I am jealous

613 39 2
                                    

Haru, benarkah itu dia? Kukucek mataku, kupandangi dengan seksama. Laki-laki berkemeja biru yang sedang ngobrol dengan pak Budi satpam itu benar dia. Senyum manis tersungging diwajahnya.

Dadaku berdebar, tanpa kusadari langkahku surut ke belakang. Aku harus bagaimana? Aku pernah begitu merindukannya bahkan mungkin pernah mencintainya. Aku hampir berbalik ketika terdengar suara pak Budi.

"Itu bu Arcane sudah turun mas," Langkahku terhenti oleh suara itu. Aku gak mungkin bisa kabur.

Kalau sore pintu gerbang sekolah hanya dibuka satu, tepat di depan pos satpam tempat mereka ngobrol tadi. Tapi kenapa aku harus kabur?

"Belum jadi pulang Bu?" Tanya Darren mengagetkanku. Tidak tahu kapan datangnya, anak itu sudah berdiri didepanku.

"Eh anu ada yang ketinggalan," jawabku gugup.

"Ibu sehat?" Tanya Darren kuatir. Aku mengangguk.

"Mau saya ambilkan barang yang ketinggalan Bu," katanya menawarkan diri.

"Gak usah Ren, terima kasih. Gak jadi besok saja. Ibu pulang ya," pamitku berbalik cepat.

Terlalu cepat hingga tidak menyadari Haru sudah berdiri tidak jauh dari tempat kami berdiri. Matanya menatapku tajam, segaris senyum sinis menghiasi sudut bibirnya. Tanpa kusadari kakiku mundur selangkah, tubuhku oleng. Untung Darren segera memegang tanganku. Haru kaget, dia melangkah mendekatiku.

"Kamu tidak apa-apa?" Itu suara Haru, ada nada kuatir dalam tanyanya. Aku menggeleng, kulepas tangan Darren yang masih memegang lenganku.

"Terima kasih Ren, aku gak apa-apa," kataku lirih. Darren menatapku dan Haru bergantian. Dia kelihatan bingung dan kuatir.

Gila ya, gara-gara Haru reputasiku sebagai guru galak bisa rusak nich.. Darren pasti bingung melihatku begitu lemah.

"Sudah pulang sana, entar ditunggu mama lho.. Aku cuma laper, siang tadi belum sempat makan," usirku berkilah. Padahal tadi siang aku sudah makan nasi ayam penyet cabai ijo satu porsi penuh.

"Ya udah Darren pulang ya Bu. Ibu ati-ati, besok lagi jangan lupa makan. Biasanya ngomeli saya buat makan," remaja tanggung itu mencium tanganku dan berlalu. Kuhela napas panjang.

"Ternyata masih main hati juga sama anak murid?" Katanya sinis. Aku menoleh mendapatkan senyum sinisnya.

"Apa maksudmu?" Tanyaku tak mengerti. Haru mengangkat bahu sambil menyibir. Ingin kutonjok wajah sinis itu tapi aku guru di sekolah ini. No scandal Arcane!

"Yuk pergi, kita cari tempat yang enak untuk ngobrol," Tangannya langsung menarikku menuju tempat parkir. Aku memberontak berusaha melepas tangannya.

"Lepaskan," teriakku marah.

"Kalau tidak mau jadi tontonan satpam dan orang-orang yang ada di luar sana. Menurutlah," bisiknya lirih.

Aku tidak tahu apa maunya, tapi dia benar. Kalau aku memberontak, aksi kami akan menjadi tontonan menarik. Dan besok gosip tentang Arcane berantem dengan laki-laki tak jelas akan menyebar. Demi keamanan bersama aku harus menuruti kemauannya.

"Oke, tapi lepaskan tanganmu. Aku gak mau ada gosip," Haru segera melepas pegangannya. Kami berjalan menuju sebuah mobil Fortuner hitam yang terparkir di halaman sekolah. Haru membukakan pintu untukku, menutupnya lagi lalu berputar ke bagian kemudi. Memasang seatbelt, memasang kunci mobil. Kupikir mobil akan segera berjalan teryata tidak. Haru masih diam ditempatnya. Aku menoleh menatapnya, sebuah senyum manis menghias wajah gantengnya.

"Terima kasih mau menemui Arcane, aku kangen," katanya berbisik.

Aku terdiam. Apa yang Haru katakan tadi? Dia kangen, apa maksudnya? Kangen untuk apa?

Pertanyaan konyol, nyatanya Haru bukan lagi anak-anak lagi. Dia laki-laki dewasa sekarang. Apa yang dilakukannya tadi membuktikan kedewasaannya.

Tanpa bicara lagi, Haru membawaku keluar dari parkir. Entah kemana aku tidak tahu.

*******
Hai hai hai yang pingin Haru muncul lagi siapa nich? Sayangnya gak bisa buka fotonya. Lg eror..

Doi muncul lagi ya.. semoga bawa pencerahan buat Arcane.. apa sich memang Haru matahari???

Dah ah...aku gregetan nulisnya.
Tunggu part selanjutnya ya..

ARCANE (Yang tak terduga) Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang