Vio’s café terlihat ramai hampir semua anak buah ku sibuk melayani para pengunjung, aku langsung masuk ruangan dan saat aku membuka pintu sebuah kehangatan memeluk ku yang terasa rapuh. Ternyata walaupun aku tidak ada namun ruangan ini selalu dibersihkan, ternyata anak buah ku masih ingat aku.
Terdengar teriakan Gagah sang koki café membuat ku tersadar kalau mereka pasti memerlukan bantuan, aku segera keluar dan membanatu di lini dapur, awalnya Gagah merasa tidak enak hati karena teriakanya membuat ku sekarang ada di dapur. Namun dia berfikir kalau bukan aku siapa lagi yang bisa membantunya sehingga dia akhirnya pasrah menerima bantuan ku.
Keramaian café akhirnya mulai berkurang saat memasuki petang mungkin kebanyakan mereka memilih pulang kerumah dan berkumpul dengan keluarganya masing – masing. Aku duduk dibangku tinggi yang sengaja didisain menyerupai mini bar supaya memiliki nuansa berbeda dengan yang lainya.
“ Mbak Vio “ panggil Titin asistenya
“Ya, ada apa? “ aku merasa bingung melihat anak buah ku semua berkumpul menghadap ku, tidak mungkin kan mereka sedang melakukan demo secara dadakan.
“Mbak kami semua disini ingin mengucapkan selamat sama mbak Vio atas pernikahanya “ ucap salah satu anak buahku.
“Kapan – kapan ajak donk laki – laki beruntung itu kesini mbak kita juga pengen kenal “ ucap yang lainya.
“ Terima kasih, nanti aku ajak dia kalau dia sudah tidak sibuk dengan pekerjaanya “
Bukan perasaan bahagia yang aku rasakan menerima ucapan selamat yang begitu tulus dari anak buah ku, justru perasaan bersalah karena semua orang yang tidak tahu memberikan ucapan dan doa yang benar – benar mereka sampaikan namun apa yang terjadi aku hanya berpura – pura terlihat baik – baik saja didepan mereka semua. Alangkah jahatnya aku melakukan semua ini pada mereka semua terutama pada kedua orang tua ku. Ponsel ku berbunyi ada telpon masuk ternyata dari Zaza sahabatnya.
“ Ya, ada yang bisa saya bantu? “
“Ehh loe jahat beneran masuk kerja gak bilang – bilang tahu gitu kan gue bisa mampir tadi siang “
“Sejak kapan gue mau masuk kerja bilang – bilang? “ aku geli sendiri menyadari kekonyolan kata – kata Zaza.
“Ahh pokoknya gue gak terima, sekarang loe dimana? “
“Gue udah mau pulang, karena gue gak bilang kalau gue pulang malam jadi sebelum dia pulang gue udah harus udah ada dirumah “
“ Ahh gue kan kangen sama loe “
“ Ya udah kerumah aja kita ngobrol disana, dia pasti ngerti kok “
Ternyata aku salah semua lampu masih belum juga menyala dan itu artinya Indra juga belum pulang, aku berdiri didepan pintu mengamati rumah ini dari luar. Aku mulai bertanya – tanya dia bekerja dibidang apa sebenarnya kenapa seakan – akan dia dikejar – kejar oleh waktu. Saat akan memasuki rumah sebuah taksi berhenti didepan rumah ternyata Zaza yang datang kita langsung berpelukan dan saling melepas rindu seperti sudah bertahun – tahun tidak ketemu.
“Ihhhh gue kangen banget sama loe “ ucap Zaza aku mengajaknya masuk dan duduk diruang tengah yang bersebelahan dengan dapur dan meja makan.
“Gue juga kangen banget sama loe, mau minum apa? “
“Gampang nanti gue ambil sendiri kalau gue mau minum. Rumahnya bagus juga ya “
“Ya lumayan lah gue mandi dulu ya, anggap rumah sendiri aja okey “
“ Sipp…. “
Saat kembali menemui Zaza diruang tengah ternyata Zaza sudah tidak ada dan entah kemana, aku mencari diluar dan ternyata dia ada diteras samping ruamah. Aku menemuinya dan membawakanya secangkir teh hangat untuknya. Kita asik mengobrol, sebenarnya Zaza yang banyak cerita aku cenderung mendengarkan aja. Tanpa terasa sudah jam sebelas malam dan Zaza sadar kalau dia belum melihat Indra selama dia disini.
