I call him Haru

1.2K 84 7
                                    

    Namanya Haru Mahendra, murid kelas 3 IPA 1 di SMA tempat aku mengajar pertama kali. Sebenarnya aku keberatan menjadi guru di sana apalagi harus mengajar kelas 3. Jujur aku gak pede, secara fisik aku kecil pake banget. Hiperbola gak sich? Tinggi gak sampai 150 cm, berat badan hanya 38 kg. Terbayang gak sich kurusnya kayak apa? Gak jauh bedalah dengan penderita gizi buruk! Umur juga masih terbilang muda, 22 tahun. Anak-anak kelas 3 SMA berumur sekitar 17 -18 tahun. Umur beti, postur mereka pasti tinggi-tinggi. Wajar kalau mereka gak percaya aku guru. Alasan fisik itu yang kupakai untuk menolak permintaan pak Sutiyono kepala sekolahku. Tetapi ditolak mentah-mentah oleh beliau.

     "Saya percaya bu Arcane bisa mengatasi anak-anak. Saya cukup tahu siapa Ibu dan reputasi Ibu," Jawaban diplomatis Pak Sutiyono membungkamku. Kenal darimana si Bapak tentang aku dan reputasiku, ada - ada saja ah!

     Nyatanya  aku benar-benar grogi menghadapi anak- anak kelas 3 IPA 1. Jantungku berdetak cepat saat 8 memasuki ruang kelas mereka. Kutarik napas panjang dan kuembuskan perlahan. Segera kulangkahkan kaki masuki ruang kelas yang sangat sepi. Anak-anak duduk tenang di tempat masing-masing, memandangku tanpa suara. Alamak, makin grogi aku. Kuedarkan pandangan ke segala penjuru ruang, merekam setiap wajah anak yang tengah menatapku. Aku mengenal beberapa dari mereka, ada Putra dan Lenny teman satu gereja di desaku. Lenny tersenyum ketika mata kami beradu, sedang Putra diam saja pura-pura membuka bukunya. Kurang ajar juga si Putra, pura-pura gak kenal. Kamu guru Arcane, jangan terintimidasi, kataku dalam hati.

     "Selamat pagi, perkenalkan saya bu Arcane guru Biologi," sapaku tenang padahal kakiku gemetaran. Beberapa anak perempuan mulai saling berbisik, sedang anak laki-laki masih terus memandangku. Aku mencium aroma persekongkolan yang tidak menyenangkan. Sepertinya mereka mau menguji keberanianku.

      "Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik. Tak kenal makan tak sayang, ijinkan saya mengenal kalian dengan mengabsen," kataku sambil membuka buku absen yang ada di atas meja. Aku mulai menyebutkan nama mereka secara bergantian, mereka merespon dengan beragam ada yang mengangkat tangan ada juga yang menjawab.

     "Haru Mahendra," Tidak ada anak mengangkat tangannya atau pun mengeluarkan suara untuk menjawab. Kuedarkan pandangan kembali, tetap tidak ada tanda-tanda keberadaan Haru.

      "Haru Mahendra tidak ada?" tanyaku memastikan.
      "Ada bu,"  jawab anak perempuan berkacamata. Kalau tidak salah namanya Asti.
      "Terima kasih Asti. Siapa Haru?" tanyaku lagi. Akhirnya anak laki-laki yang duduk di sudut ruangan mengangkat tangannya dengan enggan. Matanya tajam menatapku, entah apa yang dia pikirkan aku tidak tahu.

      "Selamat pagi Haru, senang melihatmu ada di sini," sapaku tersenyum. Haru tersenyum sekilas lalu kembali dengan tatapan tajamnya. Abaikan Arcane, dia hanya anak-anak.

     "Baik kita akan mulai belajar kita. Waktu kelas dua, kalian sudah mempelajari materi tentang sistem dalam tubuh manusia. Benar bukan?" Kataku setelah semua anak diabsen. Kayak anak TK ya?

      "Iya bu," jawab mereka serempak.

       "Oke, silahkan kalian membuat peta konsep hubungan antara sistem organ yang sudah kalian pelajari. Saya beri waktu 10 menit,"  Suasana kelas mulai gaduh, beberapa anak mulai kasak kusuk. Suara buku dibolak-balik, wajah yang tak enak dipandang membuatku sadar mereka kurang paham yang aku maksudkan.
    
     "Ada yang tidak paham yang saya maksudkan?" tanyaku untuk menyakinkan keraguanku. Sebagian besar anak angkat tangan. Ya Tuhan, anak IPA begini?

     "Di kelas 2, kalian belajar tentang pencernaan makanan, pernapasan, peredaran darah, gerak dan lain-lain. Dari semua sistem tadi kalian cari intinya kemudian hubungkan sehingga kalian mendapatkan peta konsepnya,"  kataku menjelaskan tugas. Mereka mengangguk mengerti.

       Di sudut kelas, Haru tampak asyik menulis. Tidak sampai sepuluh menit, anak itu sudah menghentikan aktivitas menulisnya. Kulangkahkan kakiku mendekatinya untuk melihat hasil tulisannya. Dengan acuh Haru menyodorkan tulisannya padaku dan segera kubaca. Aku tersenyum puas, lumayan juga otaknya.
     
       "Kerja bagus, sempurna," kataku sambil menepuk pundaknya. Reflek Haru menarik diri dan menatapku tajam. Aku ikut kaget dengan reaksinya. Ada apa dengan Haru?
             *********

   


      

ARCANE (Yang tak terduga) Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang