Udah mau ending nih dan bintang cerita ini belum bertambah hmmmmm #tariknapas berarti emang kurang menarik :'( tapi gak apa - apa lah aku menulis bukan semata - mata ingin di puji aja tapi karena untuk kepuasan ku sendiri aja. Makasih banyak buat yang udah setia memberikan aku bintang - bintang yang sangat berarti (bintang di dunia orange ) hehe....
^_● ♡♥♡
Ternyata dugaan ku gak salah mereka berdua memang dekat dan saling menyayangi. Indra begitu melindungi Janis dan Janis sangat menghormati Indra. Senang rasanya melihat keakrapan kakak beradik diantara mereka. Karena sejak dulu ingin rasanya aku bisa berbagi seperti itu dengan kakak atau adik sendiri namun aku ditakdirkan untuk menjadi anak tunggal dikeluarga ku
Semenjak kejadian demi kejadian membuat ku dan Janis semakin dekat seringnya aku meluangkan waktu dirumah membuat waktu kita berdua untuk bertemu semakin banyak. Tidak tahu sejak kapan aku menjadi kurang bersemangat ke Café entah kenapa pikiran tentang takut Awan akan datang mencari ku di Café sealu menghantui ku karena pikiran itu aku lebih memilih untuk bekerja dan mengawasi Café dari rumah saja.
Bahkan Indra mulai kebingungan melihat kedekatan kita berdua, Janis hampir tidak memberikan waktu untuk Indra dan aku berduaan, sengaja atau tidak hanya Janis yang tahu. Hampir setiap malam aku disibukan dengan berbagai pilihan disain baju yang dia tunjukan walaupun hanya memilihnya saja sudah membuat ku pusing apa lagi harus membuat disain rumit yang terlihat disetiap lekukan gambar itu. Indra hanya menengok saat dia selesai dengan pekerjaanya. Mungkin Janis terlalu lelah akhirnya dia tertidur di tempat tidur dengan dikelilingi kertas. Melihat kerja keras Janis membuat ku mengoreksi pendapat ku tentang disainer selama ini, aku pikir pekerjaan paling enak adalah seorang disainer karena setahu ku dia hanya merancang pakaian kapan pun dia ingin merancangnya. Ternyata aku salah total, aku dibuat malu dengan pikiran ku sendiri, saat aku memasuki kamar Indra sedang berbicara di ponsel yang dia pegang ternyata ponsel ku. Semenjak kita berdua menikah dalam artian menikah yang sebenarnya ponsel ku dan ponselnya tidak ada yang disembunyikan kita bisa saling menggunakannya. Namun saat ini kenapa jantung ku jadi berdebar – debar seperti ini melihat Indra menjawab panggilan masuk dari ponsel ku, ditambah lagi dengan ekspresinya yang tidak terbaca.
“ Dari tadi ponsel mu bunyi jadi aku angkat “ ucapnya singkat padahal aku tidak bertanya apa - apa.
“ Ow, ternyata Janis pekerja keras juga yah orangnya” Indra mendekat dan memberikan ponsel ku yang sejak tadi dipegangnya tanpa menjawab ucapan ku tetang Janis.
“ Apa aku udah boleh tahu tentang Awan? “ tanyanya perlahan seolah takut akan melukai ku. Semua perasaan berkecamuk dipikiran ku, Indra semakin mendekat dan kini duduk disamping ku. Beberapa saat aku hanya terdiam dan dia pun melakukan hal yang sama. Dia menyentuh tangan ku dan kemudian menggenggamnya.
“ Apa kamu masih begitu ingin tahu tentang dia? “ tanya ku dengan menatapnya.
“ Hmmm jujur aja, entah kenapa nama itu selalu mengganggu pikiran ku. Tapi kalau kamu gak mau membahasnya juga gak apa – apa kok, aku coba ngerti “ Indra mulai bangkit dari duduknya dan terhenti saat aku mulai berbicara dengan nada yang aneh.
“ Dia orang yang sangat ceria, candaanya selalu membuat ku tersenyum bahagia disaat ku disampingnya. Apapun yang terjadi diantara kita tidak ada yang kita sembunyikan, ku pikir dia adalah jodoh ku karena aku dan dia begitu kompak dan cocok kata orang – orang. Ku pikir kehilanganya adalah sesuatu yang tidak bisa aku bayangkan karena itu aku tidak pernah ingin berpisah darinya, sampai saat itu akhirnya datang dia benar – benar menginggalkan ku dan itu kenyataan bukan sebuah pikiran lagi “ aku mencoba untuk tetap tersenyum saat mengulang cerita itu mungkin hasilnya gagal karena Indra mengusap cairan hangat yang mulai bermunculan disudut mata ku.
