Chapter 11

1 0 0
                                    

Pagi yang cerah dirumah tante dilla..  Sebuah rumah yang cukup mewah dalam perumahan elite yang mungkin harganya mencapai milyaran rupiah..

Aku duduk diruang tamu bersama tante dilla   berhadapan...  Ku tatap tante dilla  asik membaca novel yang lumayan tebal dengan judul "jiwa", penulis tertulis,
" Indra"....
....

"Tante... " Aku memulai..
"Ya?." Tante dilla mengangkat kepala yang semula menunduk menatap setiap tulisan..
Aku menoleh kearah dapur menatap lesuh salma yang sedang memasak sarapan untuk kami,  "aku ingin bicara,  tentang masalah ini,  dan aku ingin tau tentang tante lebih jauh... "

"Hmmm,  " Tante dilla memanyunkan bibir mengangguk-angguk...  "Ya Sarah tentu tante akan bicara tentang itu...  kamu mau mulai dari mana? "

"Kenapa kita ga lapor polisi? " Ambisi ku menatap tante dilla..

Tante dilla tersenyum menggeleng "pertama,  tante ingin bilang kalo tante tau siapa kamu sejak kamu perkenalkan nama kamu ke tante...  Keponakan zainal? "

Aku sedikit membuka mulut, terkejut..

"Seperti yang zainal bilang,  tempat dan informasi mereka belum diketahui, oh iya zainal itu anak buah kakak ipar tante...  Dan kemungkinan semua informasi sudah dimiliki sama kakak ipar tante itu,  tapi dia ga tau dimana... " Lanjut tante dilla..

"Han namanya? " Aku memotong.

Tante dilla mengangguk,  "hamdan,  panggilannya han "

Aku menunduk memainkan jari  "sebenarnya mungkin aku sempet ketemu han itu mungkin juga kakak tante yang namanya Laila... "

Tante dilla menghela nafas maklum "hmmm? " Menyimak,...

"Berapa malam lalu aku mencoba di kafe,  tapi tak terduga ada kekacauan disana,  singkatnya aku berhasil keluar dari sana,  dan ga sengaja ngeliat perempuan sekitar umur empat puluh tahunan, mirip tante memang....  Aku ikuti perempuan itu sampai kesebuah gang kecil yang sudah menunggu seorang lelaki berpostur tinggi kekar.  Disana mereka bicara sesuatu yang aku ga ngerti,  tapi intinya perempuan itu bilang semua informasi ada disini dan bangun sudah bersiap menyerang jakarta... "

"Ya begitulah" Tante dilla meletakkan novel disampingnya...  "Yah,  jadi intinya kita ga bisa lapor polisi,  karena informasi ga kita miliki,  dan polisi ga akan mungkin serius menangani kita...  Apalagi jika kita sebut nama bangun... 
Tentang bangun,  tante, kakak dan kakak ipar tante,
Bangun adalah bandar narkoba besar seperti yang kamu ketahui,  tante adalah anggota dari pasukan khusus bangun yang siap menghancurkan siapa saja yang menghalangi jalannya..  ,  Laila dan hamdan adalah anggota pasukan khusus negara yang memburu bangun kedalam markasnya tiga tahun yang lalu...
Ego tante sendiri yang membuat tante masuk kedalam kegelapan hidup itu,  sampai akhirnya setahun sebelum penyerangan pasukan khusus ke  markas bangun tante bertemu dengan seorang lelaki yang merubah hati tante...
Seorang penulis,  yang berkerja di sebuah toko buku di dusun ini... Namanya indra..
Tak memiliki fisik yang sempurna,  seorang tunadaksa yang lumpuh,  yang masih bersyukur karena masih bisa lincah bergerak dengan kedua lututnya...
Dia cerita semua  masa lalunya,  semua yang berkaitan dengannya dan apa pendapatnya tentang dunia...
Membuat ku gelisah sepanjang tahun itu,
Merubah pemikiran ku yang awalnya hanya merasa hidup itu hanyalah keburukan dan harus mengutamakan diri,  karena tentu yang penting kita senang kan?  Tanpa memperdulikan orang lain.  Menindas,  menghujat,  mendengki sesama....
Tapi itu berubah setelah indra tante temukan,  dia mencoba menunjukkan bahwa kita hidup itu selalu berkaitan dengan orang lain...  Bila yang lain susah,  maka kita harus membantu ,  jika yang lain tidak tahu, harusnya kita memberitahu,  yang lain senang maka kita senang...

Hidup tante berubah sejak itu" Simpul senyum manis terlihat jelas di bibir nya "meski dia sudah  ada yang punya" Gumamnya   ,  aku mengerutkan dahi...  Tante dilla melanjutkan,  "setahun kemudian saat masa perubahan itu saat aku selalu tergerak  untuk berbuat baik,  Laila dan hamdan menyerang  bangun,  tentu  dengan nasehat kakak ku aku tambah yakin untuk membelot....  Kami bertiga pun berhasil mengacak-acak markas bangun,  terlebih lagi bangun tak punya cukup kekuatan saat itu....
Di dusun ini,  saat aku dan kakakku sudah mulai membangun kisah baru,  bangun tiba-tiba menyerang dengan kekuatan yang jauh lebih besar...
Saat kami sedang merayakan kemenangan kami dirumah ini bersama pasukan khusus bawahan hamdan...
Tapi tak terduga saat kami mulai terdesak,  datang banyak kelompok berkekuatan besar membantu kami,  ada indra disana...
Kami pun berhasil selamat,,  tapi hanya aku,  Laila , hamdan,  dan prajurit baru bernama zainal yang awalnya ingin pulang ke dusunnya setelah acara malam itu selesai...  Sedangkan yang lain tewas tanpa sisa... hamdan menahan dan memerintahkan zainal pergi menyusun kekuatan dan menunggu informasi lengkap soal bangun agar nantinya dapat melibas bangun dengan tuntas..
Sejak saat itu indra, laila dan hamdan tak terdengar kabarnya"
...... 
Aku diam menatap tante dilla memikirkan sesuatu....  "Kita sudah terlibat seberapa jauh? "

"Bukan seberapa jauh,  tapi seberapa lama,  jawabannya sampai semua ini selesai.. "

"Lalu?  Kita harus terus membunuh? "

Tante dilla menghela nafas mengerti "tak apa bila kita benar,  islam itu mengajarkan kelembutan memang, bahkan kalo kita memukul atas dasar emosi,  muka itu ga boleh dipukul lho.... Hadits riwayat bukhari dan muslim...  Tapi,  islam ga mengajarkan kita menjadi pengecut,  dalam hadits shahih satu orang sahabat radhiyallahu anhu bertanya pada Rasulullah..

" Bagaimana jika saya diserang atau dirampok? "
"Lawan"
"Jika saya mati?"
Rasulullah menjawab dengan pasti "engkau mati syahid"..... "
..,...
"Tante dilla! ,  telornya gosong!  "  Salma berteriak dari dapur...
Tante dilla tertawa masih ke arah ku pandangannya..
"Tante!!! " Lanjut salma..
"Iya! " Balas tante dilla berlari kedapur "oh iya tentang dua warga yang terbunuh dirumah indra,  itu indra pelakunya,  indra dianggap menyusahkan lalu ingin dibunuh... "

****
Aku berjalan pelan ke dapur mengikuti tante dilla,   melewati sebuah kamar kosong,  gelap dan sunyi...

Ku tatap kertas lusuh diatas ranjang rapinya,  ku raih perlahan....
Kertas lusuh itu masih jelas tintanya...

"Untuk mu mutiara yang manis, jira ajwa...
Aku masih ingat pertama kali membuat mu tersenyum,  bahagia sekali aku saat itu,  manis sekali senyum mu waktu itu...
Aku ingat saat kita berdua berbagi cerita dan keluh,   sungguh saat itu benih perasaan ini bersemi...

Aku selalu ingat bagaimana ambisinya diriku menjauhkan perih dan gelisah dari mata mu,  sampai aku lupa gelisah ku sendiri..

Tapi mungkin,  cerah itu telah terhenti,  dan berganti hujan selamanya untukku..  Tapi tidak untukmu...

Kamu wanita terhebat dibenakku,, wanita yang selalu menghancurkan lelah ku...  Dan wanita yang baik..

Aku pun yakin akan ada ksatria baru yang lebih baik dari ku..

Ra,  abang pamit untuk menyelesaikan tugas yang mungkin akan menyiksa tapi jangan khawatir,  ini demi kamu dan mereka,  tentu aku tulus menjalaninya..

Malam... "

-indra

***

kabutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang