Meet him

532 37 0
                                    

     Bapak tetap bungkam tentang siapa laki-laki yang beliau maksud sampai sambungan telpon kami berakhir. Segala rayuan pulau kelapa yang kuucapkan mental. Bapak betul-betul penyimpan rahasia sejati dan keahlian Bapak ditularkan kepada kami.

      Rahasia kalian aman kok, aku bukan tukang ngember. Bahkan ada teman yang menjadikan penampungan "rahasianya" meski hubungan kami tidak bisa dibilang harmonis. Entahlah, kenapa dia lakukan itu.

      Teman yang lain bilang "karena dia tahu, kamu pinter menyimpan rahasia dan tidak akan membocorkannya meski kamu sedang bermasalah dengan dia."

     Sehebat itukah aku? Wah salah jurusan dong, harusnya aku jadi anggota BIN atau minimal polisi gitu... ngayal!

      Kemarin aku mencoba mencari tahu dari Nata adikku, jawabannya sama.

      "Laki-laki? Aku gak pernah lihat ada laki-laki mencari mbak Arcane. Emang siapa?" Jawabnya dengan nada tanya.

      Ini anak ditanya malah balik nanya.

     "Kalau tahu aku gak bakal tanya!" Bentakku sewot.

    "Eh, jangan marah dong! Santai mbakku," Kubayangkan wajah Nata ketika mengatakan kalimat itu, pasti sambil nyengir nyebelin.

     "Percuma ya ngomong sama kamu. Dah kututup aja!" Sahutku sebel.

      "Mbak, sabar dong. Jangan ditutup dulu," teriak Nata cepat. Kubatalkan niat untuk menutup sambungan telpon.

      "Ada apa?" Tanyaku ketus.

      "Deh ketus amat, senyum dong,' kata Nata merayu. Aku mencium aroma tak sedap, pasti dia mau minta sesuatu.

     "Ehm mbak, boleh gak.."

     "Gak boleh," potongku cepat.

    "Idih, ngomong aja belum dijawab gak boleh," sahutnya keki. Bibir seksinya pasti langsung mancung ke depan, hahaha aku tertawa dalam hati. Emang enak dibalas!

      "Cepetan aku mau mandi nich," perintahku pura-pura mau mandi padahal sudah dari tadi. Kebohongan kecil, ada ya bohong kecil?

      "Aku kapan dibelikan laptop baru?" Pertanyaan polos yang menyebalkan.

     Enak banget minta laptop baru, dia pikir cari duit gampang ya, aku ngedumel dalam hati. Nata tahu, aku paling gak tega sama dia. Bungsu Bapakku ini agak lain, gak manja sich tapi karena volume otaknya mungkin kurang penuh jadi sekolahnya paling mahal alias tidak diterima di kampus negeri. Ups, jangan salah persepsi ya, Nata normal hanya kurang pinter. Diam-diam ya, ini rahasia keluarga Bapak Sungkono.

      "Mbak Arcane, tidur ya?"

     "Enggak. Buat apa laptop baru, kan  yang lama masih ada. Komputer PC juga ada,"

     "Ada tapi dah lemot, aku mau TA susah pake yang lama," keluhnya melow.

       Kebiasaan itu mah, dikasih ati minta ampela. Dan aku gak mau kasih ampela, ampela kan enak.

      "Kamu kan anak IT, usaha piye cara ne laptop dan komputermu bisa bermanfaat dengan baik. Oke, kalau mau laptop baru beli sendiri," kataku mengakhiri rengekannya.

      "Mbak,"

      "Wis yo, aku arep adus," kuputuskan sambungan telpon dengan Nata. Kuhela napas panjang, mencari pencerahan dapatnya malah tambah masalah.

       Jam dinding di ruang guru sudah menunjukkan pukul 16.25 WIB, aku dan beberapa teman masih belum beranjak dari ruangan. Santika dan bu Tania sibuk di depan laptop masing-masing, pak Heri menempelkan kepalanya di meja, mungkin dia kelelahan. Mbak Dian juga masih sibuk mengetik di komputernya.

      Dan aku, laptop masih terbuka lebar, form penilaian terpampang jelas di laptopku. Aku mulai memasukkan nilai ke dalam form penilaian dengan kening mengkerut. Angka-angka yang membuatku kembali pusing.

      Airphone kantor berbunyi memecah kesunyian.

     

ARCANE (Yang tak terduga) Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang