan, membawanya menuju kearah pemukiman rumah. Karena keadaan brielle yang memang begitu mengkhawatirkan zee terpaksa harus menaikan kecepatan motornya menembus hujan dan melalui gelapnya jalan dibalik pepohonan gelap seperti ini. Mata zee kini benar-benar terfokus pada jalanan mencoba mengingat beberapa jalur yang akan mempermudah dia pergi.
Perjalanan mereka berlangsung selama hampir satu jam, tidak ada obrolan selama itu yang ada hanya zee berdoa mengenai brielle agar tidak terjadi apa-apa.
"Berhenti mengkhawatirkan ku zee.. Aku lebih khawatir dengan kepalamu" Ujar brielle sedikit mengeraskan suaranya ditengah hujan. Karena dia yakin zee bisa lebih jelas mendengarnya. Zee tidak memakai helmnya karena sengaja dia pakaikan ke brielle begitupun juga dengan jaketnya.
"Tidak perlu mengkhawatirkan gadis kuat sepertiku brielle.." Ucap zee dengan nada sombong. Kini keduanya benar-benar larut dalam kerinduan, ada yang tidak zee katakan saat itu juga mengenai papa brielle yang sudah mengetahui hubungan terlarang mereka.
"Aku juga gadis kuat zee, jadi tidak perlu khawatir"
"Ya sudahlah, kenapa kita jadi kaya gini sih" suara Zee sedikit mengeluarkan nada tertawa.
"Karena aku sayang kamu, aku ingin kamu terus ada disamping aku..terus bahagia denganmu" Ucap brielle cukup terbata bata karena suara itu sedikit terbungkam oleh air hujan.
"Sejak kapan kau jadi budak cinta?"
"Sejak kau beri aku segalanya"
Brielle sedikit kaku dan bingung, dia benar-benar bingung menjawab pertanyaan itu yang jelas memang zee sudah banyak menyumbang kebahagiaan lahir dan juga jasmaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Roomatte [END]
FanfictionZeeBriel [Not Jibril] Gabriel Angelina biasa dipanggil Briel seorang penyendiri dan begitu membenci kerusuhan, keributan harus membuka takdir barunya. Yakni ketika Zee dengan nama lengkapnya Azizi Shafa Asadel datang sebagai teman satu Rumahnya. Ras...