31. Grey Memory

476 59 7
                                    

Ada yang hangat memeluk tubuh Brielle ketika dia sudah putus asa menjatuhkan diri duduk dibawah wastafel. Dia lumayan kesal untuk menutupi hidungnya, sesekali matanya juga ikut terpejam merasakan rasa perih yang datang. Pandangan matanya kacau sedikit memudar hampir tidak jelas melihat sekelilingnya.

"Zee itu kamu?" Tanya Brielle mencoba mengangkat dirinya, mencoba berdiri.

Dia tidak mendengar apapun saat itu, tapi satu yang membuat Brielle yakin yang datang itu adalah Zee bau parfum yang begitu khas dengan Cinamone. Manis dan begitu memabukan.

"Aku tidak akan bertanya kamu baik atau tidak, yang pasti aku harus mengantarmu ke rumah sakit"

Tidak berlangsung lama, keduanya langsung menuju kerumah sakit menggunakan taksi. Didalam mobil yang ada hanya diam, karena keduanya terbawa oleh pikiran masing-masing.

Brielle tampak kacau karena sikap Zee tampak dingin. Zee tidak biasanya seperti itu, zee yang biasanya adalah dia begitu marah dan akan sangat bawel ketika Brielle terluka. Tapi kali ini memang cukup aneh kenapa Zee hanya terdiam.

Tapi ada yang membuat tenang hati Brielle, yakni bahu Zee selalu siap menjadi pilar penyangga untuk dia sandari. Sesekali Brielle menutup matanya untuk meredakan perih yang dia rasakan saat ini, dia meletakan penuh kepalanya dibahu gadis yang paling dia sukai.

Zee masih diam tapi tampak sekali dia begitu tegang sejak tadi, dia membalas pelan dengan menggenggam penuh telapak tangan Brielle. Berharap bisa sekedar menenangkan Brielle yang tampak lebih pucat dari sebelumnya.

"Kau kenapa diam saja?" Kali ini Zee bertanya kepada Zee yang mendadak menjadi patung.

"Aku takut kamu marah" Brielle membalasnya lirih sesekali melihat mata Zee begitu dalam.

"Hehehe.. Aku tidak akan marah Brielle" Jawab Zee lalu mengeratkan kembali kedua tangan mereka.

"Aku takut sekali kalau kamu marah. Kamu kalau marah udah macem banteng" Keluh Brielle sedikit merapikan rambutnya.

"Aku jauh lebih takut kalau kamu kenapa-kenapa!!" Seru Zee.

"Aku udah biasa mimisan sejak kecil, jadi kamu gausah khawatir.. Mungkin nanti sama dokternya juga suruh istirahat sebentar terus dikasih vitamin" Jawab Brielle sambil menarik lengan Zee untuk lebih dekat dengan dirinya.

"Tapi, gak mungkin mimisan biasa kalau sebanyak itu Brielle.."

"Udah Zee, kamu percaya sama aku. Aku bisa jaga diri, aku gak selemah itu" Jawab Brielle cukup serius.

"Tapi Brielle, kamu itu selalu saja pura-pura kuat dan mandiri"

"Apa? Pura-pura? Kamu pikir aku kaya gini pura-pura?" Sedikit nada suara Brielle naik.

"Gak gitu Brielle..."

"Terus apa maksudnya? Jawab!" Tanya Brielle membuat Zee mendadak pusing.

"Aku gak maksud bilang kaya gitu ke kamu? Tapi aku bener-bener khawatir sama kamu gadis bodoh? Berhenti menjadi seorang yang paling kuat? Gak puas kamu membohongi diri selama ini?" Perjelas Zee sesekali membuat gerak tangan.

"Gausah ungkit-ungkit masalah itu lagi kenapa sih?" Brielle cukup sensitif entah apa penyebabnya.

"Sir, Are we almost there? Could we stop at here?" Ungkap Brielle nekat.

"Sorry ?" Balas sang sopir taksi lalu menghentikan mobilnya.

Brielle lekas turun, berlari sebisa mungkin dari jangkauan Zee.

"Gadis bodoh, merepotkan sekali.." Gerutu Zee menarik nafasnya.

"Sorry 'sir..How much will it cost?"

The Roomatte [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang