Vio’s café terlihat sepi hanya ada beberapa pengunjung yang datang untuk minum dan mengobrol, terdengar suara musik yang ringan dan lembut melengkapi suasana café yang sedang sepi hanya suara beberapa anak buah ku yang membuat ramai dapur. Aku hanya duduk – duduk malas didepan komputer di tempat kasir karena kasif café sedang ijin tidak masuk karena sakit. Sejak tadi mata ku tertuju pada kalender di meja kasir, aku baru sadar kalau ternyata sudah tiga bulan aku menyandang status baru yaitu menjadi seorang istri, namun istri yang sangat tidak baik karena sampai saat ini gak sedikit pun aku melaksanakan kewajiban ku menjadi seorang istri. Sebuah teriakan membuyarkan pikiran ku siapa lagi kalau bukan suara Zaza.
“ Hay ngelamun aja, kok tumben sih sepi? “
“ Gak tahu udah bosen kali ke sini terus “ ucap ku asal
“Ehh gak boleh bilang begitu, Ow ya tadi gue dapet kabar dari Yogi katanya minggu ini mau diadain reuni seangkatan doank sih tapi lumayan lah udah lama kan kita gak pada kumpul bareng lagi “
“ Ow gue males Za loe aja yang dateng gue nitip salam aja deh sama mereka “
“Loe masih aja gitu Vi, tenang aja kan ada gue jadi loe gak perlu takutmerasa dicuekin. Percaya sama gue “
“ Lihat nanti aja Za gue gak bisa janji “
Memikirkan kabar yang Zaza bawa tadi memuat ku teringat masa – masa SMA dulu, masa dimana aku selalu salah memilih teman dan bergaul. Aku pikir teman yang aku pilih akan menjadi teman dekat atau bahkan sahabat namun ternyata kenyataan berkata lain mereka seolah – olah menganggap ku tidak pernah ada diantara mereka, selalu diremehkan dan disepelekan betapa kecewanya kalau mereka memperlakukan ku seperti itu hanya Zaza sahabat ku yang bisa menghargai dan menganggap ku ada. Namun sayang aku dan Zaza tidak pernah satu jurusan dan selalu berbeda kelas sejak SMA sampai kuliah sekali pun.
Semenjak kejadian seperti itu berulang – ulang terjadi aku menjadi berfikir lain tentang sebuah pertemanan, tidak semua orang bisa menerima kekurangan orang sebaliknya orang gampang banget menerima kelebihan orang dan langsung menganggapnya penting. Tidak seperti aku yang banyak kekurangan dan bernasip selalu disepelekan dan dikucilkan.
==#==
Malam ini berbeda dengan malam – malam biasanya, udara terasa dingin tapi kenapa aku mengeluarkan banyak keringat dan perut ku terasa sakit seperti di remas – remas oleh tangan banyak orang. Keringat yang keluar dari tubuh ku tidak lain adalah keringat dingin, aku hanya membalik – balikan badan di tempat tidur sakit kali ini berbeda dengan sakit perut yang selama ini aku pernah alami. Kamar terlihat gelap gulita aku tidak bisa melihat jam berapa sekarang, begitu sakit yang aku rasakan membuat ku tidak kuat untuk bangun dan mencari obat. Tidak ada cara lain selain membangunkan Indra yang paling dekat yang bisa aku mintai tolong, sebenarnya membangunkan Indra adalah pilihan terakhir yang aku pikirkan namun tidak ada cara lain selain membangunkan Indra. Aku mencari bagian dari tubuh Indra yang bisa aku gapai untuk membangunkanya akhirnya aku bisa menemukan tanganya dan langsung mencengkeram tanganya dengan sangat kuat seketika Indra bangun dan melihat kearah ku dia langsung menyalakan lampu didekat meja.
“Loe kenapa Vio? “ tanyanya panik dan langsung mengusap kening ku yang sudah dibasahi keringat.
“Sakit banget “ jawab ku dengan tenaga yang tersisah. Melihat itu Indra langsung bangun dan mendekap ku dalam pelukanya.
“Apa yang sakit? “ terdengar nada cemas dari suara Indra aku hanya memukul – mukul perut ku dan ditahan oleh Indra supaya aku menghentikan tangan ku memukul – mukul perut.
“ Gue ambil obat dulu ya, loe tahan sebentar ya “
Indra pergi meninggakan aku dikamar sendirian, beberapa saat kemudian dia datang dengan gelas berisi minum dan sebuah kotak obat di tanganya. Dia duduk disamping ku dan dengan frustasi dia memberikan kotak itu pada ku.