They don't like me

717 58 0
                                    

     Peraturan yang kubuat menimbulkan gejolak di kelas 3.2. Beberapa hari aku mengajar di sana, timbul penolakan dari mereka. Aku sempat menjalankan konsekuensi dari aturan itu ketika suasana belajar di kelas 3.2 sangat tidak kondusif. Hukuman diamku dan push up menuai protes.

      Kasak kusuk tentang berita itu mulai terdengar di kantor, entah siapa yang menyebarkannya. Sepertinya sumbernya dari wali kelas mereka, namanya pak Antonius.

      "Ada masalah apa Dik, kenceng banget gosipnya?" Mbak Dani bertanya sambil berbisik.

      "Gosip apa?" tanyaku pura-pura tidak tahu.

      "Kelas 3.2 gak mau kamu ajar? Ada-ada saja anak-anak itu," gerutunya sebel. Aku mendengus kesal. Aku kesal dengan sikap pak Antonius yang tidak bisa berlaku bijak. Wali kelas malah jadi kompor.

      Tadi pagi aku dipanggil Bu Martiana, beliau mengkonfirmasi laporan dari pak Antonius tentang penolakan anak kelas 3.2. Dalam hati aku tertawa, ada ya guru cari keuntungan dari situasi buruk temannya.

      "Menurut bu Arcane bagaimana? Apa yang mau Ibu lakukan?" Tanya Bu Martiana bijak.

      "Maaf Bu, kalau boleh tahu laporannya seperti apa?" Bu Martiana tersenyum, aku suka senyumnya dari pertama kali melihat beliau.

      "Katanya Ibu membuat banyak aturan yang tidak masuk akal,"

      "Yang mana yang tidak masuk akal Bu? Aturan yang saya buat berlaku umum untuk semua kelas. Kenapa hanya kelas 3.2 yang bermasalah?" Aku bertanya tak mengerti. Bukan, aku bukan tidak mengerti pernyataan Bu Martiana. Aku tidak mengerti dengan kelakuan anak-anak itu.
       "Seperti apa aturan yang Ibu berikan?" Kujelaskan semua yang aku ingin anak-anak taati dalam proses KBM dan apa yang terjadi pada mereka kemarin. Bu Martiana memperhatikanku dengan seksama.

     "Sebenarnya tidak ada yang salah, wajar kok," katanya setelah mendengar penjelasanku. Aku tersenyum, beruntungnya aku mempunyai atasan yang mengerti pedagogik.

     "Lalu apa yang akan Bu Arcane lakukan untuk mengatasi masalah ini?" Duh bahagianya mendapat pertanyaan itu.

     Tadinya aku sempat berpikir Bu Martiana yang akan mengambil alih masalah ini. Ternyata tidak, dengan bijak Beliau bertanya kepadaku. Sebuah kehormatan tersendiri sebagai guru baru aku diberi hak untuk menyelesaikan masalah dengan anak-anak tanpa campur tangannya.

     Secara cepat aku menjelaskan rencanaku. Tanpa berpikir lama beliau langsung menyetujuinya.

     "Saya percaya Bu Arcane bisa mengatasinya dengan baik. Tetap jaga harkat kita sebagai guru, oke," pesan Bu Martiana.

     "Terima kasih atas kepercayaan Ibu kepada saya," kataku hormat sebelum keluar dari ruangannya.

     Senyum mengembang dibibirku mengingat obrolanku dengan Bu Martiana tadi. Mbak Dani yang masih menunggu penjelasanku malah bengong.
      "Aku ke kelas ya mbak," aku segera pamit tanpa menjawab pertanyaannya. Bergegas aku berjalan menuju kelas 3.2. Aku tahu, tidak mudah mengatasi emosi anak muda. Tapi aku yakin bisa mematahkan kekerasan hati mereka.  Dua tahun mengajar anak SMA yang lebih besar saja aku bisa apalagi anak SMP.

     Kulangkahkan kakiku dengan pasti ke dalam kelas yang tiba-tiba menjadi sunyi sepi. Kupandangi mereka satu persatu, tatapan permusuhan ditunjukkan oleh beberapa anak. Tidak semua anak, seperti yang disampaikan pak wali kelas.

     "Selamat siang," sapaku sebelum mengawali pembicaraan penting kami.

     "Selamat siang Bu," jawab beberapa anak. Si kembar tampak melotot ke arah Stefanie dan Christy yang membalas sapaanku. Kedua anak itu langsung menunduk menghindari tatapan tajam si kembar. Aku tersenyum, sekarang aku tahu siapa biang keroknya.

               ********
Apa kabar guru baru dah bikin masalah? Kabar buruk dech... wkwkwk...

ARCANE (Yang tak terduga) Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang